Oleh: Haris Firmansyah, SE & Sekretariat IRMAPA

Tahun 2025 menjadi titik penting dalam pengelolaan risiko ESG (Environmental, Social, and Governance) bagi bank-bank di Eropa. Meskipun ada perubahan politik global yang terlihat mengendurkan fokus pada ESG, regulator seperti EBA (European Banking Authority) dan ECB (European Central Bank) justru memperketat pengawasan terhadap risiko lingkungan dan transisi energi.

Tantangan yang Terus Berkembang

Risiko iklim dan lingkungan semakin kompleks. Cuaca ekstrem, krisis keanekaragaman hayati, dan kelangkaan sumber daya menimbulkan kerugian ekonomi besar di Eropa. Sementara itu, risiko transisi, seperti aset terdampar di sektor properti komersial, juga makin nyata karena komitmen net-zero dari Uni Eropa.

Isu greenwashing (klaim keberlanjutan yang menyesatkan) dan litigasi atas komitmen iklim perusahaan terus mendapat sorotan. EBA menegaskan pentingnya pelaporan ESG yang transparan agar bank dapat menilai risiko saat memberi pinjaman.

Tuntutan Baru dari EBA

Sejak Januari 2025, EBA telah merilis sejumlah pedoman baru:

  • Pedoman final manajemen risiko ESG, berlaku mulai Januari 2026. 
  • Konsultasi skenario ESG dan 
  • Laporan data dan metodologi eksposur ESG. 

Bank wajib memperkuat integrasi risiko ESG dalam perencanaan modal dan transisi jangka pendek hingga panjang. Fokus utama meliputi:

  • Integrasi ESG dalam penilaian risiko, 
  • Pengujian skenario yang lebih ketat, 
  • Pemantauan transisi net-zero nasabah, dan 
  • Pemanfaatan data pelaporan keberlanjutan untuk memperkuat kerangka kerja ESG. 

Sejak 2020, bank-bank besar Eropa telah membangun fondasi tata kelola dan pelaporan C&E (Climate and Environmental risks). Namun, ECB menilai sebagian masih perlu memperdalam integrasi ke dalam kerangka risiko dan pengambilan keputusan nyata seperti pemberian kredit dan perencanaan modal.

ECB akan:

  • Meningkatkan pengawasan terhadap eksposur risiko nyata, bukan hanya kebijakan internal. 
  • Mendorong penggunaan data kuantitatif dalam proses penilaian kecukupan modal internal. 
  • Mendorong strategi kredit dan risiko yang selaras dengan transisi energi. 
  • Mengajak bank meningkatkan kualitas data eksternal terkait iklim. 

Bank skala lebih kecil memiliki tenggat waktu yang lebih longgar, tetapi tetap harus mengejar ketertinggalan selama 2025.

Investor dan lembaga pemeringkat semakin mempertimbangkan aspek manajemen risiko ESG. Bank yang membangun kapasitas dalam skenario ESG, perencanaan transisi, dan manajemen data akan lebih siap menghadapi pengawasan yang makin ketat dan tantangan masa depan.

Artikel ini telah diterbitkan oleh KPMG, dengan judul ESG Risks in 2025: Responding to Regulatory and Supervisory Pressure. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.