Penulis : Winsky
Pada webinar yang diadakan oleh Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti pada Rabu, 20 Mei 2020 lalu, penulis mengikuti paparan yang disampaikan oleh Bapak Dr Antonius Alijoyo dan Bapak Dr. Ir. Hariyadi BS Sukamdani. Materi dan paparan dari beliau berdua sangat menarik dan dapat menjadi perhatian khususnya bagi penggiat risk management di sektor pariwisata.
Dalam paparannya, Bapak Dr. Antonius Alijoyo menyampaikan bahwa pandemi COVID-19 yang telah berlangsung selama berbulan-bulan menyebabkan krisis di berbagai sektor bisnis di seluruh dunia, terutama di sektor pariwisata pada region Asia Pacific. Berdasarkan data dari UNWTO (United Nations – World Tourism Organization), region Asia Pacific terkena dampak paling besar dalam penurunan konsumen sektor pariwisata akibat dari pandemi ini.
Lebih lanjut Bapak Dr. Ir. Hariyadi menambahkan, dampak ekonomi dari pandemi COVID-19 menjadi penyebab potensial dari penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) global. Keadaan ini semakin memburuk karena ketidakpastian terkait pandemi ini semakin meningkat juga di beberapa negara. Hal ini menyebabkan penurunan kedatangan wisatawan Internasional sejumlah 290 – 440 juta orang, dengan kerugian yang diperkirakan sebesar 500 milyar US dollar (UNTWO, 2020).
Di sisi lain, sektor pariwisata di Indonesia juga terkena dampaknya. Lebih dari 2000 hotel dan 8000 restoran terpaksa harus menutup usahanya untuk sementara – dan menyebabkan kerugian sebesar 70 triliun rupiah untuk ribuan hotel dan restoran tersebut selama Januari – April 2020. Kemudian industri pesawat terbang juga diperkirakan mengalami kerugian sebesar 812 juta US dollar. Lebih parah lagi, sekitar 13 juta pekerja di sektor pariwisata harus dirumahkan tanpa diberikan tunjangan (UNTWO, 2020). Oleh karena itu, terdapat lima hal yang menjadi perhatian industri pariwisata akibat pandemic ini, yaitu:
- Penurunan produk domestik bruto / pertumbuhan ekonomi riil yang bernilai negatif
- Pendapatan keuangan yang tidak meningkat dari tahun sebelumnya
- Tingkat kepercayaan konsumen menurun yang menyebabkan konsumsi juga menurun
- Isu terkait keamanan rantai pasok (untuk industri restoran)
- Penurunan produktivitas tenaga kerja
Melihat situasi di atas, perlu adanya strategi manajemen risiko pada sektor pariwisata. Strategi manajemen risiko tidak dapat digunakan untuk menghadapi krisis yang sudah terjadi saat ini. Sehingga strategi ini dibuat untuk menghadapi situasi yang akan terjadi di masa depan, baik untuk menghadapi peristiwa new normal atau jika pandemi ini memburuk. Berikut ini adalah 10 hal yang dapat dilakukan, antara lain:
- Melakukan identifikasi risiko
- Tentukan beberapa strategi manajemen risiko
- Membuat rencana penerapan strategi manajemen risiko di perusahaan anda
- Bekerja sama dengan pemangku kepentingan yang terkait
- Melatih SDM
- Menguji rencana penerapan
- Menyiapkan sistem komunikasi yang baik
- Selalu update informasi tentang industri pariwisata, yang dapat memburuk atau membaik suatu saat
- Segera selamatkan bisnis anda setelah krisis dengan strategi yang telah dibuat
- Mengatur kembali model bisnis yang sesuai dengan keadaan setelah krisis
Sebagai contoh tambahan, pemerintah Indonesia telah menerapkan beberapa langkah perbaikan terhadap krisis ini, di antaranya adalah:
- Pembatasan sosial berskala besar (PSBB)
- Investasi sebesar 75 triliun rupiah untuk sarana dan prasarana kesehatan
- Investasi 110 triliun untuk perlindungan sosial
- Investasi 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit bagi pelaku usaha
- Mempersiapkan dana 150 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional
Semoga artikel ini bermanfaat.