Penulis: Adnan Pandu Praja
Mantan Komisioner KPK dan Komisaris Independen serta Ketua Komite Audit PT MRT Jakarta

Melemahnya fungsi penindakan KPK sayogyanya diimbangi dengan penguatan pencegahan korupsi melalui pemberdayaan Internal Audit, khususnya penerapan Manajemen Risiko, sejalan dengan prioritas Presiden Jokowi dalam memperbaiki manajemen APBN.

Bercermin dari reformasi di Amerika pasca skandal Watergate (1972) yang mengakibatkan mundurnya presiden Nixon sebelum dilengserkan, yang pertama dilakukan dalam mencegah korupsi adalah mereformasi Inspektorat jendral dengan membentuk Office of Inspectorate General tahun 1976. Setelah itu baru mereformasi penindakan korupsi melalui undang undang FCPA (Foreign Corrupt Practice Act) pada tahun 1977.

Mengapa perlu mereformasi Inspektorat Jendral, karena hampir seluruh permasalahan keuangan bisa terlacak oleh Irjen seperti markup anggaran, rekayasa tender sejak perencanaan dan projek dadakan yang tidak pernah direncanakan sebelumnya. Kasus dana haji tidak akan terbongkar oleh KPK tanpa peran Irjen ketika itu. Berbagai modus korupsi sesungguhnya dapat dimitigasi sejak awal bila laporan keuangan telah meliputi pula Management Risiko, sebagaimana telah diterapkan puluhan tahun di Western Australia dibawah kendali oleh Office of Auditor General.

Kendati PP 60 Tahun 2008 tentang Sistim Pengendalian Instansi Pemerintah sudah mengatur mitigasi risiko korupsi tersebut tetapi belum bisa efektif karena:

BPK terlalu focus urusan mikro yang sesungguhnya cukup diurus BPKP. Di Amerika dan Australia, Inspektorat Jendral (Auditor Jendral) yang berada dibawah kendali Office of Inspectorate General atau Office of Auditor General (Australia) mengelola urusan mikro seperti audit instansi pemerintah, sedangkan BPK Amerika yang disebut Government Accountability Office melakukan audit terhadap program nasional yang bersifat makro, lintas instansi horizontal dan vertikal. Kendati berskala nasional tetapi cukup dikepalai oleh seorang CEO saja. Sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia.

Laporan Hasil Audit keuangan instansi pemerintah di Indonesia bersifat post factum dan belum termasuk managemen risiko seperti di Australia. Setidaknya butuh waktu 3 tahun bagi Auditor General di Australia dalam merencanakan audit keuangan berikut mitigasi risikonya sampai tahap akhir. Dengan demikian nampak jelas peran signifikan pengendalian oleh Internal Audit di Australia.

Internal audit kurang steril dari campurtangan eksekutif maupun legeslatif. Kriteria independensi internal audit di Amerika; tidak bertanggung jawab dan tidak diangkat oleh kepada pimpinan instansinya (pejabat pengguna anggararan).

Sambil menunggu reformasi struktural reposisi internal audit, berikut 3 Quick Wins sebagai jalan pintas yang segera dapat dilakukan pemerintah dalam rangka mencegah korupsi dan mitigasi OTT oleh KPK.

 

Lelang jabatan Inspektorat Jendral.

Manfaat lelang jabatan bila dilaksanakan secara transparan oleh panitia yang credibel adalah; 1. Hanya Pelamar yang bersih yang akan ikut lelang jabatan, sedangkan yang reputasinya sudah tercemar akan urung melamar karena akan dipermalukan di depan publik 2. Yang lolos seleksi akan menjaga reputasinya selama menjabat sementara atasannya pun enggan melakukan intervensi. 3. Manfaat yang paling significan akan mengangkat marwah inspektorat jendral bukan lagi tempat pembuangan staff.

 

Risk Management dalam Laporan Audit.

Audit keuangan yang terintegrasi dengan managemen risiko jauh lebih sistemik dalam mencegah terjadinya salah kelola termasuk risiko korupsi karena bersifat pre emptive dan tingkat risikonya terukur dari yang kurang berisiko sampai yang paling berisiko yang meliputi sistem, prosedur, kualitas personil, biaya dan jangka waktu.

Aspek yang paling menonjol dari Risk Management adanya 3 Lapis Pertahanan (three line of defence) dengan Internal Audit di lini terakhir. Prinsipnya seluruh komponen instansi akan terlibat dalam mitigasi terjadinya risiko.

Perpanjangan periode perencanaan audit dari 1 tahun menjadi 3 tahun akan membuat proses pematangan (maturity level) internal audit lebih terencana dengan baik. Menurut Richard F Chamber, Presiden Internal Audit Internasional dalam bukunya Trusted Advisor, menjadi Auditor terpercaya tidak cukup hanya paham konsep GRC (Governance, Risk Manegement dan Compliant) tetapi juga harus dapat menjabarkan implementasinya.

Setidaknya ada 3 (tiga) atribut utama menjadi trusted advisor; i) atribut personal ii) atribut komunikasi dan iii) atribut profesional. Atribut personal antara lain standard etik yang tinggi dan open mindedness. Auditor harus terbuka terhadap perbedaan pendapat dan memiliki cukup empati terhadap kepribadian yang sulit (difficult personality). Atribut komunikasi. Internal audit harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik agar dapat merangsang inisiatif di lingkungan kerja, bukan yang akan menjatuhkan motivasi seseorang. Atribut profesional. Auditor internal harus memiliki pola pikir kritis agar dapat menemukan akar masalah.

 

Peer Review

Peer review adalah instrumen kontrol antar sesama institusi yang lazim berlaku didunia. Seperti antara institusi “KPK” di seluruh dunia saling mereview secara berkala namun tidak reciprocal dengan mengacu pada implementaai UNCAC (United Nation Convention Against Corruption). Tahun ini KPK bersama Honduras mereview Vietnam, sementara KPK direview oleh Yaman dan Ghana.

Manfaat peer review; 1. Akan menyingkap lorong lorong gelap yang selama bertahun tahun telah menjadi zona nyaman KKN yang luput dari pantauan internal audit. Akibatnya segera tercipta zona zona bebas KKN. 2. Terjadi proses pembelajaran dan pematangan institusi (maturity level) antar sesama internal audit dalam satu area, misalnya peer review antar internal audit dilingkungan pemda dibawah Kementrian Dalam Negeri. Atau peer review dilingkungan BUMN dibawah Menteri Negara BUMN. 3. Audit vendor oleh internal audit yang telah diatur dalam Panduan Praktis Auditing External Business Relationships oleh The Institute of Internal Auditors tahun 2009 dapat diterapkan untuk membongkar zona nyaman KKN dengan vendor selama ini.

 

 

Artikel ini dimuat di Kompas, 10 Desember 2019