Oleh: D. S. Priyarsono

Guru Besar Institut Pertanian Bogor dan Anggota Forum Masyarakat Statistik

1. Pendahuluan

Pada tanggal 26 Oktober 2022 yang lalu, FMS menyelenggarakan rapat pleno di Gedung Bappenas Jakarta. Dari 25 orang anggota FMS, sekitar sepertiganya hadir secara fisik (luring), sedangkan selebihnya hadir secara virtual (dengan aplikasi Zoom). Saya menerima amanah dari Ketua FMS untuk menjadi narasumber (lebih tepatnya: pemantik diskusi) pada rapat pleno yang membahas tema “Pemanfaatan Data dan Substansi Regsosek untuk Penyempurnaan Perencanaan Pembangunan” itu.

Tema itu sangat timely, terbukti pada hari yang sama media mainstream nasional membahas tema yang sama. Misalnya, harian Koran TEMPO (dan podcast-nya Berita Utama Koran TEMPO) pada edisi Rabu 26 Oktober 2022 menurunkan berita dengan topik “Sensus BPS Berbiaya Rp 4.17 Triliun Berpotensi Mubazir”. Keesokan harinya, Kamis 27 Oktober 2022, berita yang sama masih menjadi tajuk rencana koran itu, dengan topik “Tumpang Tindih Pembaruan Data Kependudukan dan Kemiskinan”. Selanjutnya, pada Jumat 28 Oktober 2022, kembali muncul berita bertajuk “Beda Sikap soal Program Sensus Berbiaya Rp 4.17 Triliun” pada koran yang sama. Lepas dari akurasi substansi berita itu, tak bisa dibantah bahwa Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek 2022) hari-hari ini tengah memperoleh sorotan oleh masyarakat.

Terpanggil selaku anggota FMS yang kebetulan diberi tugas menjadi pemantik diskusi pada rapat pleno tersebut di atas, saya dengan tulisan ini bermaksud mengartikulasikan butir-butir penting dari acara bulanan FMS tersebut. Dari suasana yang terasa dalam rapat pleno itu maupun nada berita yang beredar di media massa nasional dapat disimpulkan adanya berbagai risiko dalam penyelenggaraan Regsosek 2022 tersebut. Salah satu pemilik risiko (risk owner) dari risiko-risiko tersebut tentu saja adalah Badan Pusat Statistik (BPS), dan secara langsung maupun tidak langsung terkait juga dengan FMS. Oleh karena itu, ulasan ini diuraikan dalam perspektif pengelolaan risiko. Harapannya, identifikasi risiko sebagai langkah awal dalam pengelolaan risiko ini dapat ditindaklanjuti dengan analisis dan evaluasi yang lebih mendalam agar dapat ditemukan perlakuan risiko (risk treatment) yang tepat sehingga pihak-pihak yang berkepentingan dapat melakukan langkah-langkah antisipasi yang efektif.

2. Butir-butir Penting tentang Regsosek 2022 yang Dibahas dalam Rapat Pleno Itu

Landasan hukum yang menjadi titik tolak penyelenggaraan Regsosek 2022 adalah Inpres No. 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem yang secara khusus memerintahkan Kepala BPS, untuk (1) melakukan pendataan penduduk miskin ekstrem dengan menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai data dasar; dan (2) menyelenggarakan survei sebagai sarana evaluasi perkembangan penghapusan kemiskinan ekstrem yang merupakan bagian dari survei sosial dan ekonomi nasional.

Regsosek 2022 bertujuan menyediakan satu data program perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, Inpres No. 4/2022 tersebut menggariskan agar kementerian/lembaga yang terkait mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dengan memastikan ketepatan sasaran dan integrasi program antar kementerian/lembaga dengan melibatkan peran serta masyarakat yang difokuskan pada lokasi prioritas percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Secara lebih rinci direncanakan pula penyiapan data penerima (bantuan sosial) dengan nama dan alamat (by name, by address) sasaran penghapusan kemiskinan ekstrem yang terintegrasi dengan nomor induk kependudukan (NIK).

Pelaksana Regsosek adalah Gugus Tugas Pendataan yang berkoordinasi dengan Penyelenggara Satu Data Indonesia, yaitu Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Badan Pusat Statistik. Secara lebih khusus BPS bertugas menyelenggarakan Pendataan Awal Regsosek pada tanggal 15 Oktober sampai dengan tanggal 14 November 2022 yang mencakupi semua keluarga di 514 kabupaten/kota se-Indonesia. Adapun informasi yang dikumpulkan meliputi kondisi sosial ekonomi geografis, kondisi perumahan dan sanitasi air bersih, kepemilikan asset, kondisi kerentanan kelompok penduduk khusus, informasi geospasial, tingkat kesejahteraan, dan informasi sosial ekonomi lainnya.

Pendataan Awal Regsosek 2022 yang adalah tugas (tanggung jawab) BPS akan ditindaklanjuti dengan berbagai langkah oleh pihak-pihak (kelembagaan) yang lebih luas. Langkah-langkah itu meliputi penyajian peringkat kesejahteraan setiap penduduk, pengelolaan data dengan prinsip integritas dan interoperabilitas, pemanfaatan data oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga tingkat desa/kelurahan, pengelolaan data secara berkelanjutan, serta pemutakhiran data secara berkala dan mandiri melalui Monografi Digital Desa/Kelurahan. Sejauh ini belum cukup jelas lembaga mana yang akan bertanggung jawab atas tiap langkah tindak lanjut tersebut.

Dokumen resmi yang menjabarkan tata kelola dan proses bisnis Regsosek 2022 belum beredar di masyarakat, kecuali info-graphics (PowerPoint file) yang termuat dalam bahan sosialisasi untuk Humas K/L dan awak media (Hartono, 2022). Anggota FMS sejauh ini juga belum mempunyai akses terhadap dokumen resmi tersebut. Dalam rapat pleno tersebut di atas sempat dibahas apakah sudah ada naskah akademik yang menjadi landasan bagi penetapan metodologi untuk Pendataan Awal Regsosek 2022. Jawaban yang muncul adalah bahwa naskah akademik itu akan disusun berdasarkan panduan teknis operasional yang sudah digunakan oleh para petugas Regsosek 2022.

Walaupun naskah akademik resmi yang diandaikan merupakan dokumen landasan metodologi belum ada, dalam rapat muncul beberapa bahasan tentang metodologi yakni penerapan proxy means test methodology (pendugaan tingkat kemiskinan atau pendapatan berdasarkan pendekatan atau proxy seperti kepemilikan asset dan karakteristik rumah tangga) dan keterkaitannya dengan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan sebagainya. Ada mengemuka juga rencana penerapan artificial intelligence dalam pengolahan data hasil dari Pendataan Awal Regsosek 2022. Diskusi tentang hal-hal yang terkait dengan metodologi ini belum tuntas karena kendala ketersediaan waktu untuk rapat pleno tersebut.

3. Identifikasi Risiko

Pada awal rapat pleno itu diusulkan tentang perlunya pengelolaan risiko secara terencana dan sistematis agar supaya dapat dibangun peta risiko berikut langkah-langkah antisipatif yang perlu disiapkan terhadap problem-problem yang mungkin muncul di masa depan. Terhadap usul itu ada informasi bahwa pengelolaan risiko bisa dilakukan oleh Inspektorat dan tim teknis lainnya. Informasi ini dapat menjadi indikator tentang cara pandang BPS terhadap manajemen risiko. Tugas Inspektorat sesungguhnya serupa dengan tugas unit audit (auditor) yang lazimnya selalu ada dalam sebuah korporasi. Ada perbedaan fundamental antara risk management dan auditing. Manajemen risiko mengelola masa depan yang belum terjadi, sedangkan audit pada dasarnya menilai atau membandingkan pelaksanaan (yang telah terjadi) dengan rencana yang telah ditetapkan. Di titik inilah FMS dapat berperanan membantu BPS dalam mengantisipasi problem- problem yang mungkin terjadi dan menyiapkan rencana tindakan yang dibutuhkan untuk menghadapinya.

Dari diskusi yang terjadi dalam rapat pleno itu dapat diidentifikasi risiko-risiko yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yakni (1) risiko operasional, (2) risiko metodologis, dan (3) risiko hukum, termasuk risiko regulasi dan tata kelola. Risiko operasional terkait dengan rencana bahwa Pendataan Awal Regsosek 2022 mencakupi semua rumah tangga di Indonesia, walau sesungguhnya tujuan akhirnya adalah untuk pengembangan sistem data untuk program-program perlindungan sosial (untuk kelompok miskin). Artinya, masyarakat lapisan menengah dan atas, yang umumnya kurang kooperatif dengan petugas, tercakup juga dalam pendataan ini. Adapun hal-hal yang didata mencakupi juga butir-butir sensitif, misalnya tentang nama ibu kandung. Hal- hal ini membuka kemungkinan terjadinya kegagalan dalam mencapai target pendataan 100% rumah tangga di Indonesia.

Tentang risiko metodologis, dalam rapat pleno itu mengemuka ungkapan kemungkinan adanya academic challenges (tantangan akademik) yang menyangkut metodologi yang diterapkan dalam penyelenggaraan Regsosek ini. Tantangan pertama terkait dengan keandalan proxy means testing methodology yang digunakan. Kedua, kemungkinan timbulnya masalah yang terkait dengan interoperabilitas. Ketiga, pertanyaan tentang efisiensi, yaitu biaya yang sangat besar untuk penyelenggaraan ini karena direncanakan mencakupi 100% keluarga di seluruh Indonesia, sedangkan tujuan akhir penyelenggaraan ini sesungguhnya hanya terkait dengan masyarakat miskin (kurang dari 60% keluarga-keluarga yang ada di Indonesia).

Tentang risiko hukum (termasuk regulasi dan tata kelola), pertama-tama pendataan direncanakan mencakupi data by name by address. Hal ini berisiko menimbulkan pertentangan dengan amanat UU No. 16/1997 tentang Statistik yang hanya memberikan kewenangan kepada BPS untuk menerbitkan data yang bersifat agregat (bukan data penduduk secara by name by address). Di pihak lain, ada UU No. 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi yang melarang akses publik terhadap data pribadi.

Terkait dengan regulasi dan tata kelola, oleh karena belum ada kejelasan tentang siapa yang menjadi pengelola data hasil Regsosek, maka ada risiko bahwa tujuan menyediakan satu data program perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat gagal tercapai.

4. Rekomendasi

Daftar risiko (risk register) yang telah diuraikan pada bagian terdahulu itu tersusun secara tanpa rencana, artinya rapat pleno itu tidak dirancang secara terfokus untuk menghasilkan risk register. Implikasinya, bila ada kajian yang lebih sistematis, maka dapat dibangun risk register yang lebih komprehensif. Analisis yang lebih mendalam terhadap tiap risiko juga perlu dilakukan agar supaya akar penyebabnya dapat diidentifikasi secara benar, misalnya dengan mengikuti pedoman proses manajemen risiko sebagaimana digariskan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO 31000 Manajemen Risiko (Badan Standardisasi Nasional, 2018). Dengan demikian tiap risiko dapat dinilai baik probabilitas keterjadiannya maupun dampak yang dapat ditimbulkannya. Berdasarkan dua dimensi itu dapat dibuat daftar urutan prioritas atas risiko-risiko yang telah diidentifikasi. Selanjutnya, untuk tiap risiko perlu disiapkan perlakuan (treatment) yang sesuai, yaitu apakah risiko itu diterima, ditolak, ditransfer, dimitigasi, atau justru perlu dieksploitasi. Hanya dengan langkah-langkah demikian BPS (dan secara langsung maupun tidak langsung juga FMS) dapat terhindar dari kejutan-kejutan yang tidak menyenangkan (unpleasant surprises).

5. Penutup

Tulisan singkat ini diharapkan dapat memantik diskusi yang lebih luas dan terstruktur tentang langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mengawal penyelenggaraan Regsosek 2022. Peranan FMS kiranya sangat sentral dalam upaya tersebut. Perlu selalu diingat bahwa salah satu faktor sukses dalam upaya pengentasan kemiskinan adalah tersedianya data yang andal.

Daftar Pustaka

Badan Standardisasi Nasional, 2018. Manajemen Risiko – Pedoman Standar Nasional Indonesia ISO 31000:2018. Jakarta.

Hartono, A., 2022. Proses Bisnis dan Mekanisme Pendataan Awal Regitrasi Sosial Ekonomi 2022. Disampaikan pada Sosialisasi Pendataan Awal Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) 2022 kepada Humas K/L dan Awak Media. Jakarta, 12 Oktober 2022. https://www.bps.go.id/regsosek/materi/

Artikel ini telah diterbitkan di Buletin Ringkas Statistical & Policy Brief  Edisi 20 Desember 2022