Oleh: Haris Firmansyah, SE & Sekretariat IRMAPA

Manajemen risiko bukan hanya tentang mengidentifikasi ancaman dari luar, tetapi juga menyadari bahwa ancaman terbesar bisa datang dari diri sendiri. Dalam dunia kerja, sering kali kita tidak sadar bahwa keputusan yang kita buat bisa menjadi sumber risiko.

Memahami Faktor Manusia dalam Manajemen Risiko

Sebagai manusia, kita memiliki kecenderungan alami yang bisa mengaburkan penilaian kita. Berikut beberapa faktor utama yang perlu diwaspadai:

  1. Bias Kognitif

Bias kognitif bisa membuat kita hanya melihat sisi positif dan mengabaikan potensi risiko. Misalnya, dalam proyek migrasi ke platform cloud, tim mungkin terlalu fokus pada efisiensi tanpa mempertimbangkan ancaman keamanan. Solusinya? Lakukan “Risk Reversal” workshop, di mana tim mencari kemungkinan skenario terburuk untuk mengidentifikasi risiko yang tersembunyi.

  1. Kesenjangan Pengetahuan

Tidak ada yang tahu segalanya, dan itulah mengapa belajar terus-menerus sangat penting. Mengikuti pelatihan, sertifikasi, atau webinar dapat membantu kita memahami risiko dengan lebih baik. Jika menghadapi risiko di bidang yang kurang dikuasai, bekerja sama dengan ahli adalah solusi terbaik.

  1. Komunikasi yang Kurang Efektif

Ide yang bagus bisa gagal jika cara penyampaiannya kurang tepat. Gunakan alat visualisasi seperti Tableau atau Power BI untuk menyajikan data dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami.

  1. Ketakutan terhadap Inovasi

Menolak perubahan bisa membuat kita tertinggal. Menerapkan teknologi seperti Microsoft Power Apps untuk otomatisasi dalam penilaian risiko dapat meningkatkan efisiensi. Mengadakan ‘hackathon’ atau sesi eksplorasi teknologi juga bisa menjadi cara efektif untuk beradaptasi dengan perubahan.

  1. Rasa Percaya Diri yang Berlebihan

Percaya diri memang penting, tetapi jika berlebihan bisa membuat kita lengah. Gunakan “scenario planning” untuk mempertimbangkan berbagai kemungkinan kegagalan. Membangun budaya kerja yang terbuka terhadap ketidaktahuan juga dapat membantu menciptakan strategi yang lebih kuat.

  1. Pertimbangan Etika

Keputusan bisnis sering kali tergoda untuk mengejar keuntungan cepat tanpa mempertimbangkan dampaknya. Untuk menghindari jebakan ini, perusahaan harus memiliki kerangka kerja etika yang kuat, seperti mengadakan workshop konflik kepentingan dan diskusi etika secara berkala.

Langkah-Langkah Praktis dalam Manajemen Risiko

  1. Pelatihan dan Pengembangan
    Luangkan waktu untuk mengikuti setidaknya satu pelatihan atau sertifikasi baru setiap kuartal agar selalu up-to-date dalam mengelola risiko.
  2. Kolaborasi Antar Tim
    Bentuk tim lintas divisi untuk menilai risiko dari berbagai perspektif. Diskusi bulanan dengan berbagai pemangku kepentingan dapat membantu mendapatkan pandangan yang lebih luas.
  3. Pemeriksaan Kualitas dan Peer Review
    Terapkan prinsip “empat mata” dalam evaluasi risiko. Pandangan kedua dari rekan kerja bisa membantu menemukan potensi kesalahan yang mungkin terlewat.
  4. Keberagaman dalam Tim
    Tim yang terdiri dari berbagai latar belakang dapat memberikan wawasan unik dalam strategi mitigasi risiko. Kombinasi perspektif dari berbagai bidang akan memperkuat proses pengambilan keputusan.

Manajemen risiko bukan hanya soal menghindari bahaya, tetapi juga membangun pendekatan yang fleksibel dan kokoh. Dengan terus belajar, bertanya, dan menyadari bias serta kesenjangan pengetahuan kita, kita bisa mengelola risiko dengan lebih baik.

Artikel ini telah diterbitkan oleh ISACA, dengan judul From Theory to Practice: Real-World Risk Management, Starting with Ourselves. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.