Memahami Risiko Siber dan Strategi Mengatasinya
Di era digital, risiko siber semakin kompleks dan menjadi ancaman besar bagi perusahaan. Untuk bertahan dan berkembang, perusahaan harus memahami serta mengelola risiko ini dengan baik. Artikel ini membahas pentingnya kuantifikasi risiko siber (Cyberrisk Quantification/CRQ) dalam meningkatkan ketahanan finansial perusahaan.
Mengapa Risiko Siber Penting?
Penelitian terbaru terhadap perusahaan dalam indeks S&P 500 menunjukkan bahwa beberapa perusahaan berisiko mengalami kerugian tahunan sebesar 10% dari laba mereka akibat serangan siber. Bahkan, ada yang bisa kehilangan lebih dari 20%. Risiko ini berdampak pada keuangan serta reputasi dan kepercayaan pemegang saham.
Cara Menilai Risiko Siber
Untuk mengidentifikasi tingkat risiko yang dihadapi, perusahaan perlu melakukan penilaian risiko siber secara menyeluruh. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan model CRQ, yang memungkinkan perusahaan memahami seberapa besar potensi kerugian dan bagaimana cara mengatasinya sebelum terjadi.
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan:
- Pendekatan berbasis data: Menggunakan model statistik dan data global untuk memberikan gambaran akurat tentang ancaman siber.
- Pendekatan berbasis ahli: Memanfaatkan wawasan para pakar, meskipun sering kali menghasilkan penilaian yang lebih subjektif.
- Model berbasis permintaan: Menggabungkan analisis data eksternal untuk memberikan wawasan lebih objektif.
Mengubah Risiko Siber Menjadi Keputusan Finansial
CRQ membantu perusahaan menerjemahkan risiko siber ke dalam nilai finansial, sehingga lebih mudah dipahami oleh para pemimpin bisnis. Dengan informasi ini, perusahaan dapat:
- Menyesuaikan strategi keamanan dengan tujuan bisnis.
- Meningkatkan anggaran keamanan siber berdasarkan kebutuhan nyata.
- Memperkuat kepercayaan pemegang saham dengan menunjukkan kesiapan menghadapi ancaman digital.
Membangun Strategi Manajemen Risiko Siber
Mengelola risiko siber bukan sekadar mengenali ancaman, tetapi juga mengambil langkah konkret untuk mengatasinya. Beberapa strategi yang dapat diterapkan meliputi:
- Menentukan tingkat toleransi risiko yang realistis.
- Meningkatkan infrastruktur keamanan siber dengan investasi yang tepat.
- Mengevaluasi ulang kebijakan asuransi siber agar mencakup potensi kerugian yang lebih besar.
- Melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam keputusan keamanan siber.
Kuantifikasi risiko siber bukan hanya tren, tetapi kebutuhan mendesak bagi perusahaan yang ingin bertahan di era digital. Dengan memahami potensi ancaman, menerjemahkannya ke dalam angka, dan mengambil langkah mitigasi yang tepat, perusahaan dapat melindungi keuangan mereka serta memastikan keberlanjutan bisnis dalam jangka panjang.
Artikel ini telah diterbitkan oleh ISACA, dengan judul Cyberrisk Quantification: A Strategic Imperative for Financial Resilience. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Dari Teori ke Praktik: Manajemen Risiko di Dunia Nyata, Dimulai dari Diri Sendiri
Manajemen risiko bukan hanya tentang mengidentifikasi ancaman dari luar, tetapi juga menyadari bahwa ancaman terbesar bisa datang dari diri sendiri. Dalam dunia kerja, sering kali kita tidak sadar bahwa keputusan yang kita buat bisa menjadi sumber risiko.
Memahami Faktor Manusia dalam Manajemen Risiko
Sebagai manusia, kita memiliki kecenderungan alami yang bisa mengaburkan penilaian kita. Berikut beberapa faktor utama yang perlu diwaspadai:
- Bias Kognitif
Bias kognitif bisa membuat kita hanya melihat sisi positif dan mengabaikan potensi risiko. Misalnya, dalam proyek migrasi ke platform cloud, tim mungkin terlalu fokus pada efisiensi tanpa mempertimbangkan ancaman keamanan. Solusinya? Lakukan “Risk Reversal” workshop, di mana tim mencari kemungkinan skenario terburuk untuk mengidentifikasi risiko yang tersembunyi.
- Kesenjangan Pengetahuan
Tidak ada yang tahu segalanya, dan itulah mengapa belajar terus-menerus sangat penting. Mengikuti pelatihan, sertifikasi, atau webinar dapat membantu kita memahami risiko dengan lebih baik. Jika menghadapi risiko di bidang yang kurang dikuasai, bekerja sama dengan ahli adalah solusi terbaik.
- Komunikasi yang Kurang Efektif
Ide yang bagus bisa gagal jika cara penyampaiannya kurang tepat. Gunakan alat visualisasi seperti Tableau atau Power BI untuk menyajikan data dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami.
- Ketakutan terhadap Inovasi
Menolak perubahan bisa membuat kita tertinggal. Menerapkan teknologi seperti Microsoft Power Apps untuk otomatisasi dalam penilaian risiko dapat meningkatkan efisiensi. Mengadakan ‘hackathon’ atau sesi eksplorasi teknologi juga bisa menjadi cara efektif untuk beradaptasi dengan perubahan.
- Rasa Percaya Diri yang Berlebihan
Percaya diri memang penting, tetapi jika berlebihan bisa membuat kita lengah. Gunakan “scenario planning” untuk mempertimbangkan berbagai kemungkinan kegagalan. Membangun budaya kerja yang terbuka terhadap ketidaktahuan juga dapat membantu menciptakan strategi yang lebih kuat.
- Pertimbangan Etika
Keputusan bisnis sering kali tergoda untuk mengejar keuntungan cepat tanpa mempertimbangkan dampaknya. Untuk menghindari jebakan ini, perusahaan harus memiliki kerangka kerja etika yang kuat, seperti mengadakan workshop konflik kepentingan dan diskusi etika secara berkala.
Langkah-Langkah Praktis dalam Manajemen Risiko
- Pelatihan dan Pengembangan
Luangkan waktu untuk mengikuti setidaknya satu pelatihan atau sertifikasi baru setiap kuartal agar selalu up-to-date dalam mengelola risiko. - Kolaborasi Antar Tim
Bentuk tim lintas divisi untuk menilai risiko dari berbagai perspektif. Diskusi bulanan dengan berbagai pemangku kepentingan dapat membantu mendapatkan pandangan yang lebih luas. - Pemeriksaan Kualitas dan Peer Review
Terapkan prinsip “empat mata” dalam evaluasi risiko. Pandangan kedua dari rekan kerja bisa membantu menemukan potensi kesalahan yang mungkin terlewat. - Keberagaman dalam Tim
Tim yang terdiri dari berbagai latar belakang dapat memberikan wawasan unik dalam strategi mitigasi risiko. Kombinasi perspektif dari berbagai bidang akan memperkuat proses pengambilan keputusan.
Manajemen risiko bukan hanya soal menghindari bahaya, tetapi juga membangun pendekatan yang fleksibel dan kokoh. Dengan terus belajar, bertanya, dan menyadari bias serta kesenjangan pengetahuan kita, kita bisa mengelola risiko dengan lebih baik.
Artikel ini telah diterbitkan oleh ISACA, dengan judul From Theory to Practice: Real-World Risk Management, Starting with Ourselves. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Strategi Bank dalam Mengelola Risiko Suku Bunga di Era Ketidakpastian
Dalam beberapa tahun terakhir, perubahan ekonomi makro menghadirkan tantangan bagi bank dalam mengelola risiko suku bunga. Bank perlu berinvestasi di tiga bidang utama:
- Menyesuaikan strategi dan selera risiko – Memperkuat neraca dan strategi laba rugi agar tetap adaptif.
- Meningkatkan alat analisis – Mengembangkan metode yang lebih tangkas untuk memahami dampak berbagai skenario.
- Berinvestasi dalam keahlian – Memperkuat pengambilan keputusan melalui peningkatan kompetensi tim dan pengawasan risiko.
Sebagian besar bank menggunakan metrik seperti EVE (Economic Value of Equity) dan NII (Net Interest Income) untuk mengukur sensitivitas risiko suku bunga. Namun, bank perlu meninjau ulang batasan dan pendekatan mereka untuk menyeimbangkan likuiditas, modal, dan pendapatan.
Sejak 2023, regulator semakin ketat mengawasi kerugian di portofolio Available-for-Sale (AFS) dan Basel III End Game mewajibkan bank besar memasukkan kerugian AFS dalam rasio modal inti (CET1). Bank juga perlu mempertimbangkan risiko di portofolio Held-to-Maturity (HTM) agar tidak terdampak kenaikan suku bunga.
Strategi Pengelolaan Risiko
Bank perlu memahami keterkaitan antara neraca, modal, likuiditas, dan pendapatan. Strategi yang tepat mencakup:
- Pandangan terpadu atas keuangan bank – Menyesuaikan modal, likuiditas, dan aset untuk mengoptimalkan kinerja.
- Penggunaan perangkat lindung nilai – Mengelola risiko suku bunga dengan strategi yang sesuai dengan kondisi pasar.
- Menyesuaikan durasi aset – Beberapa bank memilih mengunci durasi aset untuk menghadapi potensi penurunan suku bunga.
Peningkatan Alat Analitik
Bank perlu berinvestasi dalam sistem analisis yang lebih fleksibel untuk memahami berbagai faktor yang mempengaruhi neraca, seperti perilaku deposan dan perubahan risiko-imbal hasil. Bidang utama yang perlu diperkuat meliputi:
- Pemodelan deposito – Menganalisis perubahan perilaku deposan.
- Pengelolaan neraca berbasis skenario – Menggunakan simulasi untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan.
- Penguatan Fungsi Risiko Independen – Memastikan pengawasan yang lebih ketat terhadap strategi risiko suku bunga.
Penguatan Keahlian dan Pengambilan Keputusan
Banyak bank masih kekurangan pengalaman dalam menghadapi volatilitas suku bunga tinggi. Oleh karena itu, investasi dalam keahlian menjadi krusial melalui:
- Perekrutan dan pelatihan tenaga ahli – Meningkatkan pemahaman risiko dan strategi mitigasi.
- Penguatan peran ALCO (Asset-Liability Committee) – Menyusun analisis berbasis skenario yang mempertimbangkan dampak terhadap pendapatan, modal, dan likuiditas.
- Peningkatan transparansi ke Dewan – Memastikan pemahaman menyeluruh terhadap perubahan pasar dan implikasinya.
Di tengah ketidakpastian ekonomi, perhatian lebih terhadap manajemen risiko suku bunga menjadi kunci bagi stabilitas sistem keuangan. Bank yang mampu mengelola risiko ini dengan baik akan mendapatkan kepercayaan lebih dari investor dan regulator serta mempertahankan daya saing di pasar.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Oliver Wyman, dengan judul Transforming Interest Rate Risk Management Practices To Thrive In Era Of Uncertainty. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Strategi Cerdas Mengelola Risiko dan SDM untuk Bisnis Berkelanjutan
Dalam dunia bisnis yang terus berkembang, memahami risiko dan mengelola sumber daya manusia dengan efektif adalah kunci keberlanjutan. Perusahaan perlu memiliki strategi yang tepat dalam menghadapi ketidakpastian dan memastikan tenaga kerja tetap produktif serta sejahtera.
Risk Capital: Mengelola Risiko dengan Bijak
Untuk menjaga stabilitas bisnis, pengelolaan risiko yang cermat sangat penting. Beberapa pendekatan yang dapat diterapkan perusahaan dalam manajemen risiko meliputi:
- Broking and Risk Transfer – Memastikan perlindungan optimal melalui strategi transfer risiko yang efektif.
- Claim Management – Mengelola klaim dengan efisien agar bisnis tetap berjalan lancar.
- Reinsurance – Mengurangi dampak finansial dari risiko besar melalui reasuransi.
- Risk Analytics & Risk Management – Menggunakan data untuk memahami dan mengelola risiko dengan lebih akurat.
- Risk Retention – Menentukan strategi pengelolaan risiko yang paling sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Human Capital: Meningkatkan Kesejahteraan dan Kinerja Karyawan
Selain mengelola risiko finansial, perusahaan juga perlu memastikan bahwa tenaga kerja mendapatkan dukungan yang optimal. Beberapa strategi dalam pengelolaan SDM mencakup:
- Health and Benefits – Menyediakan manfaat kesehatan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan.
- Human Capital Analytics – Memanfaatkan data untuk mendukung pengambilan keputusan terkait tenaga kerja.
- Investments & Pensions – Mengelola investasi dan program pensiun karyawan secara berkelanjutan.
- Talent and Rewards – Menyusun strategi kompensasi yang kompetitif untuk menarik dan mempertahankan talenta terbaik.
- Workplace Wellbeing – Menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif untuk meningkatkan performa karyawan.
Menghadapi Tantangan dalam Rantai Pasokan
Salah satu tantangan terbesar dalam operasional bisnis saat ini adalah risiko dalam rantai pasokan. Supply Chain atau Distribution Failure menjadi salah satu risiko global yang harus diantisipasi. Perusahaan perlu mencari keseimbangan antara efisiensi dan ketahanan rantai pasokan, terutama dalam menghadapi keterbatasan bahan baku, perubahan regulasi, serta ketergantungan pada pemasok utama.
Membangun Keputusan yang Lebih Baik dengan Wawasan Berbasis Data
Mengelola risiko dan sumber daya manusia bukan sekadar tugas administratif, tetapi bagian dari strategi bisnis jangka panjang. Dengan pendekatan berbasis data, perusahaan dapat mengambil keputusan yang lebih cerdas, mengoptimalkan kinerja, serta meningkatkan daya saing di tengah ketidakpastian ekonomi.
Artikel ini telah diterbitkan oleh AON pada 8 November 2023 dengan judul Supply Chain or Distribution Failure. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Masa Depan Embedded Insurance: Asuransi Digital yang Lebih Praktis dan Menguntungkan
Embedded insurance adalah sistem yang menggabungkan asuransi langsung ke dalam proses pembelian produk atau layanan secara digital. Contohnya, ketika kamu memesan tiket pesawat, kamu bisa langsung menambahkan asuransi perjalanan tanpa harus membeli secara terpisah.
Tren ini berkembang pesat dengan nilai penjualan mencapai $87,4 miliar dan diprediksi akan tumbuh 20,2% per tahun hingga 2032. Teknologi memungkinkan perusahaan asuransi untuk menyesuaikan produk mereka secara real-time sesuai kebutuhan pasar.
Keunggulan Embedded Insurance
- Lebih Mudah dan Cepat – Konsumen tidak perlu membeli asuransi secara terpisah. Semua bisa dilakukan dalam satu transaksi.
- Penjualan Lebih Tinggi – Model ini meningkatkan tingkat keterikatan (attachment rate) dibandingkan dengan asuransi tradisional.
- Efisiensi Biaya – Mengurangi biaya distribusi dan meningkatkan margin keuntungan bagi penyedia asuransi.
- Adaptasi Lebih Cepat – Asuransi dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna secara dinamis menggunakan data real-time.
Tantangan bagi Perusahaan Asuransi Tradisional
Perusahaan asuransi lama menghadapi tantangan besar karena sistem IT mereka yang kaku dan tidak fleksibel. Mereka masih mengandalkan agen atau broker untuk distribusi, sementara perusahaan teknologi asuransi yang lebih modern sudah mengandalkan API dan data analytics untuk menawarkan produk yang lebih kompetitif.
Model Bisnis Embedded Insurance
Perusahaan asuransi yang ingin masuk ke embedded insurance bisa memilih dua model utama:
- Pure Risk Carrier dengan Outsourced MGA – Perusahaan asuransi hanya berfokus pada underwriting dan analisis risiko, sementara mitra (Managing General Agent/MGA) menangani interaksi dengan pelanggan dan distribusi produk.
- MGA dan Risk Carrier Sekaligus – Perusahaan asuransi mengelola teknologi dan produk sendiri, memberikan kontrol penuh atas harga, distribusi, dan risiko. Model ini lebih kompleks tetapi menawarkan keuntungan lebih besar.
Langkah Membangun Sistem Embedded Insurance yang Efektif
Agar sukses dalam embedded insurance, perusahaan asuransi harus membangun sistem IT yang fleksibel dan tangguh. Berikut beberapa aspek penting:
- Integrasi dengan Mitra – Sistem harus memiliki API yang mudah digunakan untuk bekerja sama dengan platform lain.
- Modularitas Produk – Asuransi harus dapat dikonfigurasi tanpa perlu mengubah kode besar.
- Efisiensi Proses – Otomatisasi dalam klaim dan underwriting mempercepat layanan.
- Keamanan dan Kepatuhan – Sistem harus mengikuti regulasi dan memastikan keamanan data pelanggan.
Membangun atau Membeli Sistem?
Perusahaan harus memutuskan apakah akan membangun sistem sendiri, membeli dari vendor, atau menggunakan kombinasi keduanya:
- Membeli – Cocok jika ingin cepat masuk ke pasar tanpa biaya pengembangan besar.
- Membangun – Lebih fleksibel dan bisa disesuaikan, tapi memerlukan investasi waktu dan sumber daya.
- Menggunakan Sistem yang Ada – Mengadaptasi teknologi yang sudah tersedia bisa menjadi solusi terbaik antara efisiensi dan fleksibilitas.
Embedded insurance adalah peluang besar bagi industri asuransi untuk meningkatkan penjualan, efisiensi, dan kepuasan pelanggan. Perusahaan asuransi harus segera beradaptasi dengan membangun platform yang fleksibel, mengadopsi teknologi canggih, dan menjalin kemitraan strategis agar tetap kompetitif di era digital.
Artikel ini telah diterbitkan oleh BCG, dengan judul Building a Seamless Tech Framework for Embedded Insurance. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Cara Mudah Menerapkan GRC di Perusahaan
Governance, Risk, and Compliance (GRC) penting untuk kelangsungan bisnis. Dengan aturan yang semakin ketat dan risiko yang terus berkembang, perusahaan perlu sistem GRC yang jelas dan terstruktur.
Langkah-Langkah Implementasi GRC
- Tentukan Tujuan & Ruang Lingkup
Sebelum menerapkan Governance, Risk, and Compliance (GRC), perusahaan perlu memahami alasan di baliknya. Apakah untuk meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi, mengelola risiko, atau memperbaiki tata kelola? Selain itu, tentukan area bisnis yang akan diterapkan agar implementasi lebih terfokus dan efektif. - Dapatkan Dukungan Pimpinan & Bentuk Tim
Keberhasilan GRC sangat bergantung pada dukungan manajemen. Pastikan pimpinan memahami pentingnya sistem ini dan berkomitmen dalam pelaksanaannya. Selain itu, bentuk tim GRC lintas divisi yang bertanggung jawab dalam implementasi dan koordinasi. Sosialisasi kepada seluruh karyawan juga penting agar mereka memahami manfaat dan peran mereka dalam sistem GRC. - Buat Kebijakan & Prosedur yang Jelas
Agar GRC berjalan dengan baik, perusahaan perlu menyusun aturan dan SOP yang terstruktur. Kebijakan yang jelas akan menjadi panduan bagi seluruh karyawan dalam menjalankan tugas mereka sesuai prinsip GRC. Dokumentasi kode etik juga harus tersedia sebagai pedoman perilaku yang harus ditaati. - Kelola Risiko dengan Baik
Identifikasi berbagai risiko yang dapat memengaruhi operasional perusahaan, baik dari segi kepatuhan, finansial, maupun reputasi. Setelah itu, susun strategi mitigasi agar risiko dapat dikendalikan dengan lebih baik dan tidak menghambat bisnis. - Gunakan Teknologi yang Tepat
Pemanfaatan teknologi akan sangat membantu dalam implementasi GRC. Pilih software atau sistem yang dapat memudahkan pengelolaan data, pemantauan kepatuhan, serta pelaporan risiko secara real-time agar prosesnya lebih efisien. - Bangun Budaya Kepatuhan
GRC tidak hanya tentang sistem dan kebijakan, tetapi juga membangun budaya kepatuhan di lingkungan perusahaan. Adakan pelatihan rutin agar karyawan memahami pentingnya GRC dalam pekerjaan mereka. Selain itu, terapkan kebijakan whistleblowing untuk memastikan adanya mekanisme pelaporan jika terjadi pelanggaran. - Pantau & Evaluasi Secara Berkala
Implementasi GRC harus terus dipantau dan dievaluasi agar tetap efektif. Tetapkan Key Performance Indicators (KPI) untuk mengukur keberhasilannya dan lakukan audit rutin guna memastikan kepatuhan serta menyesuaikan strategi sesuai dengan perkembangan bisnis dan regulasi.
Menerapkan GRC adalah langkah strategis untuk bisnis yang lebih kuat dan patuh aturan. Mulai sekarang agar siap menghadapi tantangan di masa depan!
Artikel ini telah diterbitkan oleh CRMS Indonesia, dengan judul Bagaimana Memulai Implementasi GRC di Perusahaan yang Belum Memilikinya?. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Memahami Risiko dan Asuransi dalam Teknologi CCS
Dalam upaya mengurangi emisi karbon, teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) menjadi solusi penting bagi industri yang sulit menghilangkan emisi sepenuhnya. Teknologi ini menangkap CO2 sebelum mencapai atmosfer dan menyimpannya secara aman di bawah tanah. Namun, seperti halnya inovasi lain, CCS juga memiliki tantangan dan risiko yang perlu diperhitungkan, terutama dalam hal regulasi dan asuransi.
Bagaimana Model Bisnis CCS Bekerja?
Sebelumnya, banyak industri melepaskan CO2 tanpa konsekuensi finansial. Namun, dengan komitmen global menuju net-zero, berbagai insentif dan kebijakan mulai diterapkan agar industri dapat menangkap dan menyimpan emisi mereka.
Model bisnis CCS umumnya terdiri dari tiga tahap utama:
- Penangkapan emisi – CO2 dari berbagai industri dikumpulkan dan dikondisikan agar sesuai dengan spesifikasi penyimpanan.
- Transportasi – CO2 yang telah diproses dialirkan melalui pipa, kapal, atau kendaraan khusus menuju lokasi penyimpanan.
- Penyimpanan – CO2 disimpan secara permanen di lapisan geologi bawah tanah.
Risiko dalam Proses CCS
Meskipun teknologi ini menjanjikan, ada beberapa risiko utama yang perlu diperhatikan:
- CO2 di luar spesifikasi
- Jika CO2 mengandung terlalu banyak air, dapat terbentuk asam karbonat yang merusak pipa.
- Kandungan oksigen atau zat lain dalam CO2 dapat menyebabkan ledakan atau kebocoran.
- Jika kualitas CO2 tidak sesuai, seluruh sistem dapat terganggu dan memerlukan biaya besar untuk perbaikan.
- Dampak Lingkungan dan Kesehatan
- Kebocoran CO2 dalam jumlah besar dapat menyebabkan risiko kesehatan bagi manusia dan lingkungan sekitar.
- Pengelolaan dan pemantauan ketat diperlukan agar CO2 tetap tersimpan dengan aman.
Peran Asuransi dalam CCS
Industri asuransi melihat CCS sebagai tantangan baru yang membutuhkan pendekatan khusus. Beberapa tantangan dalam asuransi CCS meliputi:
- Ketidakpastian regulasi dan kontrak – Karena CCS masih berkembang, banyak kontrak yang belum matang sehingga sulit mengukur total risiko dan kewajiban masing-masing pihak.
- Perlindungan terhadap risiko non-kerusakan – Biasanya, asuransi hanya mencakup kerusakan fisik. Namun, dalam CCS, risiko finansial akibat kebocoran atau kegagalan penyimpanan juga harus diperhitungkan.
- Model ekonomi yang kompleks – CCS melibatkan banyak pihak lintas negara dengan regulasi yang berbeda, sehingga asuransi harus dapat mengakomodasi berbagai skenario kerugian.
Teknologi CCS menjadi kunci dalam transisi energi bersih, tetapi memiliki risiko yang perlu dimitigasi dengan baik. Asuransi berperan penting dalam memberikan perlindungan finansial bagi perusahaan yang mengadopsi CCS. Dengan memahami risiko dan menyesuaikan solusi asuransi, industri dapat memanfaatkan CCS dengan lebih aman dan berkelanjutan.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Marsh, dengan judul Why the Risks Posed by CCS Demand an Adapted Approach from Insurers. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Risiko Geopolitik dan Dampaknya terhadap Pengembalian Investasi
Risiko geopolitik semakin menjadi perhatian bagi para investor dan manajer risiko. Ketidakstabilan politik, kebijakan ekonomi yang berubah-ubah, serta konflik global dapat mempengaruhi keputusan investasi dan tingkat pengembalian yang diharapkan.
Mengapa Risiko Geopolitik Penting?
Dalam dua dekade terakhir, globalisasi telah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mendorong ekspansi investasi ke berbagai negara. Namun, semakin luasnya cakupan investasi juga membawa risiko tambahan.
Beberapa sektor, seperti minyak, gas, dan logam mulia, sangat rentan terhadap ketidakstabilan politik dan perubahan kebijakan ekonomi. Jika sebuah negara mengalami konflik politik atau perubahan regulasi mendadak, investasi di sektor tersebut bisa terkena dampak besar. Oleh karena itu, memahami dan mengelola risiko geopolitik menjadi kunci dalam pengambilan keputusan investasi.
Cara Mengukur Risiko Geopolitik
Menilai risiko geopolitik bukan perkara mudah karena banyak faktor yang berperan, antara lain:
- Ketidakstabilan politik: Kualitas kepemimpinan, kekuatan legislatif, konflik internal, kebebasan pers, korupsi, dan ketegangan sosial.
- Ketidakpastian ekonomi: Rasio utang, inflasi, ketimpangan pendapatan, dan ketergantungan terhadap sumber daya tertentu.
Untuk menganalisis risiko geopolitik, investor menggunakan data dari berbagai sumber seperti IMF, Bank Dunia, dan lembaga pemeringkat kredit. Karena data dari masing-masing sumber bisa berbeda, metode yang sering digunakan adalah merata-ratakan nilai dari berbagai referensi agar hasilnya lebih objektif.
Risiko dan Pengaruhnya terhadap Pengembalian Investasi
Untuk memahami dampak risiko geopolitik terhadap investasi, digunakan konsep Risk-Adjusted Return on Investment (RARoI), yang memperhitungkan:
- Return on Investment (ROI): Tingkat pengembalian yang dihasilkan oleh investasi di suatu negara.
- Tingkat pengembalian bebas risiko: Contohnya adalah imbal hasil obligasi AS, yang sering dijadikan acuan.
Sebagai contoh, ROI sebesar 20% di AS dianggap relatif aman karena stabilitas ekonominya. Namun, investasi di negara dengan risiko tinggi seperti Zambia mungkin memerlukan premi risiko tambahan sebesar 25%, sehingga total RARoI menjadi 45%. Sebaliknya, investasi di negara yang lebih stabil seperti Swiss bisa memiliki RARoI hanya 17% karena risikonya lebih rendah.
Contoh Kasus Nyata
Beberapa kejadian nyata menunjukkan bagaimana risiko geopolitik dapat mempengaruhi investasi:
- Tambang Tembaga Cobre di Panama: Ditutup paksa pada 2023 akibat kebijakan pemerintah, menyebabkan kerugian besar bagi investor. Hal ini menunjukkan pentingnya mempertimbangkan premi risiko dalam investasi di sektor pertambangan.
- Investasi Private Equity di Rusia: Awalnya menghasilkan 28% per tahun, tetapi akhirnya jatuh menjadi nol setelah dua tahun akibat ketidakstabilan geopolitik dan sanksi ekonomi.
Risiko geopolitik memiliki dampak signifikan terhadap pengembalian investasi, terutama di sektor yang membutuhkan modal besar seperti sumber daya alam dan infrastruktur. Investor harus mempertimbangkan faktor geopolitik dalam setiap keputusan investasi agar dapat memitigasi risiko dan mengoptimalkan keuntungan.
Dengan analisis yang tepat, risiko geopolitik bisa dikelola dengan lebih baik, sehingga investasi tetap menguntungkan meskipun di lingkungan yang penuh ketidakpastian.
Artikel ini telah diterbitkan oleh PRMIA, dengan judul Geo-political Risk-adjusted Returns on Investment.
Mengapa Membangun Budaya Risiko adalah Investasi Terbaik di 2025
Saat organisasi menghadapi tantangan yang semakin kompleks, seperti ketidakpastian geopolitik dan ancaman siber, budaya risiko yang kuat menjadi kunci ketahanan dan kesuksesan jangka panjang. Memasuki 2025, investasi dalam budaya risiko akan menjadi strategi penting bagi perusahaan untuk menghadapi ketidakpastian dengan lebih efektif.
Apa Itu Budaya Risiko?
Budaya risiko mencakup nilai, keyakinan, dan perilaku yang menentukan bagaimana suatu organisasi mengenali, menilai, dan merespons risiko. Ini bukan sekadar kebijakan tertulis, tetapi bagian dari tindakan sehari-hari karyawan dan pemimpin di semua tingkatan organisasi.
Pentingnya Budaya Risiko
- Meningkatkan Pengambilan Keputusan
Karyawan yang memahami risiko dapat mengambil keputusan yang lebih tepat dan proaktif. - Membangun Kepercayaan Stakeholder
Transparansi dan konsistensi dalam manajemen risiko meningkatkan kepercayaan investor, klien, dan regulator. - Menghadapi Ketidakpastian
Organisasi dengan budaya risiko yang baik lebih siap menghadapi gangguan dan memastikan kelangsungan operasional.
Dampak Buruk Jika Budaya Risiko Diabaikan
Tanpa budaya risiko yang kuat, perusahaan bisa mengalami kegagalan besar. Contohnya, skandal Cambridge Analytica menunjukkan bagaimana kurangnya kesadaran risiko dapat merusak reputasi dan kepercayaan publik. Sebuah survei tahun 2023 dari PwC menemukan bahwa 79% CEO global menganggap budaya risiko sebagai faktor utama kesuksesan organisasi, tetapi hanya 45% yang merasa sudah mengintegrasikannya dengan baik.
Cara Membangun Budaya Risiko yang Kuat
- Komitmen Kepemimpinan: Pemimpin harus menjadi teladan dalam kesadaran risiko dan transparansi.
- Keterlibatan Karyawan: Pelatihan, komunikasi terbuka, dan penghargaan atas keputusan berbasis risiko meningkatkan partisipasi.
- Integrasi dalam Proses: Gunakan alat seperti dasbor risiko dan analitik untuk membantu visualisasi dan pengelolaan risiko.
- Evaluasi dan Adaptasi Berkelanjutan: Budaya risiko harus terus diperbarui agar tetap relevan dengan tantangan baru.
Masa Depan Budaya Risiko di 2025
Di masa depan, teknologi seperti analitik prediktif dan AI akan semakin membantu organisasi dalam membangun budaya risiko. Namun, teknologi saja tidak cukup tanpa pendekatan yang menekankan kolaborasi, etika, dan akuntabilitas bersama.
Investasi dalam budaya risiko adalah investasi untuk masa depan. Ini membantu organisasi menjadi lebih lincah, berinovasi dengan aman, dan membangun kepercayaan di tengah pengawasan yang semakin ketat. Dengan fokus pada budaya risiko, 2025 bukan hanya tantangan, tetapi juga peluang untuk membangun ketahanan bisnis yang lebih kuat.
Artikel ini telah diterbitkan oleh ERMA, dengan judul Building a Risk Culture: Why It’s Your Most Important Investment for 2025. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
10 Risiko Terbesar bagi Pemerintah dan Sektor Publik di 2025
Mengelola risiko di sektor pemerintah pada tahun 2025 menjadi semakin menantang. Dengan ketidakpastian global, meningkatnya ketidakpercayaan publik, dan keterbatasan anggaran, pemimpin sektor publik harus mengambil langkah-langkah strategis untuk mengantisipasi ancaman. Pendekatan manajemen risiko yang terintegrasi dapat membantu pemerintah menghadapi tantangan ini dan membangun kembali kepercayaan masyarakat.
10 Risiko Terbesar bagi Pemerintah dan Sektor Publik di 2025
Berikut adalah 10 risiko terbesar yang akan dihadapi sektor publik pada tahun 2025:
- Keuangan Publik yang Tidak Berkelanjutan
Utang publik global meningkat drastis akibat pengeluaran besar untuk pemulihan ekonomi. Suku bunga tinggi memperburuk situasi, membatasi investasi dalam infrastruktur dan layanan publik. Pemerintah harus menetapkan prioritas pengeluaran berdasarkan dampak jangka panjang dan efisiensi penggunaan dana publik. - Pertumbuhan Ekonomi yang Lemah
Meskipun data ekonomi menunjukkan pertumbuhan, banyak masyarakat tetap mengalami kesulitan ekonomi. Faktor seperti tarif perdagangan, populasi yang menua, dan dampak perubahan iklim memperlambat pertumbuhan. Investasi dalam energi hijau dan pengukuran ekonomi alternatif selain PDB dapat membantu menciptakan pertumbuhan yang lebih inklusif. - Kekurangan Tenaga Kerja dan Pekerjaan Informal
Kekurangan tenaga kerja semakin nyata, sementara pekerjaan informal terus meningkat. Ini mengancam pertumbuhan ekonomi dan stabilitas pajak. Pemerintah harus mendorong pendidikan, pelatihan ulang, dan kolaborasi dengan sektor swasta untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja. - Kurangnya Kapasitas Digital dan Keamanan Siber
Infrastruktur teknologi yang usang dan sistem yang terfragmentasi membuat sektor publik rentan terhadap serangan siber. Dengan perkembangan AI dan komputasi kuantum, pemerintah harus memperkuat keamanan digital, melatih tenaga kerja dalam keamanan siber, dan meningkatkan integrasi data. - Ketidakmampuan Beradaptasi dengan Lanskap Geopolitik Baru
Ketegangan politik global semakin meningkat, mempengaruhi kebijakan perdagangan dan hubungan internasional. Diplomasi yang kuat dan analisis data yang mendalam akan membantu pemerintah mengantisipasi dan merespons perubahan geopolitik dengan lebih baik. - Kurangnya Transparansi dalam Rantai Pasok
Krisis rantai pasok masih menjadi ancaman besar. Pemerintah perlu meningkatkan teknologi pemantauan dan menerapkan sistem yang lebih transparan agar dapat mengelola risiko lebih efektif. - Ketahanan Karyawan yang Rendah dalam Sektor Publik
Beban kerja yang tinggi dan ketidakpastian politik menyebabkan penurunan motivasi pegawai sektor publik. Pemerintah harus mengoptimalkan penggunaan teknologi, memberikan insentif yang menarik, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih fleksibel dan inovatif. - Kesenjangan Antara Ambisi dan Aksi dalam Perubahan Iklim
Banyak kebijakan iklim telah dibuat, tetapi pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Pemerintah perlu mengambil langkah konkret seperti mengajukan komitmen lingkungan yang lebih ambisius dan meningkatkan investasi dalam infrastruktur hijau. - Keamanan Sosial dan Ketahanan Masyarakat yang Menurun
Ketidakpercayaan terhadap institusi pemerintah meningkat, sementara ketimpangan sosial semakin melebar. Pemerintah harus meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan dan memperkuat layanan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. - Infrastruktur Publik yang Tidak Siap Menghadapi Krisis
Infrastruktur yang tidak memadai membuat banyak negara sulit menghadapi bencana alam, perubahan iklim, dan ancaman lainnya. Pemerintah harus mengalokasikan dana untuk memperkuat ketahanan infrastruktur dan sistem darurat.
Meskipun risiko di tahun 2025 sangat kompleks, ada peluang bagi pemerintah untuk memperbaiki layanan dan membangun kepercayaan publik. Dengan kepemimpinan yang berani dan inovatif, serta manajemen risiko yang terintegrasi, sektor publik dapat menghadapi tantangan ini dengan lebih baik. Mengambil langkah strategis sejak sekarang akan membantu menciptakan masyarakat yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Artikel ini telah diterbitkan oleh EY, dengan judul Top 10 Risks for The Government and Public Sector in 2025. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.