Penulis: Dr. Siti Jahroh, QCRO
Dosen Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (SB-IPB)
Hari ini bersama beberapa teman saya pergi ke Kebun Raya Bogor. Kami ingin melihat bunga bangkai yang sedang berkembang. Memasuki Kebun Raya Bogor rasanya seperti memasuki dunia lain, karena dengan pohon-pohon tua yang rindang serasa tidak percaya ada di tengah Kota Bogor. Saat masuk kami bertanya dimana bunga bangkai yang sedang mekar. Petugas tiket memberi arahan, kemudian kami berusaha menemukan dengan bertanya pada beberapa petugas kebersihan yang kami lewati. Kami melihat ada pohon besar yang tumbang, pohon yang mungkin sudah berumur puluhan atau mungkin lebih dari seratus tahun. Kemudian terlihat juga tulisan hati-hati rawan pohon tumbang. Akhirnya, kami sampai pada lokasi bunga bangkai juga, tidak ada petunjuk bahwa ada bunga bangkai yang sedang mekar memang agak menyulitkan untuk mencapainya.
Saat melihat pohon besar tumbang, tulisan rawan pohon atau dahan tumbang dan juga petunjuk bunga bangkai mekar membuat saya teringat mengenai manajemen risiko. Saya kemudian browsing di internet bagaimana kejadian pohon tumbang di Kebun Raya, ternyata terdapat berita beberapa tahun lalu ada yang meninggal karena tertimpa pohon tumbang. Adanya peristiwa pohon tumbang lalu ada yang tertimpa dan meninggal, apa dampak kerugiannya? Berapa besar kemungkinannya? Adanya bunga bangkai yang mekar dalam beberapa tahun sekali atau bahkan puluhan tahun sekali, bagaimana peluang untuk mendatangkan pengunjung dan meningkatkan pemasukan? Beberapa pertanyaan tersebut muncul dalam pikiran saya.
Tujuan dari manajemen risiko adalah menciptakan dan melindungi nilai, bisa dengan menangkap peluang maupun dengan mengurangi dampak kerugian. Salah satu dari prinsip manajemen risiko adalah “inklusif”. Dalam ISO 31000:2018, dalam prinsip inklusif menyebutkan “Pelibatan yang sesuai dan tepat waktu dari pemangku kepentingan memungkinkan pengetahuan, pandangan, dan persepsi mereka untuk dipertimbangkan. Ini menghasilkan peningkatan kesadaran dan manajemen risiko terinformasi.” Terdapat kata penting “pelibatan” atau melibatkan dari kata inklusif yang kemudian menimbulkan pertanyaan siapa yang dilibatkan, sehingga muncul kata “pemangku kepentingan” sebagai pihak yang dilibatkan. Dengan kata lain, prinsip inklusif melibatkan para pemangku kepentingan dalam mempertimbangkan dan menentukan kriteria risiko serta pengambilan keputusan dalam organisasi. Sehingga manajemen risiko yang dilakukan organisasi akan tetap relevan dan mutakhir serta menghasilkan kesadaran dan terinformasikannya manajemen risiko pada semua pihak.
Siapa yang bisa disebut sebagai stakeholder atau pemangku kepentingan? Secara umum, pemangku kepentingan adalah semua pihak yang memiliki kepentingan dan hubungan dengan suatu organisasi atau perusahaan atau isu tertentu yang menjadi topik. Dalam dunia bisnis, pemangku kepentingan umumnya dibagi menjadi dua, internal dan eksternal. Pemangku kepentingan internal terdiri dari pemegang saham, top eksekutif, manajemen, pegawai dan keluarga pegawai. Pemangku kepentingan eksternal terdiri dari konsumen, penyalur, pemasok, bank, pemerintah, pesaing, komunitas dan pers.
Kembali ke cerita bunga bangkai yang langka, seandainya kita menjadi pengelola kebun raya bagaimana kita melaksanakan manajemen risiko dalam mencapai tujuan atau sasaran organisasi dalam menerapkan prinsip “inklusif”. Pemangku pementingan internal terdiri dari pimpinan, manajemen, hingga pegawai yang berhubungan langsung dengan pengunjung atau konsumen. Masing-masing bertanggung jawab untuk risiko, kontrol dan memastikan informasi akurat dan terbaru. Pimpinan bertanggung jawab atas daftar risiko yang harus terus diupdate pada periode yang telah ditentukan, setiap pemangku kepentingan internal dilibatkan untuk berkontribusi sesuai dengan pengetahuan dan keahliannya pada proses penilaian risiko ketika pengambilan keputusan. Di sisi lain, pemangku kepentingan eksternal juga perlu dipertimbangkan dalam proses manajemen risiko, seperti pemerintah, lembaga lain di sekitar kebun, kelompok masyarakat dan pers. Sehingga, seandainya terjadi peristiwa pohon tumbang, sudah diperhitungkan seberapa besar kemungkinan dan dampaknya serta bagaimana penanganannya.
Akhir kata, manajemen risiko semestinya melibatkan pemangku kepentingan internal dan eksternal, sehingga mereka dapat berkontribusi dalam proses komunikasi dan konsultasi serta pemantauan dan peninjauan. Dengan demikian, tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik.