Penulis: Dr. Antonius Alijoyo, ERMCP, CERG
Ketua IRMAPA
Ketua Komite Teknis 03-10: Tata Kelola, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan – Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia.
Kedua terminologi di atas sering rancu digunakan dan kadang kala dianggap sama. Sejatinya kedua terminologi tersebut memiliki esensi berbeda, tetapi sangat dekat keterkaitannya.

Risiko regulasi adalah risiko yang disebabkan adanya perubahan dalam regulasi dan hukum (law) misal Undang-Undang, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, dan peraturan otoritas yang relevan yang mempengaruhi suatu industri atau sektor bisnis tertentu. Perubahan dalam regulasi dapat membuat perubahan persyaratan aturan yang signifikan terhadap kerangka dan proses kerja suatu industri, misal perubahan proses bisnis yang membuat berubahnya struktur biaya secara fundamental.

Suatu industri dianggap memiliki potensi risiko regulasi tinggi, bila ada banyak perubahan regulasi dan hukum dalam industri tersebut yang dapat membuat organisasi gagal dalam capaian sasarannya karena tidak dapat mengantisipasinya dan / atau tidak dapat cepat menyesuaikan diri untuk melakukan perubahan proses bisnis mereka.

Di sisi lain, bila kita berbicara tentang terminologi ‘legal’, maka lawan dari kata tersebut adalah ‘ilegal’. Suatu fenomena disebut legal atau ilegal harus dipahami dalam kerangka hukum suatu negara di mana industri dan / atau organisasi kita berdomisili dan / atau beroperasi.

Arti ‘hukum’ sendiri merujuk pada sistem aturan di suatu negara yang diterima sebagai dasar pengaturan untuk semua dan / atau setiap perbuatan atau aksi penduduknya yang diperkuat / dipastikan dengan adanya pemaksaan hukuman bagi pelanggar. Ilegal adalah sesuatu yang bertentangan atau dilarang oleh hukum yang berlaku.

Oleh karena itu, sebagai lawan kata, suatu perbuatan atau aksi dikatakan legal bila perbuatan / aksi tersebut diperbolehkan oleh hukum yang berlaku.

Dalam konteks manajemen risiko, dapat terjadi situasi di mana perbuatan / aksi korporasi yang tadinya legal bisa menjadi ilegal bila ada perubahan regulasi, dan organisasi tersebut gagal melakukan penyesuaian yang diperlukan, sehingga mereka tetap melakukan aktivitas yang sama (yang tadinya legal, dan kemudian menjadi ilegal).

Menghindari hal di atas terjadi, praktisi manajemen risiko perlu memastikan adanya kompetensi internal untuk mampu melakukan proses manajemen risiko regulasi sedemikian rupa sehingga organisasi mereka dapat terhindar untuk terekspos dalam risiko legal yang sebetulnya tidak perlu dihadapi, misal berperkara dalam pengadilan karena dianggap melakukan tindakan aksi ilegal yang tidak disadari sebelumnya.

Mudah-mudahan artikel ini bermanfaat.