Penulis: Andiro Pratomo Wibowo

Editor: Aprilia Kumala

Selasa lalu, 19 April 2022, IRMAPA menggelar webinar bertema “Pengawasan Intern Berbasis Risiko: Peluang dan Tantangan di Sektor Publik”. Dilaksanakan secara daring, acara ini diisi dengan arahan langsung dari Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Dr. Muhammad Yusuf Ateh, Ak., MBA., CSFA., CGCAE. dan Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi   Agustina Arumsari, Ak., M.H., CFE., CFrA., CA., QIA., CGCAE.

Charles R. Vorst: Peningkatan Kompetensi APIP Dibutuhkan

Ketua Umum IRMAPA, Charles R. Vorst, membuka pertemuan ini dengan menyebutkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020 hingga 2024 telah mengamanatkan indeks manajemen risiko pada instansi pemerintah, kementerian, lembaga, dan daerah untuk dapat berada di level 3. Keadaan tersebut menunjukkan pentingnya manajemen risiko untuk dijalankan secara serius oleh instansi pemerintah, terlebih didukung dengan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) internal yang memadai.

Sebagai asosiasi profesi manajemen risiko lintas sektor dan industri di Indonesia, IRMAPA menaruh perhatian besar untuk berkontribusi melalui inisiatif-inisiatif peningkatan SDM dan kualitas praktik manajemen risiko yang dijalankan, termasuk di sektor publik

Muhammad Yusuf Ateh: Pengelolaan Risiko untuk Meningkatkan Pencapaian Tujuan Organisasi

Dalam pemaparannya, Yusuf Ateh menjelaskan bahwa sektor publik di Indonesia semakin dinamis dan telah menghadapi tantangan tersendiri, terutama dalam 2-3 tahun belakangan ini. Anggaran negara yang disiapkan bahkan mencapai sekitar 2.708,7 triliun rupiah dalam APBN dan 1.196,44 triliun rupiah untuk daerah.

Tingginya ketidakpastian dan dinamisnya perubahan lingkungan strategis sektor publik menyebabkan manajemen membutuhkan bantuan dalam meningkatkan ketercapaian tujuan. Setidaknya ada tiga kebutuhan utama manajemen dalam menjawab tantangan pengelolaan sektor publik:

  1. Pengawalan atas pelaksanaan program/kegiatan pemerintah untuk memastikan efektivitas delivery,
  2. Feedback/informasi yang relevan dan bernilai dalam mengambil kebijakan yang selalu berubah, dan
  3. Memastikan tindak kecurangan yang lolos dari pengendalian internal dapat segera terdeteksi dan ditangani.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan peluang bagi pengawas intern untuk mengoptimalkan value yang dihasilkan, yaitu melalui pelaksaaan kegiatan assurance yang tepat sasaran, efektif, dan efisien, insights untuk kebutuhan penyempurnaan langkah kebijakan, serta fraud detection guna mendukung pencegahan kecurangan di sektor publik. Bersama dengan peluang, sejumlah tantangan juga harus dihadapi dalam pengawasan intern berbasis risiko. Tantangan ini meliputi jangkauan pengawasan, kecepatan, relevansi pengawasan intern, tailored reporting, manajemen sumber daya audit, dan personil yang kompeten.

Untuk menjawab seluruh tantangan, pengawasan intern berbasis risiko harus dibarengi dengan peningkatan kualitas di beberapa area. Termasuk di antaranya adalah terkait transformasi pendekatan pengawasan dengan perencanaan, sumber daya manusia, adopsi Teknologi Informasi (TI), dan peningkatan peran tiga lini.

Pada akhir pemaparannya, Yusuf Ateh menengaskan bahwa ketika tantangan dan risiko meningkat di sektor publik, pengendalian intern perlu diinstruksikan untuk mengawasi manajemen risiko yang dimiliki organisasi, Pengendalian intern berbasis risiko memastikan bahwa risiko terbesar dikelola dengan baik sehingga meningkatkan pencapaian tujuan organisasi.

Agustina Arumsari: Tidak Ada yang Bisa Menangani Korupsi Sendiri

Sesi ini membahas lebih lanjut mengenai peningkatan kapabilitas bidang investigasi bagi Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP). Pemaparan dilakukan dengan bantuan Auditor BPKP Ide Juang Humantito.

Pengendalian risiko korupsi harus melibatkan aksi kolaborasi karena “tidak ada instansi yang bisa menangani korupsi sendiri,” demikian jelasnya. Oleh karena itu, terdapat 4 strategi pengendalian risiko korupsi dalam pengelolaan keuangan dan penyelenggaraan pembangunan nasional. Strategi-strategi yang dimaksud adalah kolaborasi aparat penegak hukum (APH), transformasi digital penugasan bidang investigasi (PBI), pengembangan metodologi PBI, dan peningkatan kapabilitas APIP bidang investigasi. Terkait pengembangan metodologi pengawasan bidang investigasi, ada sejumlah perubahan yang diharapkan bergerak ke arah yang lebih baik, yaitu pada aspek budaya, manusia, dan sistem.

Menanggapi pertanyaan seorang peserta webinar mengenai tindak korupsi yang masih marak sampai saat ini meski penanggulangannya telah dilakukan bertahun-tahun, dijelaskan bahwa hal ini merupakan sebab kurangnya keterpaduan antarstrategi. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan berkolaborasi dengan tujuan edukasi, preventif, dan represif,

Sesi ini juga menjawab pertanyaan mengenai pemilihan metodologi yang digunakan dalam investigasi tanpa mengesampingkan metode lain. Hal ini rupanya dilakukan dengan mempertimbangkan modus dan mencari tahu proses bisnis yang sedang dilakukan serta letak fraud yang terjadi. Di Indonesia sendiri, investigasi tindak pidana korupsi telah berjalan canggih dengan basis TI, meski ada yang masih menggunakan cara manual di beberapa lokasi, yaitu dengan proses pencarian orang.

Gambar 1. Penyampaian keynote dan arahan oleh Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Bapak Dr. Moh. Yusuf Ateh, MBA., Ak

Gambar 2. Penyampaian materi oleh Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Ibu Agustina Arumsari Ak., M.H.

Gambar 3. Penyampaian materi oleh Koordinator Pengelolaan dan Pengembangan Informasi Pengawasan Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Bapak Ide Juang