Penulis: Stefiany Norimarna | Program Director | CRMS Indonesia
Indonesia Risk Management Professional Association (IRMAPA) dan Center for Risk Management Studies (CRMS) Indonesia mengadakan Roundtable Discussion dengan tema “POJK 51 dan Implikasinya Terhadap Praktik Manajemen Risiko di Perusahaan” pada tanggal 31 Januari 2018. Acara yang digelar di Auditorium Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi (STMA) Triksakti, Jakarta ini dihadiri sekira 100 peserta dari 44 perusahaan.
Diskusi ini dipicu oleh terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik pada pertengahan tahun lalu.
POJK ini dirilis dalam rangka mewujudkan sistem keuangan yang menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan. Ini upaya untuk mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup, termasuk kebijakan peduli sosial dan lingkungan hidup di industri jasa keuangan/IJK (perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non-bank).
Kemunculan POJK ini dilatarbelakangi oleh adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Juga terdapat tantangan pemenuhan komitmen Indonesia dalam sustainable development goals dan meningkatnya eksposur risiko terkait lingkungan hidup dan sosial terhadap stabilitas sistem keuangan.
Sebagai implikasi dari POJK ini, Lembaga Jasa Keuangan (LJK) wajib menyusu rencana aksi keuangan berkelanjutan (RAKB) berdasarkan prioritas. Salah satu prioritas adalah penyesuaian organisasi, manajemen risiko, tata kelola, dan/atau standar prosedur operasional (SPO).
Diskusi menghadirkan tiga pembicara yakni Rochma Hidayati (OJK), Ariyanti Suliyanto (IRMAPA), dan Chrisna Pranoto (PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk). Acara diskusi dimoderatori oleh Troy Steve Kipuw.
Rochma memaparkan implikasi penerapan POJK 51 dari sudut pandang regulasi, terutama mengenai apa saja yang diharapkan oleh OJK terkait penyampaian RAKB, laporan berkelanjutan, serta implikasinya terhadap manajemen risiko. “Salah satu implikasi POJK 51 adalah perlunya peningkatan kapasitas intern terkait penerapan manajemen risiko yang memperhatikan aspek social dan lingkungan hidup,” ujar Kepala Bagian di Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan ini.
“Diperlukan peran aktif dari para akademisi dalam bentuk pendidikan, penilitian, dan pengabdian kepada masyarakat melalui kerjasama dengan lembaga jasa keuangan,” ujar Ariyanti yang juga Ketua STMA Trisakti ini.
Sedangkan Chrisna memaparkan implikasi penerapan POJK 51 dari sudut pandang LJK. Dia
memaparkan implementasi penerapan keuangan berkelanjutan di Bank Mandiri.
***