Penulis: Dr. Heti Mulyati, MT, QRGP
Dosen Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB University
Anggota tim Manajemen Risiko, IPB University
E-mail: heti@apps.ipb.ac.id

Lingkungan yang Volatile, Uncertain, Complex, dan Ambiguous (VUCA) tidak bisa dihindari oleh setiap organisasi saat ini.  “Fast-Changing World” dengan berbagai risiko, perlu disikapi dengan pengelolaan organisasi yang sistemik dan komprehensif. Salah satunya melalui manajemen risiko.

Manajemen risiko merupakan suatu proses perencanaan; identifikasi; analisis dengan pendekatan kualitatif, semi-kuantitatif, dan kuantitatif; mitigasi; monitoring dan pengendalian risiko.  Tujuannya adalah untuk meningkatkan nilai bagi organisasi baik yang bersifat tangible maupun intangible. Salah satu prinsip manajemen risiko adalah perbaikan yang berkelanjutan (continuous improvement). Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas.

Pada kehidupan sehari-hari , setiap individu diharapkan dapat mengevaluasi kegiatan yang dilakukan setiap harinya. Apakah aktifitas yang dilakukan pada hari tersebut sudah sesuai dengan rencana? Apakah ada peningkatan kinerja dari hari sebelumnya? Bagaimana merencanakan kegiatan di esok harinya supaya lebih baik dari hari ini.

 

Perbaikan yang Berkelanjutan?

Perbaikan yang dilakukan organisasi bersifat terus menerus, konstan, dan reguler dengan melibatkan seluruh elemen organisasi di berbagai tingkatan. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi pemborosan dan variasi; menyederhanakan proses bisnis, meningkatkan kualitas dan kinerja organisasi. Harapannya dapat menimbulkan lingkungan yang kondusif untuk berinovasi, meningkatkan kreatifitas, dan meraih keunggulan bersaing.

Perbaikan yang berkelanjutan dikembangkan oleh salah satu ahli manajemen mutu, Edward Deming, sekitar tahun 1950. Konsep tersebut diperkenalkan bersamaan dengan Total Quality Management. Secara histori, perbaikan yang berkelanjutan dilaksanakan oleh perusahaan sekiatar abad ke-18, dimana para pimpinan melakukan perbaikan terhadap pekerja (employee-driven improvements) dan program insentif sehingga mampu merubah organisasi ke arah yang lebih baik. Selanjutnya pada awal abad ke-19, muncul revolusi industri yang menekankan pada sains manajemen. Pengembangan berbagai metode dilakukan untuk membantu para manajer menganalisis dan mengatasi permasalahan, khususnya di bidang produksi dengan pendekatan saintifik. Ketika perang dunia II, Amerika Serikat meluncurkan program “Training within industry” untuk meningkatkan produktifitas. Salah satu aktifitasnya adalah perbaikan berkelanjutan. Program tersebut kemudian diperkenalkan oleh Deming, Juran, dan Gilbreth di Jepang, dan berkembang lebih luas. Kaizen merupakan terminologi perbaikan berkesinambungan yang terkenal di Jepang

 

Perbaikan Berkelanjutan dalam Manajemen Risiko

Prinsip dalam SNIISO31000 adalah perbaikan berkelanjutan.  Menurut ISO31000,  manajemen risiko diperbaiki secara berkelanjutan melalui pelajaran dan pengalaman. Lebih lanjut disampaikan dalam dokumen tersebut bahwa “organisasi sebaiknya secara sinambung meningkatkan kesesuaian, kecukupan, dan efektivitas kerangka kerja manajemen risiko, serta bagaimana proses manajemen risiko diintegrasikan”.

Perbaikan berkelanjutan merupakan prinsip yang meningkatkan efektifitas kerja manajemen risiko. Perbaikan yang dilakukan secara konsisten adalah suatu siklus berkesinambungan dengan menerapkan metode PDCA (Plan Do Check Action). Setiap proses dievaluasi apakah sudah sesuai dengan tujuan organisasi?.  Perbaikan dilakukan terhadap hal-hal kritis yang tidak sesuai dengan rencana. Hal ini dilakukan secara periodik dan konsisten.

Perbaikan berkesinambungan dapat dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu manajemen, grup dan individu. Pada tingkatan manajemen, implikasi perbaikan pada strategi organisasi. Level kelompok mencakup pekerjaan penyelesaian permasalahan pada skala yang lebih luas. Sedangkan pada level individu, perbaikan berupa pekerjaaan rutin sehari-hari. Setiap pimpinan perlu mengevaluasi organisasinya dengan membuat program monitoring dan evaluasi. Berbagai teknik perbaikan (problem-solving tools) banyak dikembangkan  seperti six sigma, lean manufacturing, work process, penyederhanaan pekerjaan, dan monitoring kinerja.

Apabila perbaikan dilakukan secara berkesinambungan, maka ciri-cirinya antara lain: 1) setiap individu menunjukkan kesadaran dan pemahaman terhadap visi, misi dan tujuan organisasi; 2) para karyawab menggunakan tujuan strategis organisasi untuk fokus memprioritaskan aktifitas perbaikan, 3) pekerjaan berbasis team work dikembangkan; 4) penilaian risiko yang terus menerus terhadap organisasi; 5) setiap level manajemen berkomitmen aktif untuk melakukan perbaikan secara kontinue; 6)  Karyawan belajar dari pengalaman dirinya sendiri dan orang lain, baik yang positif maupun negatif; 7) Pembelajaran individu maupun kelompok dikembangkan. Pada akhirnya perbaikan ini bisa menjadi budaya dalam organisasi, sehingga pengmailan keputusan lebih efisien dan efektif.

Akhir kata, perbaikan sebaiknya dilakukan dari hal-hal yang kecil secara bertahap, dimulai dari setiap individu yang dilakukan konsisten. Ada pepatah mengatakan “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan besok harus lebih baik dari hari ini”. Itulah perbaikan yang berkesinambungan!.  Organisasi berusaha menjadi lebih baik dan lebih baik ke depannya sehingga mampu meraih keunggulan bersaing.