Penulis:
Dr. Antonius Alijoyo
Ketua IRMAPA dan Ketua Komite Teknis 03-10 Tata Kelola, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan – Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia.
Di penghujung tahun 2018, Bursa Efek Indonesia (BEI) menghapuskan keharusan adanya direktur independen dalam jajaran direksi emiten. Alasannya, perwakilan pihak independen (yang tidak memiliki hubungan dengan pemegang saham utama perusahaan) sudah diwakili oleh komisaris independen.
Pernyataan di atas mengisyaratkan adanya tuntutan bagi komisaris independen untuk lebih efektif lagi dalam menjalankan fungsinya sebagai penyeimbang dalam proses pengambilan keputusan di tingkat organ pengurus korporasi, yaitu direksi dan dewan komisaris.
Hal ini menimbulkan satu pertanyaan mendasar yaitu bagaimana komisaris independen benar-benar dapat menjadi penyeimbang bila mereka tidak terlibat dalam keputusan eksekutif direksi? Keberadaan mereka yang hanya di dewan komisaris dan akan terbatas pada pengambilan keputusan yang bersifat pemberian nasihat dan pengawasan terhadap direksi, menjadi tantangan tersendiri.
Berdasarkan observasi dan juga pengalaman penulis sebagai komisaris independen di beberapa organisasi, tantangan tersebut hanya mungkin dapat terjawab dan tertangani dengan baik bila ada sistem tata kelola (govenansi) yang baik, sistem manajemen risiko yang terintegrasi (enterprise risk management), dan sistem manajemen kepatuhan yang terstruktur, disiplin dan komprehensif. Ketiga sistem tersebut sejatinya dipraktikkan secara terpadu oleh perusahaan dan sering disebut dengan sistem GRC (Governance, Risk Management, and Compliance).
Karena sistem GRC hanya berjalan bila organ pengurus korporasi memiliki kompetensi di tiga bidang tersebut, perlu pemikiran dan inisiatif untuk mempertimbangkan keharusan sertifikasi kompetensi GRC bagi semua anggota direksi dan dewan komisaris emiten, terutama bagi komisaris independen. Sertifikasi kompetensi dapat diambil terpisah: sertifikasi tata kelola, sertifikasi manajemen risiko, dan sertifikasi kepatuhan, ataupun dapat diambil langsung secara terpadu.
Sebagai contoh, sertifikasi kompetensi individual yang dapat diambil oleh anggota direksi dan dewan komisaris emiten termasuk komisaris independen adalah CGOP: Certified Governance Oversight Professional untuk bidang tata kelola, QRGP: Qualified Risk Governance Professional untuk bidang manajemen risiko, dan CCOP: Certified Compliance Oversight Professional (info lebih lanjut: www.lspmks.co.id)
Penekanan diberikan kepada komisaris independen karena mereka diharapkan menjadi katalisator utama sebagai penyeimbang baik antar komisaris di dewan komisaris, maupun antar dewan komisaris dengan direksi, serta antar direksi dan dewan komisaris dengan pemegang saham. Peran mereka dijalankan baik sebagai salah satu anggota dalam pengambilan keputusan dan aksi kolektif dewan komisaris, maupun sebagai ketua komite-komite bentukan dewan komisaris, terutama komite audit dan komite pemantau risiko. Hal ini menjadi semakin krusial bagi emiten pasca Peraturan BEI yang tidak lagi mengharuskan adanya direktur independen dalam kepengurusan direksi mereka.