Penulis: Dr. Antonius Alijoyo, ERMCP, CERG.
Ketua Dewan Pengarah Indonesia Risk Management Professional Association (IRMAPA)
Ketua Komite Teknis 03-10: Tata Kelola, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan – Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia.

 

Menjelang diskusi panel yang diselenggarakan bersama-sama antara PEFINDO Credit Bureau (atau disingkat PCB, www.pefindobirokredit.com) dengan Indonesia Risk Management Professional Association (IRMAPA, www.irmapa.org) dan Center for Risk Management and Sustainability (CRMS Indonesia, www.crmsindonesia.org) pada tanggal 18 Juni 2019 di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), penulis tergerak untuk berbagi pandangan tentang peran PCB bagi komunitas dan sejauh apa implikasi keberadaan mereka dengan relevansi praktik manajemen risiko di tingkat korporasi.
SEKILAS MENGENAI PERAN PEFINDO CREDIT BUREAU (PCB)

PCB atau PT Pefindo Biro Kredit (PBK) adalah lembaga pengelola informasi perkreditan (LPIP) atau biro kredit yang terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

PCB memiliki posisi dan peran strategis dalam industri keuangan nasional, termasuk untuk mengoptimalkan praktik prudent banking dan meningkatkan penerapan prinsip ‘Know Your Customer’ (KYC). Biro kredit juga berperan dalam kenaikan peringkat Indonesia dalam kemudahan berusaha (ease of doing business) sebagaimana tercantum pada Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah RI No.XII tahun 2016.

Produk utama PCB adalah ‘Credit Score’ atau ‘Credit Rating’ yang dapat digunakan oleh perusahaan pemberi pinjaman atau pemberi dukungan dana misal perbankan, perusahaan pembiayaan, dan pegadaian sebagai pertimbangan mereka dalam memberikan pinjaman atau pendanaan yang dibutuhkan oleh klien (atau calon klien) mereka.

‘Credit Score’ atau ‘Credit Rating’ adalah ukuran kelayakan kredit seseorang, berupa angka numerik yang dihitung secara algoritmis berdasarkan informasi yang ada di laporan perkreditan. Credit score digunakan untuk menentukan tingkat kelayakan kredit (credit worthiness) seseorang dan kemampuannya membayar.

PEFINDO Score and Report mudah dipahami dan informatif karena dilengkapi dengan:
– Probability of Default;
– Prediksi peluang gagal bayar 1 tahun ke depan;
– Risk Grade.
IMPLIKASI KEBERADAAN LEMBAGA PENGELOLA INFORMASI PERKREDITAN (LPIP)

Implikasi utama adalah semakin besar peran dan pengaruh kualitas manajemen risiko di suatu organisasi atau di tingkat individu terhadap kelayakan mereka untuk diberikan pendanaan dan atau pinjaman dari Lembaga Jasa Keuangan (LJK).

Selain dipakai untuk basis layak atau tidak layak bagi suatu perusahaan atau individu untuk diberikan pinjaman, ‘credit score’ atau ‘credit rating’ juga akan mempengaruhi ‘terms and conditions’ yang diterapkan dalam perjanjian kredit atau pinjaman, termasuk tingkat bunga pinjaman yang dikenakan dan jangka waktu pengembalian pinjaman tersebut.
RELEVANSI PRAKTIK MANAJEMEN RISIKO DENGAN KELAYAKAN KREDIT

Dalam pengumpulan informasi untuk memperoleh ‘credit score’ atau ‘credit rating’ suatu perusahaan dan/atau individu, berbagai pertimbangan dimasukkan terutama efektifitas penerapan manajemen risiko, tatakelola, dan kepatuhan (GRC = Governance, Risk Management, Compliance) mereka.

Sisi lain, adalah perlunya kesiapan dan konsistensi perusahaan dan/atau individu dalam penerapan GRC mereka agar mampu memperoleh ‘credit score’ atau ‘credit rating’ yang baik. Hal ini krusial untuk dilakukan agar mereka tetap dapat menjaga kelayakan memperoleh fasilitas pinjaman yang dibutuhkan dengan persyaratan dan bunga pinjaman yang lebih baik.

Penting bagi praktisi manajemen risiko untuk mengingatkan hal ini kepada direksi dan dewan komisaris berbagai perusahaan untuk membangun sistem manajemen risiko mereka sedemikian rupa agar terstandarisasi, terstruktur dan sistematis sehingga Probability of Default (PD) perusahaan menjadi lebih rendah, prediksi gagal bayar perusahaan untuk satu tahun ke depan menjadi sangat rendah, dan ‘Risk Grade’ perusahaan dapat optimal.

Dalam hal ini, penerapan sistem manajemen risiko akan membuka peluang bagi perusahaan untuk meningkatkan kelayakan kredit mereka sehingga dapat memperoleh pinjaman atau pendanaan dengan biaya lebih rendah. Singkat kata, penerapan manajemen risiko menghasilkan dan melindungi nilai ekonomis perusahaan dari segi pembiayaan kredit atau pinjaman.
LANGKAH LANJUT

Bagi yang ingin memahami lebih jauh sistem manajemen risiko yang terstandarisasi, terstruktur, dan sistematis, mereka dapat mendalami Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO 31000:2018 Manajemen Risiko yang diadopsi dari standar internasional ISO 31000:2018 Risk Management – Guidelines. Informasi lebih lanjut untuk memperoleh dokumen tersebut dapat ditelusuri di tautan berikut: https://crmsindonesia.org/publications/permohonan-dokumen-sni-iso-31000/

Dan bagi yang ingin mempelajari lebih jauh bagaimana ‘credit score’ atau ‘credit rating’ dipraktikkan, dapat menghadiri diskusi panel yang diselenggarakan oleh PEFINDO Credit Bureau bersama-sama dengan IRMAPA dan CRMS Indonesia. Detil tersedia di Roundtable Discussion IRMAPA dengan Pefindo Biro Kredit

Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat.