Tantangan Rantai Pasok Hulu di Industri Minyak dan Gas
Industri minyak dan gas, terutama di lokasi terpencil, menghadapi tantangan besar dalam rantai pasok hulu. Pengiriman bahan seperti pipa bor dan bahan bakar sering melibatkan transportasi yang rumit dan mahal, dengan risiko keterlambatan. Solusi yang dibutuhkan adalah pendekatan yang aman, transparan, fleksibel, dan biaya efektif.
Metodologi Empat Langkah Kearney
Kearney mengembangkan empat langkah untuk mengoptimalkan rantai pasok minyak dan gas, dimulai dengan pengumpulan data aktivitas dan berakhir dengan peta jalan implementasi.
- Penetapan Volume dan Biaya Dasar: Kumpulkan data terkait pergerakan material dan transportasi.
- Pemetaan Jaringan Pasok: Sesuaikan visi pasokan dengan pemangku kepentingan dan tentukan titik pasok serta moda transportasi.
- Pemodelan dan Pengujian Skenario: Uji skenario untuk mengidentifikasi risiko dan inisiatif perbaikan.
- Peta Jalan Implementasi: Tentukan urutan inisiatif untuk mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi.
Kasus Nyata: Optimasi di Alaska
Kearney membantu perusahaan di Alaska mengelola pengiriman bahan untuk operasi yang sangat terpencil. Dengan 15 gudang dan berbagai moda transportasi, perusahaan menghadapi cuaca ekstrem dan biaya tinggi. Kearney mengembangkan peta jalan yang mengurangi biaya penyimpanan hingga 20%.
Peran Rantai Pasok dalam Proyek Strategis
Untuk hasil terbaik, fungsi rantai pasok, logistik, dan perencanaan harus dilibatkan sejak awal dalam perencanaan proyek strategis, memastikan efisiensi dan pengembalian modal yang lebih baik.
Dengan pendekatan ini, operator minyak dan gas dapat mengoptimalkan rantai pasok hulu dan mengurangi biaya operasi.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Kearney, dengan judul “Taming Oil and Gas: Upstream Supply Chain Challenges”. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Mengelola Risiko Likuiditas dari Deposito Tanpa Asuransi
Krisis perbankan pada tahun 2023 mengguncang industri keuangan dan menyoroti risiko besar yang ditimbulkan oleh deposito tanpa asuransi. Deposito ini seringkali menjadi yang pertama ditarik ketika terjadi masalah, terutama di era media sosial yang mempercepat arus informasi dan kekhawatiran publik. Pihak bank harus tahu cara untuk mengelola risiko likuiditas dari deposito tanpa asuransi melalui strategi mitigasi yang tepat.
Mengapa Risiko Deposito Tanpa Asuransi Berbahaya?
Deposito tanpa asuransi membawa risiko besar karena deposan tidak dilindungi oleh asuransi pemerintah, sehingga ketika nilai aset bank menurun atau ada berita buruk, deposan cenderung menarik dana mereka. Kejadian ini semakin cepat terjadi dengan adanya media sosial, seperti yang dialami oleh beberapa bank besar di tahun 2023, di mana penarikan dana mencapai hingga 57% hanya dalam dua minggu.
Langkah-langkah Mengelola Risiko Deposito Tanpa Asuransi
- Membangun Skenario Stres Likuiditas: Bank perlu mengembangkan skenario stres likuiditas yang mempertimbangkan aliran keluar deposito tanpa asuransi dalam periode satu hari, dua minggu, satu bulan, dan satu tahun. Ini akan membantu bank memprediksi dampak situasi kritis dan memastikan cadangan likuiditas yang memadai.
- Memanfaatkan Definisi Aset Cair Berkualitas Tinggi (High-Quality Liquid Assets): Bank dapat mengadopsi definisi aset cair berkualitas tinggi dari rasio cakupan likuiditas (Liquidity Coverage Ratio – LCR) untuk membantu membangun cadangan dana likuiditas yang lebih kuat dan lebih andal.
- Menggunakan Deposito Timbal Balik (Reciprocal Deposits): Untuk mengurangi insentif deposan menarik dana mereka, bank dapat mempertimbangkan produk inovatif seperti deposito timbal balik, yang membagi deposito besar menjadi segmen-segmen kecil yang lebih aman.
Manajemen risiko yang efektif harus mengakui risiko besar dari konsentrasi deposan besar dan ketidakpastian yang muncul dari deposito tanpa tanggal jatuh tempo. Bank perlu menerapkan asumsi konservatif dan melakukan pemantauan ketat terhadap risiko ini.
Pengalaman tahun 2023 menunjukkan pentingnya pengelolaan risiko deposito tanpa asuransi yang lebih baik. Melalui pengembangan skenario stres yang realistis, pengelolaan konsentrasi deposan, dan penggunaan instrumen likuiditas inovatif, bank dapat mengurangi potensi risiko dari deposito tanpa asuransi.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Garp, dengan judul How to Manage Uninsured Deposit Liquidity Risk. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Peran Baru Pemimpin Teknologi dalam Transformasi Digital Perusahaan
Di era transformasi digital yang semakin maju, pemimpin teknologi memegang peran penting dalam organisasi, dengan ekspektasi tinggi dari CEO dan dewan direksi. Dengan meningkatnya kebutuhan untuk memanfaatkan AI, AI generatif, dan teknologi canggih lainnya demi menciptakan nilai bisnis yang nyata, peran pemimpin teknologi kini meluas dari sekadar pengelolaan IT tradisional menjadi empat bidang utama:
- Orchestrator
Dalam peran ini, pemimpin teknologi tidak hanya mendukung inisiatif bisnis tetapi juga mengarahkan strategi. Mereka bertanggung jawab untuk menciptakan nilai, mengelola integrasi digital dan AI di berbagai departemen, serta memikul tanggung jawab laba-rugi (P&L). Hal ini membutuhkan kolaborasi erat dengan pemimpin bisnis untuk merancang strategi, menyelaraskan tujuan bisnis dan teknologi, serta menerapkan solusi teknologi yang mendukung pertumbuhan.
- Builder
Pemimpin teknologi semakin dituntut untuk menciptakan produk dan layanan digital yang menghasilkan pendapatan, melampaui dukungan back-office. Fokusnya adalah membangun bisnis berbasis AI yang dapat membuka pasar baru dan meningkatkan keterlibatan pelanggan. Membangun produk ini mengharuskan pemimpin teknologi untuk meningkatkan strategi digital yang memanfaatkan keunggulan unik perusahaan.
- Protector
Transformasi digital yang cepat juga meningkatkan risiko keamanan. Pemimpin teknologi perlu meningkatkan kemampuan dari sekadar praktik keamanan dasar menjadi ketahanan bisnis yang menyeluruh. Ini mencakup pengelolaan risiko secara proaktif, penyesuaian terhadap perubahan regulasi, dan perlindungan keberlanjutan bisnis di tengah ancaman siber dan risiko operasional yang semakin kompleks.
- Operator
Dengan mengintegrasikan teknologi ke dalam fungsi inti seperti pengalaman pelanggan, operasional, dan pengadaan, pemimpin teknologi membantu menghilangkan sekat antar departemen dan menyederhanakan proses bisnis. Peran ini memperluas pengaruh pemimpin teknologi di seluruh organisasi dengan fokus pada otomatisasi dan peningkatan berkelanjutan sistem internal.
Untuk mencapai kesuksesan, pemimpin teknologi harus menyesuaikan strategi mereka dengan prioritas bisnis, memfasilitasi adopsi teknologi baru, dan memastikan upaya yang terpadu dalam manajemen data, operasional, dan pengembangan talenta. Pergeseran ini memerlukan pendekatan lintas-fungsi, di mana pemimpin teknologi berperan sebagai orchestrator—menggerakkan transformasi holistik, bukan hanya menerapkan solusi teknologi yang terpisah.
Pada akhirnya, perjalanan pemimpin teknologi saat ini adalah tentang transformasi: dari sekadar mendukung inisiatif teknologi menjadi membentuk hasil bisnis yang nyata.
Artikel ini telah diterbitkan oleh McKinsey, dengan judul A New Dawn for The Technology Officer. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Manajemen Risiko Suku Bunga yang Efektif: Strategi untuk Bertahan di Tengah Ketidakpastian
Dalam beberapa tahun terakhir, kenaikan suku bunga yang cepat dan kebijakan pengetatan kuantitatif telah mengubah dinamika sistem keuangan di Amerika Serikat (AS) dan global. Kondisi makroekonomi ini mengungkap kelemahan dalam strategi manajemen aset dan liabilitas bank. Beberapa bank mengalami kesulitan bahkan gagal, sementara yang lain mampu bertahan dengan meminimalkan risiko dan memanfaatkan kenaikan suku bunga untuk meningkatkan pendapatan bunga bersih (Net Interest Income/NII).
Ketidakpastian masih menyelimuti frekuensi dan besaran perubahan suku bunga dalam jangka pendek hingga menengah. Oleh karena itu, institusi keuangan perlu mengevaluasi kembali pendekatan mereka terhadap manajemen risiko suku bunga agar siap menghadapi dinamika kebijakan moneter yang tak terduga. Langkah ini akan berdampak signifikan pada profitabilitas jangka pendek dan stabilitas jangka panjang.
Meski perhatian regulasi terhadap risiko suku bunga sebelumnya cenderung kalah dibandingkan risiko likuiditas dan permodalan dalam era suku bunga rendah, kini ada tanda-tanda peningkatan pengawasan oleh otoritas di AS.
Tiga Strategi Kunci untuk Manajemen Risiko Suku Bunga
Dalam laporan terbaru “Transforming Interest Rate Risk Management Practices To Thrive In Era Of Uncertainty“, Oliver Wyman meringkas perubahan makroekonomi yang relevan dan tantangan yang dihadapi bank dalam mengelola neraca keuangan. Laporan ini menyoroti tiga area penting untuk meningkatkan kerangka kerja manajemen risiko suku bunga secara terpadu:
- Rekalibrasi Selera Risiko
- Sesuaikan pernyataan selera risiko (risk appetite) dengan kondisi pasar yang dinamis.
- Perkuat strategi pengelolaan neraca dan laba rugi sesuai selera risiko tersebut.
- Tingkatkan Analitik
- Gunakan alat analisis yang fleksibel untuk memproyeksikan dampak keputusan dalam berbagai skenario.
- Sesuaikan analisis data deposito dengan perilaku nasabah yang terus berubah.
- Investasi pada Keahlian dan Tata Kelola
- Kembangkan kompetensi tim.
- Sederhanakan pengambilan keputusan dan tata kelola.
- Perkuat peran independen fungsi risiko.
Dengan menerapkan strategi ini, bank dapat lebih siap menghadapi tantangan makroekonomi dan meraih stabilitas di tengah ketidakpastian.
Artikel ini telah diterbitkan oleh OliverWyman, dengan judul Effective Interest Rate Risk Management For Banks. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
GenAI Tidak Dapat Berkembang Tanpa AI yang Bertanggung Jawab
Generative AI (GenAI) memiliki potensi besar untuk meningkatkan layanan pelanggan dengan efisiensi tinggi. Teknologi ini mampu menangani berbagai kebutuhan pengguna, mulai dari mempercepat proses kompleks hingga menyediakan dukungan 24/7. Namun, penerapan yang kurang tepat dapat menimbulkan risiko seperti kesalahan informasi, pelanggaran kebijakan, atau kerugian finansial.
Mengapa Pentingnya Responsible AI (RAI)?
Agar GenAI dapat berfungsi secara optimal dan sesuai etika, perusahaan harus menerapkan prinsip Responsible AI (RAI). Kerangka ini memastikan bahwa GenAI menghasilkan output yang:
- Proaktif – Memberikan nilai sesuai kebutuhan.
- Aman – Menghindari output berbahaya.
- Adil – Memberikan layanan tanpa bias.
- Taat hukum – Mematuhi regulasi dan kebijakan yang berlaku.
Kerangka RAI untuk Siklus Hidup GenAI
BCG mengembangkan kerangka RAI yang mencakup tahap desain, pengembangan, pengujian, hingga operasi dan pemantauan. Berikut tahapan utamanya:
- Desain
- Identifikasi risiko dan kasus penggunaan.
- Pasang batasan teknis dan kebijakan, seperti mencegah chatbot memberikan perbandingan dengan produk pesaing.
- Gunakan data terkini agar output tetap relevan dan akurat.
- Pengkodean
- Prompt Engineering: Menyusun prompt agar menghasilkan respons yang sesuai.
- Integrasi Sistem: Menghubungkan GenAI dengan aplikasi perusahaan untuk konsistensi.
- Optimasi Performa: Menyeimbangkan akurasi dan kecepatan respons.
- Skalabilitas: Menangani permintaan besar melalui solusi berbasis cloud.
- Pengujian dan Evaluasi
- Lakukan pengujian keamanan, kinerja, dan kesesuaian terhadap prinsip bisnis.
- Libatkan evaluasi manual (red teaming) dan otomatis menggunakan alat seperti ARTKIT.
- Terapkan strategi rilis bertahap untuk mengurangi risiko.
- Operasi dan Pemantauan
- Pantau kinerja secara berkelanjutan untuk mendeteksi penyimpangan.
- Gunakan masukan dari pengguna untuk menyempurnakan sistem.
Implementasi RAI membantu perusahaan memitigasi risiko seperti kesalahan informasi, pelanggaran data, atau output yang tidak etis. Dengan kerangka kerja ini, GenAI tidak hanya menjadi alat yang efisien tetapi juga selaras dengan nilai dan tujuan perusahaan.
Untuk memanfaatkan GenAI secara penuh, organisasi perlu mengadopsi pendekatan yang bertanggung jawab, membangun kepercayaan, dan menjaga integritas sistem melalui pemantauan serta pembaruan yang konsisten.
Artikel ini telah diterbitkan oleh BCG, dengan judul Scale GenAI Responsibly and Confidently with Human + Automated Testing and Evaluation. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Refleksi 25 Tahun Revolusi Teknologi dalam Manajemen Risiko
Dalam 25 tahun terakhir, inovasi teknologi telah mengubah cara pandang manajer risiko terhadap industri keuangan dan metode evaluasi mereka dalam memproyeksikan masa depan. Menurut Aaron Brown, transformasi ini berakar pada pola pikir para insinyur yang lebih mengutamakan logika teknologi daripada prinsip tradisional bisnis atau regulasi.
Perubahan ini sebagian besar didorong oleh insinyur yang berinovasi tanpa terikat oleh aturan tradisional. Dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1999, The New New Thing, Michael Lewis memprediksi bahwa insinyur akan mengambil alih peran-peran strategis dari pemimpin bisnis tradisional dan mengedepankan pendekatan inovatif. Perkembangan ini menuntut manajer risiko untuk menyesuaikan diri dan tidak hanya mengandalkan pendekatan konvensional dalam menghadapi risiko teknologi.
Lewis bukan yang pertama memprediksi peran besar insinyur. Pada 1919, sosiolog Thorstein Veblen berpendapat bahwa para insinyur akan memainkan peran sentral dalam perkembangan industri. Ia mencatat bahwa selama Revolusi Industri pertama, insinyur sering memimpin perusahaan dan mengawasi produksi. Namun, di masa Revolusi Industri kedua, inovasi cenderung terkendali oleh pemimpin bisnis dan finansial yang seringkali lebih konservatif. Kendati demikian, pandangan Veblen terbukti benar pada akhir abad ke-20 ketika insinyur dan inovator teknologi seperti Jim Clark dan perusahaan seperti Intel mulai menggerakkan perubahan besar.
Perubahan signifikan terjadi pada akhir 1960-an, dengan didirikannya Intel oleh para insinyur. Sejak saat itu, teknologi mulai tumbuh tanpa keterlibatan signifikan dari manajer bisnis tradisional. Di era 1990-an, kemunculan internet menandai puncak dari tren ini, meskipun ada tantangan dari perusahaan raksasa seperti Microsoft yang cenderung menahan laju disrupsi demi kestabilan bisnis.
Di tengah ketidakpastian yang dihadirkan oleh teknologi, sistem keuangan dan masyarakat terbukti mampu bertahan menghadapi inovasi para insinyur. Untuk mengikuti arus perubahan ini, manajer risiko dituntut memahami dasar-dasar teknologi, bahkan jika mereka tidak terlibat langsung dalam pengembangan produk baru. Organisasi risiko harus berusaha mengadopsi keberagaman latar belakang teknologi di dalam tim mereka agar lebih siap menghadapi ancaman dari berbagai bidang inovasi yang tidak selalu bisa diprediksi.
Dunia teknologi telah membuktikan dirinya sebagai sektor yang menguntungkan bagi investor yang mau mengambil risiko. Perusahaan besar seperti Meta, Alphabet, dan Tesla menunjukkan keseimbangan antara inovasi teknologi dengan stabilitas korporat. Ke depannya, manajer risiko harus memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang teknologi untuk mengevaluasi skenario masa depan dan membangun ketahanan organisasi dalam menghadapi disrupsi.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Garp, dengan judul Reflections on the Past 25 Years: What Risk Managers Have Learned from the Technology Revolution. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Manajemen Risiko di RSUD: Kunci untuk Pelayanan Kesehatan yang Lebih Aman
Manajemen risiko menjadi elemen krusial dalam sistem mutu RSUD, berperan mendukung layanan berkualitas dan keselamatan pasien. Sejak diperkenalkannya Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) hingga peraturan terbaru seperti STARKES, konsep seperti proses berisiko tinggi, FMEA, risiko jatuh, hingga Risk Register telah menjadi bagian tak terpisahkan dari pengelolaan rumah sakit sejak 2012.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2019 menetapkan pedoman manajemen risiko terintegrasi bagi rumah sakit di Indonesia, mencakup RS vertikal, RSUD, dan swasta. Tujuannya adalah memastikan kontribusi rumah sakit terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sektor kesehatan hingga 2024.
Namun, tantangan masih ada, terutama di level RSUD dan RS swasta, seperti analisis risiko residual yang mempertimbangkan tujuan strategis. Solusi yang disarankan adalah memperkuat penerapan ISO 31000 (2018) dan SNI 8848 (2019).
Empat Strategi Kunci
- Pendekatan Sistematis
ISO 31000 menawarkan kerangka terstruktur untuk mengelola risiko klinis dan non-klinis. Meskipun penerapan penuh masih terbatas, pendekatan ini membantu menyelaraskan pemahaman lintas fungsi di rumah sakit. - Identifikasi Konteks Risiko
Rumah sakit perlu menentukan ruang lingkup risiko—apakah fokus pada asuhan pasien terintegrasi atau aspek lainnya. Kejelasan ini memudahkan mitigasi risiko. - Sasaran SMART
Setiap sasaran, baik strategis maupun operasional, harus Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan Time-bound untuk memastikan manajemen risiko terarah. - Risk Owner
Penunjukan tanggung jawab pada pihak yang relevan, dari Direktur untuk risiko strategis hingga Kepala Unit untuk risiko operasional, memastikan kendali risiko berjalan efektif.
Manajemen risiko tidak hanya soal akreditasi, tetapi juga inti peningkatan mutu layanan dan keselamatan pasien. Dengan ISO 31000, aktivitas manajemen risiko menjadi lebih komunikatif dan selaras dengan tujuan strategis rumah sakit.
Pendekatan ini memungkinkan RSUD menghadapi tantangan audit serta mendukung pembangunan sektor kesehatan yang berkelanjutan.
Artikel ini telah diterbitkan oleh CRMS, dengan judul Menyusun Puzzle Manajemen Risiko di RSUD. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Mengelola Risiko Konsentrasi Cloud: Strategi untuk Meningkatkan Ketahanan Operasional
Seiring dengan meningkatnya adopsi platform cloud oleh perusahaan untuk mempercepat proses dan efisiensi, konsentrasi solusi pada satu platform cloud dapat meningkatkan risiko bisnis. Ketergantungan pada satu penyedia cloud dapat membuat bisnis rentan terhadap perubahan teknologi dan risiko yang cepat berubah.
- Strategi Ketahanan Tiga Tahap
Untuk mengelola risiko ini, perusahaan dapat mengadopsi strategi ketahanan operasional yang meliputi tiga langkah utama: identifikasi kebutuhan, perencanaan keluar, dan perencanaan kesinambungan.
- Identifikasi Kebutuhan: Tentukan kebutuhan spesifik keamanan dalam cloud, termasuk pengelolaan identitas, keamanan aplikasi, dan keamanan data.
- Perencanaan Keluar: Siapkan strategi keluar untuk berpindah ke penyedia cloud lain jika diperlukan. Hal ini mencakup pengaturan tanggung jawab untuk jaringan, penyimpanan, dan akses manajemen.
- Perencanaan Kesinambungan: Evaluasi dampak dari gangguan pada proses penting bisnis dan pastikan rencana pemulihan bencana sudah teruji.
- Tata Kelola, Kontrol, dan Pengujian
Tata kelola yang baik membantu menentukan peran dan tanggung jawab serta memastikan transparansi dan akuntabilitas. Diskusikan ekspektasi dengan penyedia cloud untuk mengurangi risiko, lalu lakukan pengujian terhadap ketahanan siber dan kontrol keamanan untuk menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan bisnis.
- Peran Audit Internal
Fungsi audit internal yang proaktif dapat membantu memperkuat keamanan data, pengelolaan identitas, dan keamanan aplikasi di cloud. Selain memastikan kepatuhan, audit internal berfungsi sebagai panduan dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko.
Dengan menerapkan strategi ini, perusahaan dapat meningkatkan ketahanan operasional dan melindungi data dari ancaman yang berpotensi mengganggu bisnis.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Grant Thornton, dengan judul Manage The Risks of Cloud concentration. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Adaptasi Iklim: Saatnya Bisnis Bergerak untuk Masa Depan yang Lebih Tangguh
Pada New York Climate Week 2024, Marsh McLennan bersama US Chamber of Commerce mengadakan diskusi dengan ilmuwan, pembuat kebijakan, dan pemimpin bisnis terkait adaptasi iklim. Diskusi ini menyentuh isu krusial: semakin banyak organisasi mulai mengevaluasi risiko iklim masa depan, tetapi masih ada yang belum memanfaatkan analisis biaya-manfaat dalam menentukan langkah adaptasi. Padahal, perubahan iklim telah menghadirkan dampak nyata bagi dunia bisnis.
Menurut Survei Adaptasi Iklim 2024 dari Marsh, 83% perusahaan sudah menilai risiko iklim, tetapi hanya 57% yang menggunakan analisis biaya-manfaat. Ini berarti banyak bisnis yang belum memaksimalkan informasi berharga dalam pengambilan keputusan terkait adaptasi iklim. Dengan pemahaman finansial yang lebih kuat, perusahaan dapat memperbaiki alokasi modal dan keputusan bisnis demi ketahanan yang lebih kokoh.
Upaya membangun ketahanan iklim tak dapat dilakukan sendiri. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga ilmiah menjadi kunci. NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) misalnya, berinvestasi hingga US$85 juta dalam pengembangan model risiko iklim untuk mendukung pengambilan keputusan dan membantu komunitas yang kurang terlayani.
Solusi berkelanjutan memerlukan pendanaan besar, dan di sini, sektor asuransi berperan penting. Kajian menunjukkan bahwa setiap US$1 yang diinvestasikan dalam ketahanan bencana menghasilkan penghematan ekonomi sebesar US$7. Pendanaan ini tidak hanya mengurangi dampak bencana tetapi juga mempercepat proses pemulihan.
Bisnis perlu melihat dampak iklim dari perspektif sistemik, termasuk infrastruktur, pemerintah, dan komunitas. Fokus pada level aset, seperti properti dan respons darurat, tak cukup tanpa memperhatikan sistem yang mendukungnya. Pendekatan ini akan membantu bisnis bersiap menghadapi risiko cuaca ekstrem.
Diskusi menyoroti pentingnya air dalam ketahanan iklim. Mississippi River, misalnya, menopang jutaan pekerjaan dan menghasilkan pendapatan besar bagi AS. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya air menjadi vital dalam merancang ketahanan yang efektif.
Untuk kolaborasi efektif, sektor publik dan swasta perlu menyepakati definisi ketahanan yang sama. Dengan bahasa dan pemahaman yang sejalan, kita dapat menciptakan dampak kolektif dalam menghadapi perubahan iklim. Kolaborasi lintas sektor dan pendekatan komprehensif sangat diperlukan untuk menciptakan ketahanan iklim.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Marsh, dengan judul The Business Case for Climate Resilience. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Gagal Menarik atau Mempertahankan Talenta Terbaik: Risiko Besar Bagi Organisasi
Mengapa Talenta Terbaik Penting?
Talenta terbaik adalah motor penggerak inovasi dan keberhasilan organisasi. Kegagalan dalam menarik atau mempertahankan mereka dapat berdampak serius pada daya saing dan kinerja bisnis.
Mengapa Risiko Ini Semakin Meningkat?
- Kenaikan Gaji dan Inflasi: Tekanan inflasi dan regulasi transparansi gaji mendorong ekspektasi karyawan terhadap kompensasi yang lebih tinggi.
- Perubahan Pengalaman Kerja: Pandemi mengubah preferensi kerja, dengan banyak karyawan menginginkan fleksibilitas seperti kerja dari rumah.
Tren Masa Depan yang Memengaruhi Talenta
- Teknologi Baru: AI mengubah kebutuhan keterampilan di berbagai peran.
- Tenaga Kerja Multigenerasi: Beragam kebutuhan lintas generasi menuntut pendekatan personal.
- Dampak Iklim: Ancaman perubahan iklim dapat memengaruhi kesejahteraan karyawan.
Strategi Mengatasi Risiko
- Perbarui Employee Value Proposition (EVP): Sesuaikan penawaran seperti gaji, manfaat, dan pengalaman kerja berdasarkan data HR.
- Personalisasi Pendekatan: Identifikasi kebutuhan unik setiap kelompok karyawan untuk meningkatkan keterlibatan dan retensi.
Dengan pendekatan yang tepat, organisasi dapat menarik dan mempertahankan talenta terbaik, menjaga daya saing, dan menghadapi tantangan masa depan dengan lebih percaya diri.
Artikel ini telah diterbitkan oleh AON, dengan judul Failure to Attract or Retain Top Talent. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.