Apakah Audit ESG Memungkinkan?
Kerangka kerja lingkungan, sosial dan tata kelola (environmental, social, and governance/ESG) bertujuan untuk membantu organisasi mengelola risiko yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan, tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) dan tata kelola perilaku bisnis. Risiko ini sudah ada sejak lama, tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi topik hangat akibat adanya bencana alam di seluruh dunia.
Kini, dunia mulai bersedia mengeluarkan dana untuk perlindungan lingkungan, audit lingkungan, perluasan dan modifikasi CSR, termasuk pedoman dan perangkat barunya. Proses audit ESG menghadapi sejumlah tantangan karena melalui beberapa dimensi, termasuk efisiensi keuangan, konsistensi hukum, efektivitas teknis, dan penerimaan etika. Selain itu, tidak ada keuntungan langsung dari pengeluaran dana tersebut. Akibatnya, timbul dilema bagi para auditor karena otoritas audit perusahaan mungkin tidak akan menyetujui pengeluaran tambahan.
Untuk mengatasi dilema ini dapat dimanfaatkan algoritma heksa-dimensi berbasis etika. Tujuannya adalah untuk memberikan pencerahan terhadap faktor-faktor yang saling terkait dalam ESG dan dapat menjadi alat bantu bagi para auditor.
Algoritma ini terdiri dari dua komponen utama, yaitu matriks etika dan metrik heksa-dimensi. Matriks ini pada awalnya dikembangkan sebagai alat pendukung keputusan untuk membantu pengguna mencapai penilaian atau keputusan yang tepat. Keputusan tersebut mencakup penerimaan etika, kontrol hukum, serta teknis peraturan yang optimal untuk bidang pangan dan pertanian, yang kemudian diadaptasi ke bidang lain, termasuk teknologi informasi (TI).
Sementara itu, metrik pada algoritma tersebut awalnya juga dikembangkan sebagai alat pendukung keputusan, yaitu sebuah daftar periksa untuk mengukur kualitas dan konsekuensi dari tindakan, keputusan atau kebijakan dalam hal enam faktor. Keenam faktor yang dimaksud adalah kelayakan finansial, efektivitas teknis, keabsahan hukum, penerimaan etika, penerimaan sosial, dan keberlanjutan ekologis.
Pada akhirnya, ESG memang memungkinkan untuk diaudit. Keputusan untuk mengadaptasi algoritma heksa-dimensi, dalam hal ini, merupakan langkah awal yang baik.
Artikel ini telah diterbitkan oleh ISACA, dengan judul “Is ESG Auditable?” pada 11 Agustus 2023. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Peran Penting ESG dalam Industri Penerbangan dan Dirgantara
Industri penerbangan dan dirgantara menghadapi tantangan besar dalam memenuhi harapan para pemangku kepentingan terkait dengan isu lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).
Dalam menghadapi transisi menuju ekonomi global yang lebih berkelanjutan, industri ini perlu mengidentifikasi risiko dan peluang yang muncul dari faktor ESG untuk memastikan keberlanjutan dan ketahanan jangka panjang mereka.
Lingkungan
Kriteria lingkungan mencakup dampak organisasi terhadap planet ini, termasuk total emisi sebagai ukuran komitmen terhadap penanganan pemanasan global. Perusahaan penerbangan perlu mengadopsi standar seperti Greenhouse Gas Protocol untuk menetapkan target menuju penggunaan karbon rendah. Selain itu, dampak lingkungan dari kegiatan manufaktur di sektor dirgantara juga menjadi indikator penting.
Sosial
Kriteria sosial menilai bagaimana perusahaan memperlakukan dan menghargai karyawannya serta komunitas yang lebih luas. Ini mencakup kebijakan manajemen tenaga kerja, komitmen terhadap inklusi dan keberagaman, serta keamanan dan kualitas produk. Di sektor manufaktur dirgantara, etika rantai pasokan dan manajemen hubungan semakin penting untuk memastikan standar tenaga kerja yang adil.
Tata Kelola
Kriteria tata kelola menilai praktik tata kelola perusahaan, termasuk struktur dewan, kualitas audit, transparansi, dan kompensasi eksekutif. Fokus utamanya adalah kepatuhan terhadap kewajiban dan kerangka kerja, seperti yang diperkenalkan oleh the International Air Transport Association (IATA) dan International Civil Aviation Organization (ICAO).
Uji Stres ESG dan Perubahan Iklim
Berdasarkan survei Marsh, 60% responden di sektor ini menyadari dampak perubahan iklim dan faktor ESG terhadap pelanggan mereka. Namun, setengah dari perusahaan yang disurvei memiliki pengukuran terbatas terhadap risiko perubahan iklim dan ESG, sementara setengah lainnya tidak melakukan uji stres terhadap ancaman ini sama sekali. Hal ini menyoroti perlunya persiapan yang lebih baik dalam menghadapi transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Rencana yang ditetapkan hari ini sangat penting untuk keberlanjutan dan ketahanan jangka panjang sektor penerbangan dan dirgantara. Tindakan kunci yang perlu diambil meliputi:
– Menilai implikasi ESG bagi organisasi menggunakan data industri, model iklim fisik, dan perspektif pemangku kepentingan.
– Menganalisis dan menetapkan cara untuk mengontrol risiko fisik, transisi, dan reputasi terkait ESG.
– Menganalisis kebutuhan pelaporan eksternal.
Dengan melakukan hal ini, perusahaan dapat mendukung penerapan prioritas ESG sesuai dengan selera risiko organisasi dan menghasilkan praktik dalam kerangka manajemen sumber daya lingkungan yang mapan.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Marsh, dengan judul ESG Performance is Key Focus for Aviation and Aerospace Industry. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Kejujuran dalam Manajemen Risiko: Antara Inovasi dan Kredibilitas Ilmiah
Manajer risiko secara profesional cenderung bersikap jujur. Informasi yang salah atau menyesatkan dapat menyebabkan tingkat risiko yang tidak optimal. Namun, sejauh mana manajer risiko harus menahan diri bersikap jujur agar tidak mengganggu inovasi, kerja sama, dan efisiensi?
Pemalsuan Poin Data
Gregor Mendel dikenal sebagai Bapak Genetika karena karyanya yang inovatif dalam hal pewarisan sifat pada 1800-an. Namun, sejak awal 1900-an, banyak orang mengeluh bahwa data yang dihasilkannya terlalu mirip dengan modelnya. Dengan kata lain, publik menyebut bahwa data Mendel bukan merupakan hasil eksperimen yang jujur.
Ide Mendel tidak pernah dituduh “mengarang data”. Sebaliknya, dia dituduh memalsukan beberapa poin data untuk membuat hasil penelitiannya lebih kuat, baik secara sengaja maupun tidak. Jika Mendel tidak memalsukan data, mungkin dirinya memerlukan waktu yang lebih lama agar karya terobosannya dalam bidang genetika dapat diterima. Sayangnya, dalam beberapa dekade setelah penelitian Mendel, peneliti lain yang lebih jujur bisa diabaikan karena hasil yang dilaporkan lebih berantakan, bahkan jika temuan mereka serupa dengan Mendel.
Seimbangkan Kegunaan dan Kejujuran
Nyatanya, dilema Mendel ada di mana-mana dalam penelitian. Dalam versi buku teks, para peneliti melakukan eksperimen dengan ide-ide mereka. Pada praktiknya, eksekusi eksperimen tidak pernah sepenuhnya jelas.
Kredibilitas ilmiah berasal dari penilaian yang tepat ketika data cukup kuat digunakan untuk membuat klaim. Ilmuwan yang membuat klaim prematur yang kemudian dibantah akan kehilangan reputasi, baik ketika melaporkan hasil penelitian dengan kejujuran penuh atau memalsukannya dengan sedikit trik. Sebaliknya, ilmuwan yang klaimnya didukung oleh penelitian selanjutnya akan mendapatkan prestise dan kredibilitas.
Para peneliti di sektor swasta menghadapi masalah yang sama dengan para ilmuwan akademis. Para pengambil keputusan tidak memiliki keahlian dan waktu untuk memahami detail lengkap sebuah investigasi. Sebaliknya, para peneliti harus mengomunikasikan apa yang mereka ketahui dalam bentuk yang disederhanakan. Laporan ini sekaligus untuk menunjukkan secara akurat ketidakpastian yang ada, dengan menyeimbangkan antara kegunaan dan kejujuran.
Untuk itulah, manajer risiko harus menuntut kejujuran. Organisasi terkadang membuat pernyataan publik yang menunjukkan ketiadaan toleransi terhadap sesuatu yang kurang jujur. Tanpa budaya risiko yang baik, manajemen risiko tidak ada gunanya. Sikap terhadap kejujuran adalah aspek utama dari budaya risiko.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Global Association of Risk Professionals (GARP), dengan judul “Is Honesty Really the Best Policy in Risk Management?” pada 18 Agustus 2023. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Manajemen Krisis di Industri Berisiko Tinggi
Dalam industri seperti pertambangan, minyak dan gas, serta kimia, risiko bencana selalu ada. Meskipun perusahaan berusaha keras mencegahnya, bencana tetap bisa terjadi. Oleh karena itu, perusahaan yang berpikiran maju tidak hanya fokus pada pencegahan, tetapi juga siap dengan strategi untuk menghadapi dan mengurangi dampak ketika bencana terjadi.
Bencana seperti tumpahan minyak dan keruntuhan bendungan tailing menunjukkan betapa pentingnya kesiapan. Misalnya, tumpahan minyak Deepwater Horizon pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kurangnya kesiapan bisa mengakibatkan kerugian besar, baik secara finansial maupun reputasi. Perusahaan yang terlibat mengalami penurunan harga saham sebesar 55% dalam setahun setelah kejadian.
Empat Elemen Manajemen Krisis yang Efektif
- Tim Khusus untuk Menangani Krisis: Perusahaan di industri berisiko tinggi perlu memiliki tim khusus yang siap menghadapi skenario terburuk. Tim ini harus terdiri dari manajer yang berpengalaman dan beragam disiplin ilmu.
- Informasi Terbaru tentang Aset Lingkungan: Memiliki data dasar tentang aset lingkungan yang mungkin terkena dampak sangat penting. Ini membantu dalam menilai kerusakan dan merancang langkah pemulihan dengan cepat.
- Hubungan dengan Pemimpin Lokal: Menjalin hubungan baik dengan pemimpin komunitas lokal dan memahami struktur tata kelola komunitas dapat membantu dalam respons cepat dan efektif saat krisis terjadi.
- Gambaran Akurat tentang Aktivitas Ekonomi: Mengetahui aktivitas ekonomi di daerah yang mungkin terkena dampak penting untuk memastikan kompensasi yang tepat dan pemulihan yang efektif.
Tiga Tahap Pemulihan Bencana
- Pra-Krisis: Fokus pada pencegahan dan persiapan respons. Mengidentifikasi titik-titik stres potensial dan membangun budaya perusahaan yang mendukung pelaporan masalah.
- Saat Krisis: Transparansi adalah kunci. Tim respons krisis harus segera bertindak dengan keputusan cepat dan tepat. Informasi harus disebarkan secara terbuka kepada semua pihak yang terlibat.
- Pasca-Krisis: Setelah situasi stabil, lakukan penilaian total dampak dan mulai proses pemulihan. Komunikasikan rencana pemulihan secara transparan untuk membangun kepercayaan dan memastikan reputasi perusahaan tetap terjaga.
Persiapan menghadapi krisis mungkin tampak berlebihan jika bencana tidak pernah terjadi. Namun, memiliki rencana manajemen krisis yang baik dapat memperpendek durasi dan mengurangi dampak bencana, melindungi lingkungan, dan menjaga nilai perusahaan.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Kearney, dengan judul Crisis Management: Best Practices Begin Before Disaster Strikes. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
4 Pertanyaan ESG untuk Manajer Risiko
Dalam beberapa tahun terakhir, masalah lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and governance/ESG) menjadi makin penting bagi semua bisnis dan pemangku kepentingannya. ESG sendiri merupakan bagian dari strategi pertumbuhan organisasi multinasional. Namun, perusahaan memiliki risiko untuk tidak “menjalankan apa yang dibicarakan” jika tidak menyelaraskan komitmen ESG dengan rencana manajemen risiko korporasi (enterprise risk management/ERM).
Berikut adalah empat pertanyaan penting untuk para profesional risiko dan manajer risiko yang berkaitan dengan ESG.
- Apakah organisasi memperhitungkan risiko ESG sebagai risiko inti?
Ketika bekerja dengan risiko ESG, sulit untuk mengetahui bagaimana risiko-risiko ini dapat memengaruhi bisnis secara terperinci. Maka, pendekatan holistik dari berbagai pemangku kepentingan diperlukan dengan menggunakan semua komponen agenda keberlanjutan.
- Apakah aspek “S” dan “G” dalam ESG tertangani dengan baik? Apakah organisasi rentan terhadap pencucian sosial atau lingkungan?
Isu-isu sosial dan tata kelola kerap diabaikan demi kepentingan lingkungan. Padahal, aspek sosial dan tata kelola dalam ESG sangat penting bagi izin sosial dan reputasi bisnis di antara konsumen, karyawan yang ada, calon karyawan, serta masyarakat secara keseluruhan.
- Apakah kerangka kerja risiko internal organisasi, seperti ERM dan kontrol internal, menjalani tinjauan independen secara berkala?
Perancangan identifikasi risiko yang melibatkan para ahli di bidangnya akan memberikan umpan balik tentang beberapa kesulitan paling kompleks yang dihadapi bisnis. Penggunaan strategi pengambilan keputusan yang telah terbukti mengekang bias bawaan dan kecenderungan untuk melakukan proses groupthink juga dapat membantu menyeimbangkan tantangan kognitif ini.
- Bagaimana kewajiban keuangan terhadap ESG memengaruhi bisnis?
Sangat penting untuk memahami bagaimana mengintegrasikan ESG ke dalam prosedur manajemen risiko secara keseluruhan saat membuat dan menetapkan pengaturan asuransi. Selain menurunkan premi, hal ini juga akan menunjukkan kemampuan organisasi untuk secara akurat mengungkapkan kemajuan dalam menyelesaikan risiko terkait ESG. Di samping itu, hal ini juga dapat membantu menarik investor, sumber keuangan, dan kapasitas asuransi.
Artikel ini telah diterbitkan oleh ERMA, dengan judul “4 ESG Questions Risk Managers Must Answer” pada 17 Maret 2023. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Pendekatan Kesehatan Karyawan yang Lebih Bermakna
Sistem layanan kesehatan dunia berada dalam krisis. Layanan kesehatan kewalahan menghadapi dampak perubahan iklim, krisis keuangan, perang, gangguan geopolitik, hingga pandemi Covid-19. Pada saat yang sama, kekurangan tenaga kerja membuat Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memprediksi kekurangan 18 juta tenaga kesehatan secara global pada 2030. Di sisi lain, World Economic Forum (WEF) memperingatkan adanya “kemunduran pertama dalam pembangunan manusia dalam beberapa dekade”.
Sebagai pemberi kerja, pengusaha tidak bisa lagi menjauhkan diri dari masalah kesehatan karyawan. Sudah terlalu lama, tunjangan kesehatan karyawan menjadi milik sekelompok kecil profesional di bagian atas organisasi. Health on Demand 2023 melaporkan, 30% dari mereka yang berpenghasilan di atas rata-rata memiliki akses ke layanan konseling kesehatan mental, dibandingkan dengan 22% dari mereka yang berpenghasilan di bawah rata-rata.
Beberapa manfaat yang paling dibutuhkan bagi para pekerja berpenghasilan di bawah rata-rata tersebut adalah
- skrining kanker preventif;
- aplikasi untuk membantu menemukan perawatan medis kapan pun dan di mana pun;
- makanan, transportasi, dan/atau tempat tinggal gratis atau bersubsidi;
- aplikasi dan perangkat untuk mengelola kondisi kesehatan secara mandiri; serta
- layanan untuk membantu masalah kesehatan mental, sosialisasi, dan pembelajaran yang dihadapi oleh kaum muda.
Laporan Health on Demand juga menyoroti perlunya manajer sumber daya manusia (SDM) dan risiko untuk mengembangkan pemahaman tentang ancaman terbaru terhadap kesehatan karyawan. Ancaman-ancaman tersebut mencakup
- masalah lingkungan, seperti suhu ekstrem dan kualitas udara yang buruk;
- keraguan dan informasi yang salah tentang vaksin; dan
- kejahatan dengan kekerasan.
Masalah Lingkungan
Perubahan iklim dan urbanisasi merupakan ancaman yang semakin besar bagi kesehatan karyawan. Dalam mengatasi penyebab masalah lingkungan ini, perusahaan dapat membantu mengurangi faktor-faktor ini dalam jangka pendek. Sebagai contoh, perusahaan dapat berinvestasi di lingkungan tempat kerja untuk melindungi pekerja dari panas yang ekstrem dan polusi, misalnya dengan memasang sistem pendingin dan instalasi pengolahan udara.
Perusahaan juga harus melakukan penilaian kerentanan berbasis komunitas. Hal ini dapat mengidentifikasi potensi dampak risiko yang mungkin mengancam komunitas tertentu, seperti gempa bumi, angin topan, dan badai.
Keraguan dan Informasi yang Salah tentang Vaksin
Penyebaran rumor dan “berita palsu” tentang vaksin Covid-19 di media sosial telah menyebabkan peningkatan tingkat infeksi serta perpecahan yang lebih besar di masyarakat. Pengusaha berada dalam posisi utama untuk mengatasi masalah ini. Mereka adalah sumber informasi tepercaya dan dapat memberikan pendidikan kesehatan.
Pertama, mereka harus mendengarkan tenaga kerja untuk mendapatkan gambaran tentang hambatan yang menghalangi orang untuk divaksinasi. Kedua, mereka harus merancang program komunikasi yang dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Terakhir, mereka dapat memberikan cuti berbayar bagi karyawan untuk menghadiri pusat vaksinasi.
Kejahatan dengan Kekerasan
Laporan Health on Demand 2023 menemukan bahwa kejahatan dengan kekerasan, termasuk di tempat kerja, menjadi perhatian utama bagi karyawan di seluruh dunia. Perusahaan berada dalam posisi yang unik untuk membantu karyawan yang memiliki kekhawatiran serupa, misalnya dengan
- mengembangkan rencana mitigasi krisis yang komprehensif, termasuk penilaian, persiapan, respons, dan pemulihan;
- memasang fitur pencegahan;
- mendukung kerja jarak jauh (jika memungkinkan);
- memfasilitasi tunjangan transportasi, seperti car-pooling atau mengganti biaya transportasi karyawan;
- menyediakan tunjangan kesehatan mental yang berkelanjutan;
- mendukung transisi solusi kesehatan manusia dan digital.
Melalui strategi manfaat, kita dapat membuat perubahan berbasis nilai untuk memenuhi prioritas perusahaan. Dengan cara ini, perusahaan tidak hanya menunjukkan kepada karyawan bahwa perusahaan mendukung kesejahteraan karyawan, tetapi juga menciptakan lingkungan yang memungkinkan mereka untuk berkembang dengan lebih baik.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Mercer, dengan judul “Are You Ready to Take A More Meaningful Approach to Employee Health?” pada 6 April 2023. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
AI Ubah Cara Pandang terhadap Risiko
Manfaat kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) terus berkembang pada masa kini. Namun, sensus Oliver Wyman terhadap 33 lembaga keuangan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) baru-baru ini melaporkan bahwa dua per tiga dari mereka menggunakan AI sekaligus mengkhawatirkan risiko yang terkait. Risiko ini berhubungan dengan risiko operasional yang membutuhkan kemampuan analitis untuk melaksanakan penilaian kinerja model dan keandalan.
Risiko Regulasi
Sejumlah negara atau lembaga telah meningkatkan fokus mereka melalui peraturan AI. Peraturan ini diajukan di UE, Hong Kong, Jepang, Arab Saudi, Singapura, Inggris, dan AS. Undang-Undang (UU) AI UE Tahun 2021, misalnya, mengusulkan denda hingga 6% dari omset global untuk tata kelola yang tidak memadai.
UU ini memperjelas bahwa pengembang, produsen, dan pengguna bertanggung jawab tidak hanya atas kesalahan dalam AI, tetapi juga atas potensi dampak yang ditimbulkan oleh AI. Dengan kata lain, penggunaan AI berarti bahwa tidak ada lagi persyaratan bagi orang yang dirugikan untuk membuktikan adanya tindakan atau kelalaian yang disengaja.
Risiko Etika dan Reputasi
Risiko AI memperburuk kekhawatiran seputar bias. Untuk memantau keadilan, diperlukan beberapa aspek, yaitu metrik khusus, kelompok yang ditargetkan, ambang batas, dan tindakan yang dihasilkan.
Metrik bias dan kemampuan interpretasi sampai batas tertentu harus dipesan lebih dahulu, tetapi tidak berdasarkan keputusan ad hoc satu orang. Penggunaan standar, kebijakan, dan selera risiko yang dipertimbangkan adalah kuncinya.
Risiko Privasi, Teknologi, dan Data
Model-model yang canggih ini meningkatkan masalah privasi dan keamanan. AI telah meningkatkan akses ke data yang tidak terstruktur, seperti gambar, suara, dan teks.
Untuk memenuhi kompleksitas dan ekspektasi yang terus meningkat dalam pemeliharaan data, penelusuran, dan audit; standar organisasi membutuhkan kualitas data, bias, minimalisasi, privasi, dan keamanan yang dimonitor. Ini adalah masalah yang hanya dapat ditangani dengan pendekatan holistik dan proaktif.
Jika kita menyadari kehadiran AI, pada dasarnya kita tidak berbicara tentang risiko baru, melainkan hanya meningkatkan pendekatan untuk menutup kerentanan yang ada. Ada beberapa peningkatan keterampilan yang dibutuhkan sebab AI membawa potensi pendekatan yang lebih akurat dan adil. Meski begitu, ketika terjadi kesalahan, kesalahan tersebut bisa jadi lebih besar dan cepat.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Oliver Wyman, dengan judul “How AI is Changing The Way We Think About Risk” pada November 2022. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Pembelajaran dari Gelembung Mata Uang Kripto
Krisis keuangan dalam beberapa dekade terakhir menjadi pendorong di balik gerakan untuk lebih memahami manfaat relatif dari berbagai ukuran risiko. Pentingnya pemahaman mengenai ukuran-ukuran ini ditekankan pada ranah kelas aset baru, seperti mata uang kripto.
Model-model penetapan harga telah gagal karena tidak memasukkan fenomena gelembung harga. Hal ini, pada gilirannya, menambah keparahan penurunan bagi para investor dan manajer risiko yang salah mengukur potensi eksposur yang merugikan terhadap risiko pasar di ranah ini.
Jenis gelembung harga aset yang dipertimbangkan hanya ada dalam model perdagangan berkelanjutan. Dalam istilah ekonomi, arus kas diskonto yang disesuaikan dengan risiko dan nilai likuidasi yang diharapkan pada suatu jangka waktu tertentu tidak sama dengan harga pasar. Artinya, nilai fundamental aset tersebut tidak sama dengan harga pasarnya.
Gelembung semacam itu muncul ketika investor mencoba mendapatkan keuntungan perdagangan jangka pendek melalui perdagangan dalam jangka waktu yang terbatas. Dalam kondisi ini, keberadaan gelembung tersebut dapat diuji tanpa memperkirakan nilai fundamental aset.
Mata uang kripto secara alami cocok untuk bentuk pengujian karena memiliki arus kas dan nilai fundamental yang sesuai dengan nilai likuidasi mata uang. Situasi ini cukup masuk akal dalam kasus mata uang kripto baru, yang terutama digunakan sebagai alat tukar.
Secara teoritis, jika dibeli untuk disimpan dan digunakan sesuai kebutuhan, permintaan transaksi untuk aset-aset ini seharusnya dibatasi oleh penggunaan mata uang lain yang lebih standar. Namun, ekspektasi ini bertentangan dengan pengalaman historis, seperti pada ekspansi pasar mata uang kripto yang belum pernah terjadi selama satu dekade terakhir.
Artikel ini telah diterbitkan oleh PRMIA, dengan judul “Measuring Risk in New Asset Classes” pada Mei 2023. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Dewan Direksi di Era Geopolitik: Ketahanan sebagai Prioritas Utama
Risiko geopolitik merupakan salah satu dari tiga isu teratas yang diyakini oleh para CEO untuk ditindaklanjuti pada 2023. Bagi manajemen, keharusan menavigasi risiko geopolitik sudah jelas. Namun, bagi dewan, peta jalannya masih belum jelas. Sebenarnya, apa saja peran dewan direksi, relatif terhadap manajemen, dalam membangun dan mengelola perusahaan yang tangguh?
Dalam survei terhadap dewan direksi global, sebagian besar mengatakan bahwa mereka sangat siap untuk menghadapi tantangan yang dekat dengan negara mereka, tetapi tidak siap menghadapi kekuatan berskala lebih besar. Nyatanya, dewan harus segera beradaptasi dengan tatanan global. Mereka membutuhkan perincian yang lebih besar dalam cara memahami, memantau, dan memitigasi risiko geopolitik
Memahami: Keahlian dan Kompetensi
Hal ini dimulai dengan siapa. Dewan yang beragam dengan keahlian dan pengalaman secara aktif terlibat dalam pemecahan masalah. Dewan dapat membentuk tugas komite-komite utama untuk menghadapi risiko geopolitik di berbagai dimensi. Selain itu, dewan dan tim manajemen harus memiliki pembagian tanggung jawab yang jelas dalam hal memimpin pengelolaan risiko geopolitik. Biasanya, dewan direksi berfokus pada penyediaan arah dan strategi yang jelas.
Dengan adanya siapa, pertanyaan selanjutnya adalah informasi apa yang harus diberikan kepada dewan untuk mengedukasi anggota.
Meskipun keragaman pandangan harus dipertahankan, dewan juga harus mempertahankan pendidikan yang selaras dan berkelanjutan. Paparan terhadap beragam perspektif diperlukan untuk menavigasi dunia yang multipolar.
Dalam hal kapan, risiko geopolitik tidak mengikuti kalender kuartalan. Sebaliknya, dewan direksi harus meningkatkan kemampuan untuk mengambil keputusan setidaknya setiap bulan untuk meninjau perkembangan sesuai kebutuhan.
Dimensi yang kurang dihargai dalam meningkatkan kemampuan dewan adalah tempat (di mana). Dewan harus mempertimbangkan pengadaan pertemuan di berbagai pasar, termasuk pasar-pasar utama yang sedang berkembang. Hal ini tidak hanya akan memperdalam pemahaman, tetapi juga memberi sinyal secara eksternal dan internal mengenai komitmen organisasi terhadap suatu pasar.
Terakhir, bagaimana caranya. Faktanya, risiko geopolitik melintasi semua tim, seperti komunikasi, keuangan, dan teknologi.
Memantau: Kerangka Kerja yang Relevan
Meningkatkan pemahaman dewan direksi merupakan hal yang mendasar. Pemahaman tersebut kemudian perlu disalurkan ke dalam pemantauan berkelanjutan melalui kerangka kerja yang memfokuskan pikiran dewan direksi.
Salah satu kerangka kerja tersebut adalah dasbor risiko geopolitik yang meninjau pasar secara berjenjang. Pasar dengan tingkat yang lebih tinggi adalah pasar yang mendorong organisasi menavigasi kepentingan antar negara yang bersaing secara tajam. Pasar tingkat bawah memiliki risiko lokal, seperti ketidakstabilan politik.
Meskipun beberapa pertimbangan dewan direksi terhadap pasar tertentu dapat ditindaklanjuti, dewan direksi juga harus menyisakan ruang untuk ditinjau dan didiskusikan. Hal ini akan memastikan bahwa dewan memberikan manfaat bagi manajemen.
Kerangka kerja lain yang dapat dimanfaatkan oleh dewan adalah kerangka kerja “angsa hitam, badak abu-abu, dan lapisan perak” (black swans, gray rhinos, and silver linings) untuk menilai dan mengelompokkan skenario geopolitik utama. Angsa hitam adalah risiko yang tidak diketahui dengan dampak tinggi, sedangkan badak abu-abu adalah risiko yang dapat diperkirakan dengan dampak tinggi. Di sisi lain, lapisan perak mewakili area peluang di tengah gejolak geopolitik.
Mitigasi: Pengembangan dan Penerapan Kontrol Risiko
Beberapa lembaga menerapkan pengendalian yang mencakup
- memastikan tim manajemen membangun ketahanan dalam rantai pasokan,
- meninjau kebijakan asuransi,
- mengalibrasi ulang struktur perusahaan dan teknologi,
- berinvestasi dalam urusan publik dan regulasi, serta
- memikirkan cara terbaik untuk melibatkan dan mempertahankan komitmen kolega terhadap perusahaan di tengah kekuatan sentrifugal nasionalisme.
Salah satu kontrol utama adalah dewan memastikan bahwa organisasi telah mendefinisikan dengan jelas aktivitas dan entitasnya di pasar yang sensitif secara geopolitik. Selain itu, dewan dapat menugaskan pengembangan compact tambahan. Pengembangan compact tersebut membantu menciptakan keselarasan dan dukungan internal yang penting dalam mengelola risiko geopolitik. Pada akhirnya, dewan memang memiliki peran kunci dalam melakukan pengawasan untuk meningkatkan kemampuan manajemen.
Artikel ini telah diterbitkan oleh McKinsey & Company, dengan judul “Geopolitical Resilience: The New Board Imperative” pada 8 Agustus 2023. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.
Transformasi Manajer Aset dengan AI Generatif
AI Generatif (Generative AI/GenAI) memiliki potensi untuk mentransformasi industri manajemen aset. Model yang mendasarinya menyerap informasi dalam jumlah besar, kemudian dilatih untuk memahami konteks dan makna. Jika diterapkan dalam skala besar, GenAI siap meningkatkan dan mendisrupsi manajemen aset.
GenAI memiliki potensi dampak yang signifikan, yaitu sebagai berikut.
- Peningkatan Efisiensi Operasional
Terdapat potensi peningkatan efisiensi operasi sebesar 10—15% jika AI ditanamkan dalam skala besar. GenAI juga dapat digunakan untuk membantu mempercepat pekerjaan di departemen-departemen seperti pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia (SDM).
- Personalisasi dalam Skala Besar
GenAI memungkinkan kemampuan untuk menawarkan apa yang dibutuhkan oleh setiap pelanggan. Di masa depan, GenAI juga dapat membantu tenaga penjual melakukan persiapan pertemuan, mengirim catatan dalam bentuk ringkasan kepada tim manajemen, dan secara rutin mengakses mesin rekomendasi yang kuat.
- Peracikan Pengetahuan
Sistem pengetahuan yang didukung oleh GenAI dapat “memahami” maksud dari sebuah pertanyaan. Organisasi-organisasi mulai menggunakan pengetahuan dengan GenAI. Diperkirakan, tren ini akan terus berlanjut.
- Akselerator Penelitian
Dalam waktu dekat, asisten peneliti yang diaktifkan GenAI akan membantu perusahaan-perusahaan kecil untuk menyamakan kedudukan dengan menciptakan pasukan analis riset “sintetis” dengan biaya marjinal yang rendah.
- Demokratisasi Pengkodean
GenAI dapat meningkatkan pengembangan perangkat lunak, memungkinkan demokratisasi yang lebih besar dalam pengembangan kode, dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya luar negeri.
Mulai dari Mana?
Mengingat betapa cepatnya GenAI berkembang, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memahaminya dari dasar, termasuk Dewan, C-level, dan staf. Organisasi yang menginvestasikan waktu lebih awal akan memosisikan diri secara efektif dalam hal penavigasian GenAI.
Secara khusus, organisasi perlu menjawab tiga pertanyaan berikut.
- Di mana GenAI akan menjadi sumber keunggulan kompetitif (yang dikelola secara internal)?
Peran tim-tim dalam organisasi perlu ditinjau kembali. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih dalam sejak dini akan membantu membentuk fokus organisasi.
- Aplikasi/kasus penggunaan mana yang harus segera dimulai untuk memaksimalkan pembelajaran dan dampak di seluruh organisasi?
GenAI merupakan hal baru bagi hampir semua orang, jadi menemukan kecocokan yang tepat di organisasi akan membutuhkan waktu. Eksperimen pun dirancang untuk menyeimbangkan dampak dan pembelajaran.
- Bagaimana cara mengelola keamanan dan kepatuhan sambil menghindari risiko dan jebakan yang dapat merusak bisnis?
Ada beberapa pertanyaan seputar keakuratan konten yang dibuat GenAI, asal-usul data, dan kontrol kualitas. Organisasi perlu memikirkan persyaratan peraturan untuk jenis data tertentu.
GenAI dapat menjadi terobosan positif bagi para manajer aset di saat yang kritis bagi industri ini. Sebagai hal yang mendesak, manajer aset membutuhkan strategi GenAI yang berwawasan ke depan.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Boston Consulting Group, dengan judul “How Asset Managers Can Transform with Generative AI” pada 31 Juli 2023. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.