Peraturan Menteri BUMN Nomor Per- 5/MBU/09/2022 tentang Manajemen Risiko pada BUMN (PerMen No:5) merupakan tonggak penting dalam pengelolaan BUMN yang merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi di Indonesia. Dengan kehadiran PerMen No:5 tersebut, langkah dan koridor penerapan manajemen risiko di tingkat organisasi BUMN menjadi jelas, terarah, dan sedikit banyak terstandarisasi. Terkait dengan hal ini, ada satu tantangan tersendiri dalam penerapannya terutama bagi mereka yang diberikan amanah sebagai anggota direksi dan atau dewan Komisaris, yaitu ‘apakah atau bagaimana PerMen No: 05 tersebut dapat meningkatkan keunggulan daya saing BUMN dalam kancah persaingan global di era digital?’
Walau jawaban bisa beragam tergantung sudut pandang, pengalaman, kompetensi dan berbagai faktor lainnya, penulis berharap artikel pendek ini dapat menjadi salah satu sandaran pokok pikiran tentang bagaimana penerapan manajemen risiko terutama ERM (Enterprise Risk Management) di suatu organisasi (baik BUMN maupun privat) secara fundamental dapat meningkatkan daya saing dan ketangguhan mereka.
Risiko adalah efek dari ketidakpastian terhadap pencapaian sasaran organisasi (SNI ISO 31000), dan upaya manajemen risiko adalah aktivitas terkoordinasi untuk pengelolaan risiko organisasi tersebut, mulai dari tingkat strategis sampai pada operasional dan administratif. Oleh karena itu, perlu disimak bahwa organisasi tidak akan pernah efektif dalam pengelolaan risiko bila tidak memiliki atau menetapkan sasaran mereka terlebih dahulu, yang jelas dan spesifik, kompetitif dan menantang, terukur dan tertelusur, serta dengan target waktu yang eksplisit. Setelah adanya sasaran yang ditetapkan – terutama sasaran strategis (catatan: yang kemudian diikuti dengan penetapan sasaran operasional dan fungsional pendukung sasaran strategis tersebut) yang sejatinya untuk menciptakan dan melindungi nilai organisasi (create and protect value) baik jangka pendek maupun panjang.
Untuk hal tersebut, tiap BUMN perlu bertanya dan sekaligus mencari jawaban terhadap tiga pertanyaan fundamental sebelum penerapan ERM di suatu organisasi:
- “Are we taking the right risk?”: Apakah risiko, terutama risiko strategis yang diambil sudah tepat dan relevan dalam mendukung pencapaian sasaran strategis BUMN, yang secara inheren berisikan peningkatan daya saing atau pengelolaan risiko sisi-atas dalam penciptaan nilai organisasi (upside risk) dan membangun ketangguhan atau pengelolaan risiko sisi-bawah dalam upaya menjaga atau memberikan perlindungan terhadap nilai organisasi (downside risk).
- “Are we taking the right amount of risk?”: Apakah jumlah risiko strategis yang diambil BUMN tersebut sudah tepat, terukur dan terjaga jumlah paparan risiko-nya, baik yang berbentuk spesifik maupun agregat. Perlu dibangun suatu kesepakatan di tingkat direksi dan dewan komisaris beberapa hal fundamental misal selera risiko (Risk Appetite), kapasitas risiko (Risk Capacity) dan toleransi risiko (Risk Tolerance) yang menjadi pijakan BUMN secara entitas dalam pengelolaan risiko mereka.
- “Do we have the right infrastructure and process?”: Apakah infrastruktur dan proses manajemen risiko yang ada atau akan ada sudah tepat guna dan tepat sasaran sehingga turunan dari risiko strategis ke risiko operasional dan fungsional jelas keterkaitannya bahkan sampai pada tingkat proses bisnis terdepan. Pertanyaan mencakup juga tentang sejauh apa teknologi dan metodologi diadopsi dan digunakan secara efektif dan efisien untuk memastikan bahwa dalam pengelolaan risiko di organisasi – direksi dan dewan komisaris dapat memperoleh informasi tepat waktu dan bernas sehingga termampukan untuk mengambil keputusan berdasar pada koridor dan pertimbangan risiko yang menyertai misal: penentuan limit risiko dan Key Risk Indicators (KRI).
Setelah ketiga pertanyaan di atas terjawab oleh direksi dan dewan komisaris, BUMN perlu membangun kapasitas dan kapabilitas secara menyeluruh sehingga penerapan manajemen risiko mereka tidak berhenti pada kepatuhan semata tetapi meresap sampai menjadi budaya sadar dan tanggap risiko yang tidak hanya responsif tetapi pro-aktif dan inovatif. Untuk itu, perlu dibangun kesadaran dan ketertarikan kolektif dari semua insan yang ada di BUMN sehingga mereka akan tergerak, terpimpin dan terbentuk menjadi unsur dasar pembentukan budaya organisasi dengan tahapan sebagai berikut:
- Bangun kapasitas dan kapabilitas organisasi melalui sejumlah individu yang kompeten secara fundamental dalam bidang manajemen risiko sehingga titik kritis minimum tercapai yaitu sekitar 15-25% di berbagai jenjang organisasi mulai dari organ direksi dan dewan komisaris sampai pada semua insan yang berperan dalam proses bisnis yang diperlukan. Hal ini mencakup baik pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills) dan sikap kerja (attitude).
- Setelah hal di atas tercipta, organisasi dapat memulai pembentukan budaya organisasi dengan konsep konsep ABC (Attitude, Behaviour, Culture) dimana sikap kerja individu yang kompeten menjadi dasar pembentukan perilaku kolektif, dan kemudian menjadi basis kuat dalam pembentukan budaya sadar dan tanggap risiko organisasi secara keseluruhan.
Sebagai penutup, mari kita ulang pertanyaan di awal artikel yaitu “apakah atau bagaimana PerMen No: 05 tersebut dapat meningkatkan keunggulan daya saing BUMN dalam kancah persaingan global di era digital?” , yang disusuli jawaban ringkas dari pertanyaan tersebut:
- Keunggulan daya saing BUMN dapat ditingkatkan?: Yah, karena BUMN harus menentukan terlebih dahulu risiko strategis mereka yang merupakan cerminan dari adanya suatu sasaran strategis organisasiterlebih dahulu – yang sejatinya berdimensi penciptaan atau peningkatan keunggulan bersaing yang terukur dan tertelusur, sehingga mampu menciptakan nilai (create value or value creation) organisasi baik jangka pendek maupun panjang. Dalam era digital, pembangunan kapasitas serta kapabilitas pengelolaan risiko untuk dapat mengelola risiko strategis tidak akan dapat terlepas dari pengaruh dan dampak perkembangan teknologi digital, yang oleh karena itu perlu menjadi bagian esensial dalam penetapan konteks manajemen risiko BUMN. Lebih jauh lagi, organisasi juga perlu mempertimbangkan tren, isu dan tantangan masa depan yaitu SDGs (Sustainable Development Goals) dan ESG (Environmental, Social, and Governance).
- Ketangguhan BUMN dapat ditingkatkan?: Ya, karena risiko strategis perlu diturunkan dan dipadukan pada keseluruhan proses di tingkat operasional dan fungsional sehingga pengendalian terhadap risiko entitas BUMN terjaga efektivitasnya. Dengan pemaduan tersebut, BUMN dapat proaktif, antisipatif dan selalu siaga dalam melindungi nilai organisasi terhadap risiko destruktif (protect value or value protection) baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Hal ini akan semakin solid dan berdaya tahan tinggi bila mereka mengadopsi juga berbagai turunan dari ERM yaitu BCM (Business Continuity Management) dan DR (Disaster Recovery) sehingga ketangguhan dan kelincahan organisasi dapat ditingkatkan dalam era VUCA – Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity.
Kedua hal di atas akan menjadi keniscayaan – hanya dan bila ada pembangunan kompetensi terstruktur dan sistematis di bidang manajemen risiko secara fundamental, mulai dari tingkat individu sampai pada entitas secara keseluruhan. (https://crmsindonesia.org/programs/risk-management-series/erm-fundamentals-with-dual-certification/) Selain itu, penggunaan standar internasional atau nasional sebaiknya diadopsi oleh BUMN untuk mengoperasionalisasikan penerapan PerMen No: 05 yaitu:
- SNI ISO 31000 Manajemen Risiko – Prinsip dan panduan yang identik dengan Standar Internasional ISO 31000 dan selaras dengan Permen 05 (https://irmapa.org/permen-bumn-nomor-per-5-mbu-09-2022-tentang-manajemen-risiko-pada-bumn-2
- SNI 8848:2019 Manajemen risiko – Panduan implementasi SNI ISO 31000 di sektor publik. SNI 8848 adalah turunan dari SNI ISO 31000 yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks manajemen risiko sektor publik.
- SNI 8849:2019 Manajemen Risiko – Kompetensi sumber daya manusia dalam implementasi SNI ISO 31000. SNI 8849 adalah turunan dari SNI ISO 31000 yang sudah disesuaikan dengan sistem nasional pembangunan kompetensi vokasi di bidang manajemen risiko.
Mudah-mudahan artikel pendek ini bermanfaat, salam secinta Indonesia.
Dr. Antonius Alijoyo
- Pendiri CRMS Indonesia (Center for Risk Management and Sustainability)
- Ketua Komite Teknis 03/10 BSN: Governansi, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan.