Penulis: Dr. Antonius Alijoyo, ERMCP, CERG
Ketua Komite Teknis 03-10 Tatakelola, Manajemen Risiko dan Kepatuhan
Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia
Kompas 3 Februari 2019 memuat berita tentang Presiden Joko Widodo yang menyampaikan enam arahan terkait pengurangan risiko dan penanggulangan bencana (Kompas 2/2/2019: ‘Risiko Bencana Menjadi Acuan’). Arahan disampaikan oleh presiden saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) se-Indonesia , Sabtu 2/2/2019, di Surabaya.
Enam arahan tersebut secara singkat:
- Setiap pembangunan harus dilandaskan pada aspek pengurangan risiko bencana;
- Pelibatan akademisi dan pakar bencana;
- Saat terjadi bencana, gubernur sebagai Komandan Satuan Tugas ;
- Pembangunan Peringatan Dini Terpadu ;
- Pendidikan kebencanaan ;
- Simulasi dan pelatihan.
Terlihat dalam arahan di atas akan harapan Presiden Joko Widodo agar risiko bencana di Indonesia dapat tertangani lebih terpadu, mulai dari pemastian bahwa setiap pembangunan harus dilandaskan pada aspek-aspek pengurangan risiko bencana, sampai pada penugasan gubernur sebagai pimpinan eksektif tertinggi dalam penanganan bencana di daerahnya.
Selain itu, pelibatan akademisi dan pakar, pembangunan pendidikan kebencanaan, serta simulasi dan pelatihan juga menjadi arahan penting dari presiden agar ada pendekatan yang lebih menyeluruh dan mendasar sampai ke dalam sistem sosial masyarakat.
Penulis yang kebetulan pernah mempelajari bagaimana sistem dan praktik pengurangan risiko dan penanggulangan bencana alam di negara lain terutama di Jepang meyakini bahwa arahan Presiden di atas perlu ditindaklanjuti dengan langkah lebih kongkrit setidaknya dengan penerapan sistem manajemen risiko yang terstandarisasi di BNPB dan BPBD serta di lingkungan pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten kota di seluruh Indonesia, terutama yang berada di lokasi rawan bencana.
Tanpa adanya sistem manajemen risiko yang terstandarisasi (STANDAR) akan sulit mengukur sejauh apa efektifitas usaha pengurangan dan penanggulangan risiko bencana di Indonesia, terlebih usaha untuk meningkatkan pengendalian yang lebih berorientasi pada peringatan dini. Keberadaan suatu standar akan membantu semua pihak yang terlibat terutama BNPB dan BPBD untuk konsisten dan disiplin menjalankan proses manajemen risiko, mulai dari penetapan konteks masing-masing daerah, asesmen risiko, dan langkah mitigasi terhadap dampak risiko tersebut.
Berbicara mengenai STANDAR (standar manajemen risiko), ISO (International Organization for Standardization) sudah mengeluarkan ISO 31000:2018 Standar Internasional Manajemen Risiko. Dalam hal ini, Indonesia bahkan sudah mengadopsinya menjadi standar nasional dengan nama SNI ISO 31000:2018 Manajemen Risiko.
Rincian lebih jauh mengenai SNI ISO 31000:2018 dapat diakses di Badan Standarisasi Nasional (BSN – www.bsn.go.id) yang merupakan lembaga penyusun Standar Nasional Indonesia. Dalam hal ini, penulis berharap agar BNPB dan BPBD mendalami standar tersebut dan menerapkannya sebagai payung pemadu semua referensi teknis pengurangan dan pengendalian risiko bencana yang saat ini sudah tersedia. Melalui penggunaan standar tersebut, kita dapat berharap semua usaha pengurangan risiko dan penanggulangan bencana secara nasional dapat dijalankan lebih efektif sehingga korban jiwa bencana dapat terhindarkan semaksimal mungkin di negeri kita tercinta Indonesia.