Oleh: Haris Firmansyah, SE & Sekretariat IRMAPA

Ketika krisis keuangan global melanda pada 2007-2009, uji stres—analisis untuk mengukur ketahanan bank terhadap kejutan ekonomi—telah dikenal dalam dunia perbankan. Namun, krisis ini mengungkap kelemahan mendasar dalam pendekatan lama, terutama dalam mengantisipasi dampak peristiwa dengan probabilitas rendah namun dampak tinggi.

Latar Belakang dan Perubahan Regulasi
Meski ekonomi global telah melalui resesi-resesi sebelumnya, krisis finansial global mengungkap perlunya perbaikan dalam praktik pengelolaan modal bank. Di Amerika Serikat, Supervisory Capital Assessment Programme (SCAP) pada 2009 menandai dimulainya evaluasi simultan atas 19 bank besar. Ini berkembang menjadi Comprehensive Capital Analysis and Review (CCAR), yang mewajibkan bank untuk mengajukan skenario stres mereka, sekaligus menyimulasikan kondisi ekonomi ekstrem. Tujuan utama uji stres ini adalah mengurangi “miopia bencana”—sikap abai terhadap potensi krisis—dan mendorong stabilitas finansial yang lebih tangguh.

Pendekatan Pemodelan dalam Uji Stres
Pendekatan kuantitatif menjadi andalan dalam uji stres, terutama melalui dua metode populer:

  1. Vector Autoregression (VAR): Model VAR memperkirakan berbagai hasil ekonomi menggunakan simulasi Monte Carlo yang melibatkan variabel-variabel makroekonomi, seperti PDB dan tingkat pengangguran. VAR memungkinkan perhitungan probabilitas untuk berbagai skenario stres, membantu bank meramalkan risiko default berdasarkan kondisi ekonomi yang memburuk.
  2. Copula: Model copula menggunakan distribusi gabungan untuk menilai hubungan antara variabel makroekonomi dan tingkat gagal bayar kredit. Dengan membangun korelasi statistik antara variabel ekonomi dan tingkat default, model ini memungkinkan proyeksi yang lebih terukur atas kemungkinan gagal bayar di bawah skenario stres.

Tantangan Uji Stres Masa Kini
Salah satu tantangan terbesar dalam uji stres adalah mengintegrasikan data dari berbagai sistem warisan dan sumber data berbeda yang seringkali tersebar, tidak terkonsolidasi, atau bahkan hilang. Ini membutuhkan investasi dalam arsitektur teknologi serta tim khusus yang menjaga kualitas dan konsistensi data. Tantangan lain adalah menjaga tenaga kerja ahli dalam kuantitatif dan kolaborasi lintas tim untuk validasi serta tata kelola model.

Krisis keuangan global telah menjadi titik balik dalam uji stres perbankan, memacu penggunaan model-model canggih yang mampu mendeteksi kelemahan sistem perbankan. Namun, tantangan masih ada, terutama dalam memastikan uji stres dapat menangkap skenario tak terduga di masa depan. Waktu yang akan menentukan seberapa baik ketahanan bank dalam menghadapi krisis selanjutnya.

Artikel ini telah diterbitkan oleh PRMIA, dengan judul “Global Financial Crisis: The Turning Point For Stress Testing” pada Agustus 2024.