Penulis: Cipto Hartono SE As, AAIK, ANZIIF (Snr Associate), AIIS, APAI, QCRO, QRGP, CERG

Ketua Bidang Keanggotaan IRMAPA

Berdasarkan hasil survei yang baru saja dikeluarkan oleh IRMAPA tentang Top 10 Risks Konteks Indonesia Tahun 2022, diketahui bahwa kapasitas internal organisasi yang paling penting dan perlu ditingkatkan dalam pengelolaan risiko adalah Kapasitas SDM sebesar 45%, diikuti Penguatan Kerangka Kerja/Proses sebesar 39% dan Keandalan Teknologi sebesar 16%. Terlihat bahwa kapasitas dari pelaksana manajemen risiko telah disadari menjadi faktor yang sangat penting dalam mendukung pengelolaan risiko.

Selanjutnya, survei juga mengidentifikasi tantangan terbesar apa saja yang mempengaruhi peningkatan kapasitas internal. Didapati dua hasil survei tertinggi yakni keterbatasan kompetensi internal untuk melakukan pengembangan, di mana pada saat yang sama organisasi masih memiliki isu permasalahan lain yang lebih mendesak.

Di skala internasional, salah satu risiko yang mencuat ke dalam daftar World 10 Top Operational Risks 2022 yang di rilis Risk.net adalah Talent Risk. Tidak tanggung-tanggung, dari sebelumnya tidak tercantum pada daftar yang sama di tahun 2021, risiko ini langsung menduduki posisi tiga tahun ini.

Apa yang menyebabkan Talent Risk ini menjadi penting?

Kondisi dunia yang sangat tidak menentu dimasa dan paska pandemi telah membuat perubahan besar pada banyak sektor. Akselerasi penggunaan teknologi yang masif, digitalisasi, remote working, otomasi, merupakan beberapa contoh perubahan yang kita semua alami. Perubahan tersebut akhirnya membuat pergeseran kebutuhan akan sumberdaya manusia dan kompetensinya. Pengetahuan dan pengalaman yang sebelumnya dimiliki oleh karyawan di sebuah organisasi, terkadang menjadi tidak lagi relevan untuk melaksanakan proses aktivitas bisnis yang sudah berubah.

Munculnya banyak perusahaan start-up yang memiliki cara kerja bertempo cepat, mengandalkan teknologi dan talent muda, juga mendorong permintaan sumberdaya dengan kompetensi yang spesifik menjadi besar. Sesuai hukum demand and supply di mana pada saat permintaan sedang tinggi sementara tidak diiringi suplai yang mencukupi maka harga akan naik. Demikian pula yang dialami oleh banyak organisasi pada saat ingin merekrut calon karyawan. Terbatasnya talent yang kompeten untuk mengisi posisi tertentu menyebabkan tingginya harga yang harus ditawarkan untuk menarik calon karyawan terbaik. Kondisi ini tentunya menimbulkan risiko terkait talent yang perlu mendapat perhatian. Kebutuhan yang cepat akan talent tertentu terkadang menyebabkan proses pemilihan kandidat menjadi terbatas. Organisasi sering kali akhirnya menerima talent dengan kualifikasi dan kompetensi yang sebenarnya tidak mencukupi atau tidak terlalu cocok dengan yang diharapkan.

Demikian pula dengan karyawan yang sudah ada, meskipun secara jumlah tenaga kerja mencukupi namun terkadang ditemui adanya kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki dengan kebutuhan teknis terkait jenis pekerjaan dan proses kerja yang baru. Di sisi lain, organisasi juga perlu memastikan bahwa talent terbaiknya akan tetap bersama mereka dengan memberikan paket remunerasi yang tetap menarik ditengah kondisi yang masih tidak stabil ini.

Jika dikaitkan dengan pengelolaan risiko, konsep pertahanan tiga lini atau biasa disebut three lines of defense, menekankan pentingnya pengendalian risiko dilaksanakan ditahap awal oleh pemilik risiko (risk owner). Salah satu kunci keberhasilan penerapan three lines of defense adalah kecukupan kompetensi pemilik risiko. Sebagai pihak yang pertama kali menghadapi risiko didalam proses aktivitas bisnis, seorang pemilik risiko perlu dibekali dengan pemahaman dan pengetahuan atas risiko dan bagaimana cara untuk mengelolanya. Selanjutnya seiring waktu ia perlu melaksanakannya dengan terstruktur agar secara bertahap muncul sikap kerja yang tepat dan pengalaman serta keterampilan mengelola risiko yang baik.

Bicara tentang kompetensi, setidaknya ada 3 dimensi yang perlu dimiliki seseorang untuk dapat dikatakan kompeten yakni Pengetahuan (Knowledge), Ketrampilan (Skill) dan Sikap Kerja (Attitude). Pengetahuan didapatkan dari pendidikan maupun pelatihan baik formal dan informal, selanjutnya keahlian dan keterampilan akan terbentuk dari pengalaman dan jam terbang, sementara sikap kerja adalah cara pandang seseorang yang mendorong tindakan dan pelaksanaan proses kerja yang tepat. Dengan demikian organisasi perlu senantiasa memastikan karyawannya memiliki kompetensi yang mencukupi dan sesuai dengan konteks pekerjaan terkini yang sedang dijalani sebagai bagian dari talent management.

Dengan memahami pentingnya pengelolaan talent risk, diharapkan organisasi dapat menyiapkan langkah-langkah antisipatif yang tepat, baik berupa peningkatan kapasitas SDM yang ada maupun strategi yang perlu dilakukan pada saat proses perekrutan.