Dulu, transfer risiko kredit hanya dianggap cara melepas aset non-inti. Sekarang, perannya jauh lebih besar. Didukung aturan baru, pengawasan ketat, dan meningkatnya permintaan pasar, transfer risiko berkembang jadi strategi penting untuk efisiensi modal sekaligus sumber pendapatan tambahan.
Sejak 2016, volume sekuritisasi aset sintetis—metode utama transfer risiko—melonjak hingga $1,1 triliun, dengan Eropa sebagai penyumbang terbesar. Kalau dulu sekuritisasi identik dengan krisis 2008, kini pasar lebih sehat karena aset berisiko tinggi dan utang berlebihan sudah disingkirkan.
Basel IV, aturan internasional yang mengatur permodalan bank, mendorong lembaga keuangan mencari cara menekan aset tertimbang risiko. Salah satunya lewat sekuritisasi. Bank Sentral Eropa (ECB, European Central Bank) juga mendukung karena dinilai bisa memperdalam pasar modal dan memperkuat ekonomi.
Manfaat Transfer Risiko
Transfer risiko tumbuh cepat karena:
- Bank ingin meringankan neraca,
- Investor (misalnya dana utang swasta) mencari peluang eksposur kredit.
Contoh nyata: Desember 2024, International Finance Corporation (IFC) bermitra dengan Banco Santander Chile dan PGGM (dana pensiun asal Belanda) dalam kesepakatan $1 miliar untuk memperluas akses kredit pemilikan rumah (KPR) bagi perempuan di Chili.
- IFC memberi perlindungan kredit $800 juta,
- PGGM menanggung kerugian pertama,
- IFC tetap memegang risiko senior.
Semua pihak untung: bank bisa menyalurkan kredit ke segmen kurang terlayani, PGGM mendapat diversifikasi, IFC jalankan misinya mendukung negara berkembang.
Instrumen yang Dipakai
- Sekuritisasi tunai – menjual pinjaman ke Special Purpose Vehicle (SPV) untuk dapat likuiditas.
- Sekuritisasi sintetis – mengalihkan risiko tanpa pindah kepemilikan, lebih fleksibel.
- Asuransi risiko kredit – perlindungan lewat perusahaan asuransi dengan premi.
- Forward flow agreement – perjanjian penjualan dan/atau pembelian aset secara bertahap di masa depan.
- Hybrid structure – gabungan berbagai instrumen investasi.
Fondasi Agar Berkelanjutan
Agar efektif, bank perlu:
- Data berkualitas untuk analisis neraca dan transparansi.
- Analitik & simulasi untuk memprediksi dampak terhadap modal dan likuiditas.
- Uji ketahanan & otomatisasi untuk memenuhi Significant Risk Transfer (SRT), standar regulator agar pengalihan risiko sah.
- Tata kelola jelas dengan peran dan proses terstruktur.
- Hubungan investor solid lewat komunikasi rutin dan kolaborasi dengan dana swasta atau dana kekayaan negara.
- Manajemen risiko kuat dengan selera risiko yang jelas dan dukungan regulator.
Transfer risiko kini jadi strategi inti bank modern. Bukan sekadar alat teknis, melainkan cara memperkuat neraca, memperluas akses kredit, dan mendukung pembiayaan ekonomi yang berkelanjutan.
Artikel ini telah diterbitkan oleh McKinsey, dengan judul Risk Transfer: A Growing Strategic Imperative for Banks. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.