Pandemi, perang, perubahan iklim, dan disrupsi teknologi membuat risiko semakin sulit ditebak. Digitalisasi, transisi energi, hingga ketergantungan rantai pasok juga menambah kompleksitas.
Lembaga keuangan menjadi salah satu sektor yang paling rentan. Alasannya sederhana: sektor ini sangat penting bagi perekonomian, tapi sekaligus sangat sensitif terhadap guncangan. Masalahnya, risiko-risiko baru sering kali tidak bisa diprediksi atau ditangkap dengan model konvensional. Karena itu, identifikasi dan penilaian sejak dini menjadi kunci untuk menjaga ketahanan.
- Manajemen Risiko Harus Gesit dan Berwawasan ke Depan
Risiko di era sekarang tidak berdiri sendiri. Mereka saling berkaitan, bahkan bisa memicu satu sama lain. Perang Rusia-Ukraina misalnya, bukan hanya masalah geopolitik, tetapi berdampak pada energi, pangan, hingga inflasi global.
Karena itu, manajemen risiko tidak cukup hanya untuk mencegah kerugian. Ia juga harus bisa melihat peluang, mendeteksi dampak negatif lebih awal, dan menyiapkan langkah antisipasi.
- Bank Membutuhkan Emerging Risk Manager
Ada dua pertanyaan penting dalam manajemen risiko proaktif:
- Apa yang sedang berubah di dunia?
- Apa dampaknya bagi bisnis dan model operasional kita?
Untuk menjawabnya, bank membutuhkan peran baru yang disebut Emerging Risk Manager. Sosok ini yang memahami bisnis, operasi, dan risiko, serta mampu menghubungkan informasi dari berbagai sumber. Tugasnya: menyusun gambaran ancaman yang jelas dan memberi rekomendasi strategis.
Peran ini juga erat kaitannya dengan penggunaan data, skenario, dan stress testing. Misalnya, ketergantungan Eropa pada penyedia cloud asal Amerika menjadi risiko konsentrasi. Emerging Risk Manager harus bisa melihat masalah ini lebih awal dan mendorong strategi seperti investasi pada penyedia lokal.
- Risiko Baru adalah Masalah Budaya
Menghadapi risiko yang sulit diprediksi, risiko yang jelas tapi diabaikan, atau risiko yang nyata tapi dihindari, membutuhkan perubahan budaya.
Budaya risiko yang sehat ditandai dengan:
- Cara kerja yang tangkas dan keputusan cepat.
- Aliran informasi yang terbuka.
- Diskusi risiko rutin dan transparan.
- Pemimpin yang memberi contoh dengan membicarakan risiko secara jujur.
- Inovasi dan disrupsi sebagai pemicu kesadaran risiko.
- Insentif bagi mereka yang proaktif mendeteksi risiko.
Singkatnya, manajemen risiko bukan hanya soal sistem dan prosedur, tapi juga soal pola pikir organisasi.
- Badan Pengawas Harus Lebih Proaktif
Di tengah ketidakpastian, badan pengawas tidak bisa hanya pasif menerima laporan. Mereka perlu menjadi penggerak budaya risiko dengan cara:
- Lebih sering meminta pembaruan risiko yang berbasis situasi.
- Mengajukan pertanyaan tajam, khususnya soal risiko non-finansial.
- Membuka ruang diskusi, termasuk terkait budaya dan penanganan kesalahan.
- Menjadi mitra strategis bagi manajemen, bukan sekadar pengawas formalitas.
Risiko yang muncul tidak bisa lagi dihadapi dengan cara lama. Dunia bergerak terlalu cepat, dan risiko yang satu bisa dengan mudah memicu risiko lain.
Manajemen risiko yang efektif membutuhkan kecepatan, pandangan jauh ke depan, serta budaya organisasi yang terbuka terhadap diskusi dan inovasi. Ditambah dengan peran baru Emerging Risk Manager dan badan pengawas yang proaktif, bank dan lembaga keuangan bisa lebih siap menghadapi masa sulit yang penuh ketidakpastian.
Artikel ini telah diterbitkan oleh KPMG, dengan judul Emerging Risks: Risk Management in Turbulent Times. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.