Penulis tergerak untuk membuat tulisan ini dalam rangka berbagi pandangan mengenai perkembangan sertifikasi kompetensi personil di Indonesia secara menyeluruh. Menurut penulis hal ini penting untuk berbagi dengan komunitas karena masih ada beberapa pandangan dan atau opini yang bersifat parsial.
Perlu kita sadari bahwa saat ini di Indonesia, lembaga yang dapat memberikan lisensi profesi berbasis kompetensi adalah BNSP – Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
Lisensi dari BNSP terdiri dari dua jenis, pertama adalah lisensi bagi organisasi penyelenggara sertifikasi kompetensi yang sering disebut LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi). Saat ini sudah ada beberapa LSP bidang manajemen risiko yang sudah memperoleh lisensi dari BNSP, yaitu BSMR, LSPMR, LSPP, dan LSP-MKS. Kedua, adalah lisensi untuk masing-masing skema sertifikasi yang ditawarkan oleh pihak LSP.
Ada LSP yang menyelenggarakan sertifikasi skema kompetensi dengan metode skema tingkatan misal tingkat 1, 2, 3 dan seterusnya, dan ada yang menggunakan metode skema klaster misal klaster ‘qualified risk management officer’ sampai dengan ‘qualified risk governance professional’ sebagaimana ditawarkan oleh LSP-MKS.
Oleh karena itu, beberapa isitilah dan nomenklatur sertifikasi akan tergantung dari LSP yang mengeluarkannya, dan semua sah selama mengikut standar uji kompetensi yang sudah digariskan oleh BNSP. Dengan kata lain, selama proses uji kompetensi dilakukan oleh LSP dengan metode standar dari BNSP, maka peserta yang lulus uji kompetensi akan direkognisi sudah memiliki kompetensi yang dipersyaratkan di dalam Standar Kompetensi Kerja yang menjadi rujukan dasar uji kompetensi.
Selain hal di atas, publik perlu memahami bahwa ada rujukan internasional mengenai sistem manajemen sertifikasi kompetensi personil, yaitu ISO 17024. Bila berpegang pada rujukan internasional, maka suatu LSP harus memperoleh sertifikat ISO 17024 dari satu badan akreditasi yang memang sudah memiliki ijin untuk hal tersebut. Dalam konteks Indonesia, badan yang dapat memberikan ijin untuk akreditasi ISO 17024 tersebut adalah KAN (Komite Adkreditasi Nasional).
Perlu digaris bawahi bahwa sampai saat ini baru ada dua badan akreditasi di dunia yang sudah memperoleh ijin untuk memberikan akreditasi ISO 17024 yaitu Indonesia melalui KAN dan Amerika Serikat melalui ANSI (American National Standards Institute). Hal ini sangat membanggakan sebab Indonesia sudah lebih dulu direkognisi melalui KAN dibanding negara lain misal SIngapore, Malaysia, Jepang, Australia, Inggris, dan lain sebagainya.
Dengan keberadaan BNSP, KAN, LSP, dan ISO 17024 mungkin timbul pertanyaan bagaimana harmonisasi antar lembaga tersebut dan bagaimana keterkaitan satu sistem dengan sistem lainnya.
Hasil observasi penulis selama satu tahun belakangan ini memberikan gambaran bahwa kemungkinan yang paling wajar terjadi untuk satu-dua tahun ke depan adalah sebagai berikut:
- Suatu LSP harus memperoleh dulu sertifikasi ISO 17024 dari KAN sebagai pembuktian bahwa mereka sudah menjalankan sistem manajemen yang memang dirancang unik untuk suatu lembaga sertifikasi.
- Setelah memperoleh status terakreditasi oleh KAN, LSP tersebut bisa meminta lisensi yang diperlukan kepada BNSP sebagai suatu organisasi pelaksan uji kompetensi untuk profesi tertentu, termasuk di dalamnya adalah lisensi untuk setiap skema sertifikasi yang dijalankan oleh LSP tersebut.
- Dalam perjalanan menjaga dan merawat status, LSP harus memastikan selalu terakreditasi ISO 17024 dari waktu ke waktu oleh KAN, dan juga selalu patuh pada aturan dan peraturan BNSP dalam menjaga lisensi sebagai pelaksana uji kompetensi untuk profesi yang diuji komptensinya.
Demikian artikel pendek ini dibuat untuk berbagai informasi kepada sesama praktisi dan profesional manajemen risiko di Indonesia. Mudah-mudahan bermanfaat.
Penulis : Dr. Antonius Alijoyo, ERMCP, CERG