Penulis:
Fadjar Proboseno, SekJen Indonesia Professional in Audit and Control Association (IPACA)

Kementrian BUMN baru saja mengeluarkan surat permintaan Data Top Risk BUMN sebagai salah satu bentuk pengawasan dari kementian terhadap Badan Usaha Milik Negara. IPACA melihat ini sebagai kemajuan pesat yang dilakukan kementrian BUMN ke perusahaan-perusahaan plat merah dalam rancangannya memperhatikan perusahaan milik negara dalam mengelola organisasi selangkah lebih maju. Fungsi pengawasan selama ini dilakukan oleh Satuan Pengawas Internal secara formal, tentu ini juga merupakan pekerjaan berat, dimana perubahan kian pesat dan kompleks, akan sulit bagi SPI di BUMN mengawasi kinerja perusahaan tetap dalam jalur dan batas-batas governance. Tentu saja, teknologi juga merupakan alat bantu dalam fungsi pengawasan ini, namun tidak terelakkan, biasanya temuan SPI lebih kepada masalah-masalah yang sudah terjadi, sedangkan pada era ini, cukup berat bagi perusahaan dalam mengembangkan usahanya tanpa tambahan masalah-masalah yang sebenarnya bisa ditangani lebih dini dan menimbulkan efek yang minimum.

Dalam hal ini Kementrian BUMN -meskipun ini baru awal- paling tidak sudah mengajak perusahaan-perusahaan milik negara ini untuk berpikir secara factual dan logis, dalam memperhitungkan potensi-potensi masalah yang mungkin muncul di organisasi sebelum masalahnya sendiri muncul. Pelaporan ini paling tidak akan membuat BUMN untuk berpikir lebih jauh dan dengan prinsip kehati-hatian dalam pengambilan keputusan ataupun tidak mengambil keputusan yang sifatnya bisa mempengaruhi organisasi secara signifikan.

Permintaan ini, juga akan menjadi awal pendewasaan manajemen risiko di kalangan BUMN. Bagaimana tidak, awareness tidak lagi dilakukan secara normative, tetapi menjadi bagian tidak terpisahkan dari tanggung jawab perusahaan dalam mempersiapkan diri menghadapi masalah sebelum masalah itu sendiri muncul. Paling tidak, pada masa awal ini, tanpa regulasi yang rumit, perusahaan sudah diminta berpikir satu Langkah kedepan.

Lebih jauh, pelaporan ini akan dimintakan tiap semeseter dan dipadukan dengan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan, artinya, paling tidak ada dua keuntungan langsung yang diperoleh Kementrian BUMN dalam pengawasan ke BUMN, yang pertama Rencana Kerja berbasis risiko, artinya rencana yang dibuat sudah satu Langkah kedepan dalam mempertimbangkan potensi-potensi masalah dan peluang yang bisa diambil. Kedua, laporan risiko ini bisa jadi merupakan pegangan bagi kementrian, dalam meminta pertanggung jawaban eksekutif, atas hasil yang dicapai oleh perusahaan milik negara tersebut.

Bahkan ketiga, Pemerintah menjadi punya gambaran lebih jelas, tentang apa yang akan terjadi pada perusahaan-perusahaan tertentu yang membutuhkan perhatian pemerintah. Paling tidak, permasalahan BUMN akan bisa dipetakan sehingga fokus pemerintah bisa pada program-program yang lebih tepat, terukur dan tentu saja terkelola dengan lebih baik.

Bagaimana hal ini mempengaruhi Satuan Pengawasan Internal di perusahaan, tentunya permintaan dari Kementrian ini sangat mendukung peran SPI didalam mengawasi hal-hal kritikal yang perlu diperhatikan. Laporan yang sama bisa dipergunakan sebagai landasan dalam pembuatan Audit Plan, baik dalam hal identifikasi risiko, pengukuran risiko, sampai ke Langkah-langkah pengendaliannya. SPI bisa membantu para pemilik proses yang terlibat untuk bekerja lebih optimal, dalam hal menjaga segala sesuatu yang tidak diinginkan oleh perusahaan.

Linked News:

  1. https://irmapa.org/kementerian-bumn-bumn-wajib-lapor-profil-risiko-dalam-rkap/
  2. http://theigrca.org/2021/02/24/pendekatan-grc-untuk-manajemen-risiko-berkelanjutan-pada-bumn/
  3. https://icopi.or.id/rkap-berbasis-risiko-cukup-sebatas-patuh-saja-atau-memang-diperlukan-bagi-bumn/

Artikel ini juga terbit pada website IPACA