Pada Kamis, 30 Oktober 2025, Way Academy dan MRPN Center berkolaborasi dengan Asosiasi GRK Indonesia dan IRMAPA telah menyelenggarakan webinar bertajuk “Tantangan dan Peluang Integrasi GRC di Birokrasi Indonesia”.

Dengan dipimpin oleh MC Adhi Saputro, acara yang digelar secara daring melalui Zoom ini mengangkat diskusi terkait strategi, tantangan, dan peluang penerapan governance-risk-compliance (GRC) di sektor publik menuju birokrasi yang lebih efektif dan berintegritas.

Webinar diawali dengan sambutan dari Direktur Program WAY Academy Fitri Sawitri. Dalam paparannya, Fitri menyampaikan bahwa penguatan budaya GRC di sektor publik bukan hanya persoalan prosedural, melainkan juga kunci bagi birokrasi yang akuntabel dan berintegritas. 

“Transformasi birokrasi menuntut tata kelola yang tidak sekadar patuh, tapi tangguh dan adaptif. Melalui kegiatan ini, kami berharap muncul gagasan dan kolaborasi baru antara akademisi, praktisi, dan pembuat kebijakan untuk memperkuat sinergi GRC di pemerintahan,” ujarnya.

Penyampaian keynote speech diberikan oleh Ketua Asosiasi GRK Indonesia Mas Achmad Daniri. Dalam kesempatan ini, dirinya menegaskan bahwa integrasi GRC saat ini telah menjadi kebutuhan lintas sektor. “GRC tidak hanya dibutuhkan di dunia usaha,” jelas Mas Achmad, “tetapi juga di lembaga pemerintahan. Dengan tata kelola yang terintegrasi, setiap organisasi dapat mengendalikan risiko dan kepatuhan sekaligus memperkuat aspek lingkungan dan sosial yang kini menjadi tuntutan publik.”

Agenda berikutnya, yaitu pemaparan materi, dimoderatori oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi GRK Indonesia Victor Riwu Kaho, dengan narasumber Rachman Arief Dienaputra (Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum) dan Amien Sunaryadi (Penerima GRC Lifetime Achievement Award 2025).

Rahman Arief Dienaputra: GRC Adalah Dasar Ketangguhan Birokrasi

Melalui paparannya, Rachman menegaskan bahwa birokrasi modern menuntut aparatur yang patuh secara administratif sekaligus tangguh menghadapi risiko dan perubahan. “Birokrasi modern harus lebih dari sekadar patuh. Ia harus tangguh, adaptif, dan mampu mengelola risiko secara bijak agar pelayanan publik tetap efektif dan akuntabel,” jelasnya.

Menurutnya, kepatuhan administratif sering kali belum cukup untuk mencegah keterlambatan, pemborosan, dan krisis kepercayaan publik. Untuk itu, penerapan GRC dapat menjadi solusi karena menyediakan rambu-rambu yang jelas dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan risiko proyek-proyek strategis nasional. Dengan sistem yang baik, risiko-risiko besar bisa dimitigasi sejak awal. Dengan demikian, setiap keputusan diambil dengan dasar yang kuat dan transparan.

Rachman juga memaparkan strategi integrasi GRC melalui pendekatan plan-do-check-act (PDCA) yang digunakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Tujuannya, untuk memastikan bahwa setiap tahapan pembangunan infrastruktur berjalan sesuai standar, mulai dari perencanaan berbasis data dan risiko hingga pengawasan berbasis kinerja. Disebutkan oleh Rachman, kunci penting yang perlu diperhatikan adalah dokumentasi, kedisiplinan, dan komitmen pimpinan. Jika semua langkah tercatat dengan baik, organisasi tidak hanya akan patuh secara hukum, tetapi juga tangguh menghadapi tantangan.

Amien Sunaryadi: Tantangan Integrasi Lintas Sektor 

Melalui paparannya, Amien menyoroti peluang besar dari regulasi baru seperti Peraturan Presiden (Perpres) No. 39 Tahun 2023 tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional dan Peraturan Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Permen Bappenas) No. 11 Tahun 2024 tentang Penerapan Kebijakan Manajemen Risiko Pembangunan Nasional Lintas Sektor. “Kedua regulasi ini membuka peluang untuk membangun sistem GRC yang terhubung antarkementerian dan lembaga sehingga kebijakan bisa lebih sinkron dan saling memperkuat,” ujarnya.

Amien menjelaskan, meski landasan regulasi yang kuat telah disusun, implementasi GRC lintas sektor masih menghadapi sejumlah hambatan. Tantangan paling besar terletak pada akurasi asesmen risiko dan koordinasi antarlembaga. Menurutnya, risiko di birokrasi sering tidak diidentifikasi secara utuh. Padahal, tanpa data yang akurat dan pemetaan risiko yang jelas, mitigasi yang dilakukan tidak akan sempurna. Akibatnya, kebijakan menjadi reaktif dan sulit diukur.

Amien juga menekankan pentingnya kepemimpinan dan budaya organisasi sebagai fondasi keberhasilan GRC. Menurutnya, upaya pemberantasan korupsi dan penguatan integritas birokrasi hanya akan efektif jika disertai keteladanan dari pimpinan. Disebutkan oleh Amien, seorang pimpinan harus menunjukkan bahwa integritas bukan sekadar jargon, melainkan perilaku nyata yang diikuti seluruh jajaran. Pasalnya, integritaslah yang akan mendorong sistem GRC untuk menjadi lebih dari formalitas belaka di atas kertas.

Setelah pemaparan materi selesai dilakukan, webinar ditutup dengan sesi diskusi atau tanya jawab.