Pada Selasa, 30 September 2025, Webinar Bedah Buku Manajemen Risiko Korupsi diselenggarakan oleh Indonesia Risk Management Professional Association (IRMAPA) bersama WAY Academy dan MRPN Center.
Acara yang digelar secara daring melalui Zoom ini menghadirkan narasumber sekaligus penulis buku, Arief Tri Hardiyanto selaku Inspektur Jenderal Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), serta Erry Riyana Hardjapamekas selaku Ketua Koalisi Anti Korupsi Indonesia (KAKI). Moderator pada acara ini adalah Direktur Program WAY Academy Fitri Sawitri.
Webinar diawali oleh sambutan dari Antonius Alijoyo selaku Dewan Pakar WAY Academy. Disampaikan oleh Antonius, buku Manajemen Risiko Korupsi merupakan hasil penulisan Arief Tri Hardiyanto yang dikenal sebagai pemerhati dan profesional dalam pengelolaan manajemen risiko antikorupsi. Buku ini berisi rangkaian pengalaman, pemahaman, dan referensi yang digunakan dalam penyusunan pengembangan strategi antikorupsi.
“Fenomena korupsi tidak langsung hilang dalam sehari—dalam semalam, dan akan terus terjadi seiring dengan dinamika di masyarakat,” jelas Antonius. Untuk itu, sejalan dengan teori yang berkembang, pemikiran dalam buku ini harus terus diperbarui agar tetap relevan.
“Terima kasih, Pak Arief Tri Hardiyanto yang berkenan melakukan bedah buku, dengan diiringi Pak Erry Riyana sebagai narasumber yang akan memberikan perspektif praktisi dalam manajemen antikorupsi,” pungkas Antonius.
Arief Tri Hardiyanto: Korupsi Berdampak Pada Akuntabilitas Keuangan Negara
Buku Manajemen Risiko Korupsi lahir sebagai refleksi pengalaman Arief dalam praktik pengawasan internal pemerintah, khususnya di bidang investigasi. Menurutnya, korupsi harus dipandang sebagai sebuah risiko yang bisa mengancam organisasi karena berdampak luas pada akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, kualitas pelayanan publik, dan keberlanjutan pembangunan nasional.
Dalam paparannya, Arief menguraikan kerangka besar buku Manajemen Risiko Korupsi. Buku yang terdiri dari 12 bab ini didasarkan pada model manajemen risiko korupsi yang integratif, interaksionis, dan prosesual. Terdapat empat bagian besar yang diangkat dalam buku ini, yaitu (1) teori korupsi dan antikorupsi; (2) konsep, prinsip, kerangka kerja dan proses manajemen risiko korupsi; (3) proses rinci manajemen risiko korupsi; serta (4) analisis dan evaluasi.
Arief juga membahas teori-teori yang mendasari pemahaman korupsi, mulai dari fraud triangle, pandangan bahwa korupsi dapat dilihat sebagai perilaku terencana, hingga normalisasi perilaku menyimpang dalam organisasi. Dari sisi antikorupsi, Arief memaparkan berbagai pendekatan: intervensionisme (menindak setelah terjadi), manajerialisme (membangun sistem yang mengurangi peluang korupsi), keperilakuan (memahami faktor nonrasional dan kuasi-rasional), aksi kolektif, serta integritas personal, organisasi, dan publik.
Pada akhirnya, manajemen risiko korupsi bukan sekadar konsep normatif, melainkan kerangka kerja praktis. Menurut Arief, keberhasilan manajemen risiko korupsi sangat bergantung pada komitmen pimpinan, budaya organisasi, serta kesadaran kolektif untuk menempatkan integritas sebagai landasan utama.
Erry Riyana Hardjapamekas: Korupsi Adalah Risiko Sistemik
Erry Riyana menekankan bahwa korupsi bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga persoalan tata kelola dan keberlanjutan bisnis. Untuk membalikkan keadaan, dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan kolektif. Menurut Erry, nilai utama buku Manajemen Risiko Korupsi adalah menempatkan korupsi sebagai risiko strategis, bukan sekadar risiko operasional. Buku ini menegaskan bahwa risiko korupsi harus dikelola sebagaimana risiko bisnis lainnya, dengan pencegahan yang sistematis dan berkelanjutan.
Upaya membangun budaya integritas dari pimpinan hingga seluruh lini organisasi merupakan langkah yang penting. Dalam hal ini, direksi dan komisaris berperan menetapkan tone at the top, memastikan kebijakan antikorupsi dijalankan. Sementara itu, komite risiko dan kepatuhan berperan memetakan area rawan korupsi dan memberikan rekomendasi mitigasi. Menurut Erry, tanpa komitmen nyata pimpinan, kebijakan antikorupsi hanya akan menjadi dokumen belaka.
Sebagai contoh nyata, Erry memaparkan 75 checklist kepatuhan antisuap dari KAKI. Selain checklist tersebut, melalui komitmen bersama dan sertifikasi berbasis koalisi, perusahaan dapat memperkuat posisi dalam menghadapi praktik korupsi sistemik dan membangun reputasi yang kredibel. Relevansinya dengan buku Manajemen Risiko Korupsi adalah melalui penguraian akar persoalan, logika teori, landasan mitigasi risiko, hingga panduan praktis yang disertakan.
Setelah pemaparan materi selesai dilakukan oleh kedua narasumber, webinar diakhiri dengan sesi diskusi dan tanya jawab.