Pada Rabu, 15 Oktober 2025, RISKHub International Webinar diselenggarakan oleh Indonesia Risk Management Professional Association (IRMAPA) dan Enterprise Risk Management Academy (ERMA).

Acara ini didukung oleh Marsh Indonesia, Center for Risk Management Studies (CRMS), LSP MKS, dan WAY Academy. Dipandu oleh MC Tasha Christina, acara ini mengangkat tema “Safeguarding Financial Integrity and Fraud: Controls and Ethics in a High-Risk Environment.”

Webinar diawali dengan sambutan dari Aldi Ardilo, selaku Executive Director ERMA. Dalam sambutannya, Aldi menyoroti betapa cepatnya lanskap risiko berubah dalam beberapa tahun terakhir. Selain skema penipuan yang semakin canggih, Aldi juga menekankan semakin ketatnya regulasi seiring dengan pertumbuhan teknologi, terutama kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Sebagai contoh, kasus panggilan video deepfake yang menyebabkan perusahaan multinasional kehilangan jutaan dolar menjadi pengingat kuat bahwa pencegahan fraud tidak hanya memerlukan sistem yang tepat, tetapi juga budaya yang benar.

Melalui tema kali ini, RISKHub International Webinar membahas peran manusia dan nilai-nilai etika organisasi. Aldi menegaskan pentingnya tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan (governance, risk management, compliance/GRC) untuk berjalan beriringan dalam menciptakan fondasi etika yang kuat. Menutup pidatonya, Aldi mengajak para peserta untuk aktif berdiskusi dan berbagi pengalaman.

Agenda berikutnya, yaitu sesi pemaparan materi, dimoderatori oleh Troy Steve Kipuw, selaku Ketua Program IRMAPA, dengan narasumber Karel Tjahjadi (Dosen Trisakti School of Management) dan Mostafa Ramzy (Direktur Regional ERMA MENA).

Karel Tjahjadi: Waspada Red Flag Tanda-Tanda Fraud

Karel menyebutkan bahwa fraud isn’t a surprise. Tanda-tanda fraud sebenarnya sering kali sudah terlihat lebih awal, namun kerap diabaikan. Indikator paling kritis dari potensi fraud biasanya muncul dalam bentuk perilaku kecil yang berulang atau anomali sistemik, bukan kejadian finansial besar.
“Manajemen sering kali mengabaikan red flag halus ini, menganggapnya sebagai kesalahan sepele atau ciri pribadi,” ujarnya.

Beberapa contoh perilaku yang perlu diwaspadai antara lain menolak mengambil cuti, bekerja di luar jam normal, dan hidup di luar kemampuan.

Lebih lanjut, Karel menyoroti pentingnya penerapan standar ISO 37001 tentang Anti-Bribery Management System dan ISO 37301 tentang Compliance Management System sebagai kerangka kerja terintegrasi untuk memperkuat budaya integritas. Menurutnya, kedua standar tersebut membantu organisasi menata sistem pencegahan, deteksi, dan penanganan fraud secara menyeluruh. Selain itu, dengan menerapkan prinsip plan–do–check–act, organisasi dapat menciptakan sistem anti-suap yang berkelanjutan.

Dalam konteks akuntabilitas dan pengambilan keputusan, Karel menjelaskan bahwa langkah-langkah anti-fraud memperkuat transparansi dan kepercayaan organisasi. Melalui kebijakan yang jelas, saluran whistleblowing anonim, dan pelatihan kesadaran fraud, organisasi dapat membangun sistem pengawasan yang efektif serta menumbuhkan budaya tanggung jawab di semua level.

“Banyak organisasi gagal bukan karena niat buruk, melainkan karena mengabaikan proses yang terstruktur,” tutup Karel, seraya menegaskan bahwa manajemen risiko dan etika harus berjalan beriringan.

Mostafa Ramzy: Sinergi Tiga Fungsi dalam Tata Kelola Risiko Modern

Saat ini, dunia bergerak dinamis dan saling terhubung. Transformasi digital serta tuntutan transparansi publik tidak hanya menciptakan peluang, tetapi juga menghadirkan ancaman baru. Mostafa mengingatkan bahwa kesalahan kecil, terutama yang berkaitan dengan fraud dan pelanggaran kepatuhan, dapat langsung merusak reputasi dan mengikis kepercayaan publik.

Untuk itu, penting bagi organisasi menjalankan sinergi antara tiga fungsi utama dalam tata kelola risiko modern: fraud risk management, kepatuhan, dan enterprise risk management (ERM). Mostafa menjelaskan bahwa ketiga disiplin tersebut saling melengkapi fraud risk management berfokus pada perlindungan aset dan reputasi, kepatuhan memastikan organisasi beroperasi dalam batas hukum dan etika, sementara ERM berperan sebagai payung strategis yang menyatukan seluruh risiko organisasi.

Mostafa juga menjelaskan model three lines of defense sebagai kerangka yang memperjelas peran antara pemilik risiko, fungsi kontrol, dan audit internal. Ia menegaskan bahwa kepemimpinan adalah katalis integrasi, di mana dewan dan eksekutif puncak harus mendorong kolaborasi antara tim risiko, kepatuhan, dan audit. Tujuannya adalah agar laporan risiko yang disampaikan bersifat menyeluruh dan mendukung pengambilan keputusan strategis.

Sebagai penutup, Mostafa menegaskan bahwa integrasi ini bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan tata kelola modern. Menyinggung kembali sinergi ketiga disiplin yang disebutkan di awal materi, ia menegaskan, “Ketiganya merupakan pilar yang saling terkait dari organisasi yang tangguh dan berintegritas.”

Setelah pemaparan materi selesai, webinar ditutup dengan sesi diskusi dan tanya jawab.