Pada Rabu, 15 Maret 2023, RISKHub International Webinar diselenggarakan oleh IRMAPA bekerja sama dengan ERMA (Enterprise Risk Management Academy), serta didukung oleh CRMS (Center for Risk Management Studies) dan LSP MKS, yang juga disponsori oleh Marsh Indonesia. Dipimpin oleh MC Tasha Christina dan dimoderatori oleh Troy Steve Kipuw selaku Ketua Program IRMAPA, acara ini mengangkat tema “Global Turmoil: The Unpredictable Landscape”.
RISKHub International Webinar ini diawali dengan pembukaan oleh Dr. Antonius Alijoyo, ERMCP, CERG, CFSA, CGOVP, CGRCP, QRGP, selaku Ketua ERMA. Agenda berikutnya berisi pemaparan materi oleh tiga narasumber, yaitu Aldi Ardilo (Executive Director ERMA Indonesia), Samuel Temitope (Quantitative Complexity & Resilience Advisor of Ontonix-Africa ERMA West Africa Regional Director, Nigeria), dan Jessica So (Head of Analytics Marsh Asia, Singapura).
Aldi Ardilo: Bagaimana Cara Menghadapi Dunia yang Cepat Berubah?
Keadaan volatility, uncertainty, complexity, ambiguity (VUCA) telah dikenal sejak tahun 1980-an. Pada perkembangan selanjutnya, istilah-istilah serupa terus bermunculan, seperti turbulent, uncertain, novel, ambiguous (TUNA); rapid, unpredictable, paradoxical, tangled (RUPT); dan brittle, anxious, non-linear, incomprehensible (BANI). Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan selalu bisa berubah dan membuat keadaan menjadi tidak terprediksi.
Untuk menghadapi keadaan tidak menentu itu, setidaknya terdapat tiga hal yang bisa kita lakukan. Pertama, miliki kerangka berpikir yang tepat. Dalam organisasi, individu-individu yang terlibat di dalamnya harus memiliki mindset yang tepat seiring dengan tata kelola risiko yang positif. Yang menjadi fokus mestinya bukan “bagaimana cara bertahan”, melainkan “bagaimana kita merencanakan lingkungan pada masa yang akan datang”.
Kedua, bersikap gesit (agile) dalam upaya pertahanan diri. Sikap ini berkaitan erat dengan alur informasi dan kualitas informasi yang baik agar dapat memecah keberadaan silo. Ketiga, mengambil keputusan yang lebih baik secara tepat waktu. Bagaimana cara membuat keputusan terbaik yang tidak bias? Dalam paparannya, Aldi menyebutkan mengenai penggunaan ragam persepsi dan personalities di sekitar risiko yang dihadapi. Aldi juga menyebutkan bahwa sebuah tim tidak selalu terdiri atas kumpulan yang paling tepat, tapi mereka tetap harus berjalan sesuai dengan tujuan organisasi/perusahaan dalam hal pengambilan risiko.
Samuel Temitope: Membangun Ketahanan di Tengah Downturn
Dalam keadaan menurun/menaik (downturn/upturn) mana pun, sistem akan memiliki titik pengungkit atau yang dikenal sebagai leverage point. Leverage point adalah tempat penghasil sebagian besar nilai dalam sebuah sistem, juga tempat di mana sebagian besar nilai tersebut hilang. Leverage point dinilai cukup vital karena mampu memberi dampak pada organisasi. Samuel menyebutkan bahwa jika leverage point berhentu berfungsi, seluruh organisasi pun akan berhenti.
Peningkatan kompleksitas bisnis yang cepat merupakan tantangan utama di dunia saat ini dan pada masa yang akan datang. Hal ini menjadi akibat tak terhindarkan dari adanya turbulensi dan globalisasi. Untuk itu, kita harus mampu mengukur kompleksitas agar dapat menemukan leverage point untuk membangun ketahanan (resilience). Perwujudan hal ini membutuhkan fokus pada peningkatan tantangan, diversifikasi aliran pendapatan, pembangunan jaringan, praktik perawatan diri, dan inovasi dari organisasi.
Namun, penting untuk dicatat bahwa pembangunan ketahanan bukan hanya ditujukan untuk bertahan dari segala tantangan. Hal ini juga dilakukan untuk mendorong organisasi berkembang saat menghadapi tantangan tersebut. Membangun ketahanan berarti melakukan proses adaptasi dan tumbuh dalam menghadapi kesulitan.
Jessica So: Kuantifikasi Risiko dan Pembiayaan Risiko
Dalam siklus manajemen risiko setidaknya ada empat tahap yang biasa dijalankan, yaitu 1) memahami dan memberi perintah; 2) menyusun struktur dan keuangan; 3) mengontrol dan meningkatkan profil risiko; serta 4) mengeklaim dan memulihkan. Untuk itu, risiko kerap dihubungkan dengan asuransi. Hal ini mendorong tercapainya sejumlah manfaat bagi organisasi/perusahaan, misalnya menetapkan hubungan antara program asuransi organisasi dan proses manajemen risiko.
Melalui pemaparannya, Jessica juga menekankan bahwa asuransi bisa memberikan manfaat lain atas manajemen risiko. Asuransi dapat menyediakan asesmen risiko gratis untuk mengidentifikasi risiko terkontrol. Saat terjadi krisis, asuransi juga dapat mengadakan manajemen krisis sebagai bentuk preventif untuk organisasi.
Jessica memberikan contoh risiko yang bisa diasuransikan, yaitu bencana nasional. Yang mula-mula harus diperhatikan adalah exposure, yaitu mengetahui apa saja jenis-jenis aset yang kita punya. Selanjutnya, kita harus memahami hazard, yaitu posisi aset kita terhadap risiko (sistem risiko apa yang bisa mengenai aset). Vulnerability juga patut diperhitungkan untuk mengetahui seberapa banyak kerusakan yang mungkin timbul dari risiko. Terakhir, setelah mengetahui ketiga komponen tersebut, keadaan financial juga perlu dipastikan.
Biaya asuransi sebagai langkah preventif menghadapi risiko beragam. Pada akhir presentasi, Jessica menyebutkan bahwa biaya yang lebih tinggi akan membuat pihak asuransi akan meliputi lebih banyak perlindungan.
Setelah pemaparan materi selesai dilakukan oleh ketiga pembicara di atas, webinar ini diakhiri dengan sesi tanya jawab.
Gambar 1. Pemaparan Materi oleh Aldi Ardilo (Executive Director ERMA)
Gambar 2. Pemaparan Materi oleh Samuel Temitope (Quantitative Complexity & Resilience Advisor of Ontonix-Africa, ERMA West Africa Regional Director Nigeria)
Gambar 3. Pemaparan Materi oleh Jessica So (Head of Analytics Marsh Asia)
-o0o-