Penulis: Cipto Hartono, Ketua Bidang Keanggotaan IRMAPA

Editor: Aprilia Kumala

Dalam upaya mencapai sasaran yang ingin diraih, sebuah organisasi tentu akan berusaha untuk mengelola risiko yang dihadapi dengan melakukan berbagai tindakan pengendalian. Namun, ada kalanya pengendalian risiko yang sudah dipersiapkan, yang awalnya dianggap mencukupi, tidak berjalan seperti yang diharapkan. Penyebabnya beragam, termasuk karena kendali tersebut tidak cukup kuat untuk menahan exposure risiko. Faktor penyebab lainnya juga bisa berhubungan dengan kedislipinan dalam pelaksanaan kendali yang dimaksud.

Sering kali, pengendalian risiko dilakukan hanya dengan berfokus pada hasil akhir dari kinerja yang diharapkan dalam pemantauan Indikator Kinerja Utama (Key Perfomance Indicator/KPI). Hal ini wajar, mengingat pencapaian target di masing-masing lini organisasi menjadi penting bagi beberapa pihak. Namun, sering kali pemantauan pencapaian target kinerja ini tidak diiringi dengan pemantauan aktivitas proses bisnis. Padahal, pemantauan aktivitas itu sendiri adalah penopang utama dari upaya pencapaian kinerja yang diinginkan. Akibatnya, bukan tak mungkin jika organisasi tersebut justru menghadapi kejadian-kejadian yang tidak terduga di tengah proses bisnis, yang menimbulkan gangguan serta menghambat upaya mencapai sasaran.

Bagaimana Indikator Risiko Utama (Key Risk Indicators/KRI) dapat membantu organisasi mengendalikan risiko secara efektif?

Proses bisnis dalam sebuah organisasi memiliki tahapan hierarki sesuai tingkatan akuntabilitas di dalamnya. Semakin ke atas garis jabatan, maka proses bisnis yang dihadapi akan semakin bersifat strategis. Hal ini misalnya dapat diwujudkan dalam bentuk penentuan rencana strategis maupun alokasi sumber daya. Sementara itu, semakin ke bawah garis jabatan, maka proses bisnisnya akan semakin bersifat operasional, yakni berhubungan dengan pelaksanaan rencana sesuai tahapan proses bisnis keseharian.

Di setiap tahapan hierarki, setiap orang/jabatan memiliki target atau sasaran yang ingin diraih. Umumnya, mereka dapat dengan mudah menentukan dan mendefinisikan KPI terkait sasarannya, seperti target harian, bulanan, tiga bulanan, dan lain-lain. Namun, banyak di antara mereka yang justru tidak mempersiapkan KRI terkait proses bisnis yang dijalaninya tersebut.

KRI merupakan alat bantu yang perlu dipertimbangkan bagi setiap organisasi dalam hal pemantauan aktivitas pada setiap tingkatan proses bisnis. Dengan adanya KRI, sebuah organisasi dapat secara lebih cepat mendeteksi kondisi yang menyimpang dari standar maupun pola kesehariannya. Tujuannya adalah untuk membentuk mekanisme early warning system (sistem peringatan awal) sebagai bagian dari pengendalian risiko yang efektif sehingga dapat mencegah peristiwa risiko (risk event).

Yang dimaksud sebagai peristiwa risiko adalah keadaan di mana risiko yang sebelumnya diidentifikasi ternyata benar-benar terjadi dalam keadaan yang umumnya tidak diharapkan. Kebakaran, sakit, kehilangan nasabah, dan kecelakaan kendaraan adalah beberapa contoh dari peristiwa risiko. Semua peristiwa risiko tersebut menimbulkan dampak, baik kecil maupun besar bagi sasaran organisasi di setiap tingkatan.

Hingga munculnya peristiwa risiko, setiap organisasi umumnya melalui tahapan dengan gejala (symptom) yang bisa dikenali. Gejala ini tidak muncul di hasil akhir kinerja yang terkena dampak dari peristiwa risiko, melainkan pada aktivitas proses bisnis yang sedang dilakukan. Berikut disampaikan sebagai contoh:

“Dalam sebuah peristiwa risiko berupa sakit, sebelumnya tentu ada diagnosis atas penyakit/rasa sakit tertentu, yang biasanya didahului dengan beberapa gejala umum, seperti peningkatan suhu badan, rasa nyeri, pusing, dan lain-lain. Gejala-gejala inilah yang harus dipahami oleh seseorang sebagai peringatan awal bahwa tubuhnya sedang mengalami kelainan. Jika tidak segera ditindaklanjuti, misalnya dengan beristirahat atau meminum obat pereda sakit, peristiwa risiko berupa sakit tentu akan benar-benar terjadi.”

Begitulah gambaran atas apa yang mungkin dihadapi oleh sejumlah organisasi. Kehilangan satu nasabah atau satu klien saja selalu memiliki kemungkinan membawa pengaruh negatif pada pencapaian sasaran. Hal inilah yang dijelaskan sebagai peristiwa risiko. Jika ditelaah ke belakang, tentu akan terlihat gejala yang berhubungan dengan peristiwa risiko tersebut, misalnya keluhan pelanggan yang tidak segera ditanggapi, keterlambatan proses di internal organisasi, kurangnya kunjungan ke nasabah sebagai upaya menjaga hubungan bisnis, dan lain-lain.

Itulah sebabnya, sebuah organisasi perlu menentukan indikator apa yang merupakan kunci dari keberhasilan atas pencapaian kinerja. Indikator-indikator utama inilah yang perlu dikawal dalam aktivitas bisnis organisasi untuk memastikan seluruhnya tidak terlampaui dalam upaya mencegah risiko utama terjadi.

Contoh aplikasi sederhana KRI adalah penentuan Service Level Agreement (SLA) untuk masing-masing tahapan proses bisnis dengan kesepakatan mengenai durasi waktu pemenuhannya. Misalnya, jika satu aktivitas disepakati akan diselesaikan dalam waktu 1 jam dengan target pencapaian SLA minimal 99%, artinya pihak organisasasi hanya memiliki toleransi kurang dari 1% untuk SLA yang tidak tercapai/terlampaui.

Dengan memasukkan target pemenuhan SLA 99% ke dalam salah satu KRI, suatu organisasi akan bisa fokus dalam upaya memantau dan memastikan bahwa semua aktivitas penunjang proses bisnis dapat mendukung upaya pencapaian target. Dengan fokus yang sama, organisasi akan lebih cepat tahu dan menyadari jika terjadi deviasi/penyimpangan pada pemenuhan SLA tersebut. Maka, seperti yang telah disebutkan di atas, indikator risiko ini sesungguhnya berguna sebagai early warning system. Sistem deteksi dini semacam ini memudahkan organisasi untuk mempersiapkan tindakan perbaikan lebih awal di tengah tahapan proses bisnis sebelum penyimpangan berdampak ke hasil akhir kinerja.

Dengan memantau seluruh KRI di setiap tahapan proses bisnis dan memastikan bahwa indikator tersebut tidak melewati toleransi yang ditentukan, maka secara langsung sebuah organisasi telah melakukan pengendalian melekat yang efektif dan berkontribusi positif pada ketercapaian target kinerja organisasi tersebut.