Saat ini, para chief executive officer (CEO) mulai menyadari ancaman serangan siber yang meningkat terhadap perusahaan dan rantai pasokan. Menurut laporan The Cyber-Resilient CEO, sebagian besar dari mereka percaya bahwa gangguan pada rantai pasokan telah mengubah lanskap ancaman keamanan siber. Hal ini mengakibatkan meningkatnya risiko bisnis.
Semua peluang inovasi digital membawa tanggung jawab yang besar dalam hal mengelola, merespons, dan memulihkan diri dari potensi risiko. Sebagai contoh, dua pertiga CEO memilih kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) generatif yang dikhawatirkan akan digunakan oleh pihak-pihak jahat untuk menciptakan serangan siber baru. Untungnya, para CEO dan pemimpin rantai pasokan juga memanfaatkan kemampuan digital ini untuk mengelola risiko keamanan siber tanpa menghambat inovasi.
Teknologi cerdas dan cara kerja baru dapat membantu perusahaan mengelola eksposur risiko dari pihak ketiga secara lebih efektif. Dengan demikian, perusahaan dapat mengambil beberapa langkah berikut.
- Kembangkan penilaian satu kali menjadi pemantauan 24 jam untuk mendapatkan kecerdasan risiko yang lebih konkret.
- Kolaborasikan secara ekstensif dengan pemasok dalam identifikasi risiko bersama dan respons terhadap insiden.
- Pastikan perusahaan memiliki polis asuransi siber yang memadai.
- Bangun program kecerdasan risiko yang mencakup pihak ketiga yang paling penting.
- Tetapkan harapan bahwa kemitraan strategis membuat rantai pasokan menjadi tangguh di dunia siber.
Ketika perusahaan mempertimbangkan kerentanan terhadap risiko siber, mereka harus bergerak melampaui aktivitas manajemen risiko. Secara khusus, mereka harus mengeksplorasi bagaimana teknologi dapat mengotomatisasi banyak aktivitas manajemen risiko, meringankan beban tim risiko, serta memberikan wawasan yang lebih besar dan lebih akurat tentang kerentanan.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Accenture, dengan judul “Ready for a new approach to Supply Chain cyber-risk?” pada 23 Januari 2024. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.