Oleh: Haris Firmansyah, SE & Sekretariat IRMAPA

Krisis keuangan dalam beberapa dekade terakhir menjadi pendorong di balik gerakan untuk lebih memahami manfaat relatif dari berbagai ukuran risiko. Pentingnya pemahaman mengenai ukuran-ukuran ini ditekankan pada ranah kelas aset baru, seperti mata uang kripto.

Model-model penetapan harga telah gagal karena tidak memasukkan fenomena gelembung harga. Hal ini, pada gilirannya, menambah keparahan penurunan bagi para investor dan manajer risiko yang salah mengukur potensi eksposur yang merugikan terhadap risiko pasar di ranah ini.

Jenis gelembung harga aset yang dipertimbangkan hanya ada dalam model perdagangan berkelanjutan. Dalam istilah ekonomi, arus kas diskonto yang disesuaikan dengan risiko dan nilai likuidasi yang diharapkan pada suatu jangka waktu tertentu tidak sama dengan harga pasar. Artinya, nilai fundamental aset tersebut tidak sama dengan harga pasarnya.

Gelembung semacam itu muncul ketika investor mencoba mendapatkan keuntungan perdagangan jangka pendek melalui perdagangan dalam jangka waktu yang terbatas. Dalam kondisi ini, keberadaan gelembung tersebut dapat diuji tanpa memperkirakan nilai fundamental aset.

Mata uang kripto secara alami cocok untuk bentuk pengujian karena memiliki arus kas dan nilai fundamental yang sesuai dengan nilai likuidasi mata uang. Situasi ini cukup masuk akal dalam kasus mata uang kripto baru, yang terutama digunakan sebagai alat tukar.

Secara teoritis, jika dibeli untuk disimpan dan digunakan sesuai kebutuhan, permintaan transaksi untuk aset-aset ini seharusnya dibatasi oleh penggunaan mata uang lain yang lebih standar. Namun, ekspektasi ini bertentangan dengan pengalaman historis, seperti pada ekspansi pasar mata uang kripto yang belum pernah terjadi selama satu dekade terakhir.

Artikel ini telah diterbitkan oleh PRMIA, dengan judul “Measuring Risk in New Asset Classes” pada Mei 2023. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.