Jika boleh dianalogikan, pemerintah daerah adalah miniatur dari pemerintah pusat dalam lingkup wilayah yang lebih kecil. Pemerintah pusat dipimpin oleh presiden dibantu oleh para menteri, mengelola anggaran dan kinerja untuk pembangunan nasional, sedangkan pemerintah daerah dipimpin oleh Kepala Daerah, dibantu kepala dinas, mengelola anggaran dan kinerja untuk pembangunan daerah. Contoh konkret misalnya untuk meningkatkan layanan pendidikan di level nasional merupakan peran Menteri Kesehatan, sedangkan di level daerah merupakan tupoksi Dinas Kesehatan. Keduanya bersinergi sesuai dengan lingkup pekerjaan masing masing untuk meningkatkan pelayanan kesehatan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Satu hal yang menarik bahwa pemerintah pusat tidak secara langsung melayani masyarakat, justru pemerintah daerah yang langsung bersentuhan dengan masyarakat sesuai dengan wilayah masing masing. Jika ujung dari pembangunan adalah masyarakat, maka pemerintah daerah memiliki peran yang lebih dekat dengan pelayanan masyarakat.
Menggunakan analogi yang sama, pembangunan daerah merupakan sistem yang kompleks, lintas sektor, dan perlu mengintegrasikan manajemen risiko untuk membersamai pembangunan daerah yang berhasil. Mengadopsi Perpres Nomor 39 Tahun 2023 tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN), maka pemerintah daerah juga dapat mengembangkan manajemen risiko pembangunan daerah. Artikel ini akan mengusulkan desain manajemen risiko pembangunan daerah yang dibagi menjadi dua bagian yaitu struktur manajemen risiko pembangunan daerah dan proses manajemen risiko pembangunan daerah.
Struktur manajemen risiko pembangunan daerah perlu melibatkan secara aktif Sekretaris Daerah yang memiliki peran penting dalam mengkoordinasikan pelaksanaan tugas seluruh perangkat daerah. Sekretaris daerah memiliki peran lintas sektor sehingga mampu mempengaruhi kebijakan dan strategi masing masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Ruang lingkup pembangunan daerah bersifat lintas perangkat daerah, sehingga perlu membentuk komite manajemen risiko pembanguan daerah yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah dengan anggota beberapa OPD utama, misalnya Bappeda, Dinas PU, Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan. Kompleksitas dari struktur tata kelola manajemen risiko pembangunan daerah tersebut dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dengan mempertimbangkan kompleksitas pembangunan masing-masing daerah.
Merujuk pada SNI ISO 31000, proses penerapan manajemen risiko pembangunan daerah dapat dimulai dengan komunikasi dan konsultasi untuk menyamakan persepsi tentang sinergi pembangunan daerah. Selanjutnya komite perlu memahami konteks daerah, sebagai dasar penentuan lingkup dan kriteria risiko yang relevan. Setelah itu, komite manajemen risiko pembangunan daerah melakukan penilaian risiko yang berpotensi mendukung maupun menghambat pembangunan daerah (upside dan downside risks). Langkah selanjutnya, anggota komite secara bersama sama dapat menyepakati strategi untuk mengantisipasi risiko sehingga mampu memperbesar peluang keberhasilan pembangunan daerah. Sebagai bentuk pertanggungjawaban, komite melaksanakan monitoring dan evaluasi serta mendokumentasikan seluruh tahapan untuk kemudian melaporkan kepada Kepala Daerah atas keberhasilan penerapan manajemen risiko pembangunan daerah.
Secara konsep, manajemen risiko pembangunan daerah sangat layak untuk diterapkan, namun beberapa tantangan perlu menjadi perhatian, salah satunya adalah kompetensi manajemen risiko yang perlu ditingkatkan, karena jika salah langkah, penerapan manajemen risiko justru akan menjadi pemborosan karena tidak jelas hasil yang ingin diwujudkan. Prioritas peningkatan kompetensi justru lebih prioritas kepada Kepala Daerah, Sekretaris Daerah, dan seluruh pimpinan OPD karena peran mereka yang sangat dekat dengan pengambilan keputusan dan strategi pembangunan. Oleh katrena itu, perlu dibangun awareness bahwa pembangunan daerah membutuhkan sinergi sehingga dapat selaras menuju pembangunan daarah yang berkontribusi langung bagi kesejahteraan masyarakat.
Semoga semakin banyak pimpinan daerah yang sadar akan risiko, sehingga penerapan manajemen risiko Pembangunan daerah bukan lagi menjadi keharusan, namun justru menjadi satu kebutuhan yang diharapkan dapat membantu pimpinan daerah untuk dapat mensinergikan langkah bagi Pembangunan daerah agar lebih berdampak.