Penulis: Dr. Antonius Alijoyo, ERMCP, CERG
Ketua Dewan Pengarah Indonesia Risk Management Professionals Association (IRMAPA).
Ketua Komite Teknis 03-10: Tata Kelola, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan – Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia.

 

Isu mengenai pengelolaan risiko hak ‘intellectual property’ (IP) menjadi topik hangat seiring dengan meningkatnya nilai IP sebagai unsur daya saing unggulan korporasi dan pada saat yang sama juga semakin rentan terhadap risiko peniruan dan/atau penggunaan ilegal.

Faktor pendorong utama hal tersebut adalah cepatnya informasi beredar bila suatu korporasi menemukan daya saing unggulan baru termasuk paten atau hak IP lainnya sehingga pesaing atau pemain baru akan dengan cepat dapat meniru produk dan/atau jasa yang merupakan turunan dari paten atau hak IP tersebut.

Untuk korporasi yang membangun keunggulan melalui inovasi berbasis paten misal produk, disain, fitur, dan lain sebagainya, mereka rentan terhadap paparan risiko pemalsuan dan/atau peniruan dari pesaing. Bagi korporasi berbasis teknologi, mereka menghadapi risiko IP yang bahkan lebih intens karena karakteristik digital adalah elemen utama dari IP yang mereka miliki.

Paparan risiko IP tidak terbatas hanya pada korporasi pemilik hak IP tetapi dapat terjadi kepada setiap pihak dalam mata rantai bisnis. Bila kita membuat, menggunakan, menjual, menyediakan jasa ‘after sale’, mendistribusikan, memasok atau mengimpor produk atau jasa yang memiliki fitur yang dapat memberikan keunggulan bersaing, maka kita memilki paparan risiko IP pada saat bersamaan.

Dengan meningkatnya paparan risiko IP, korporasi perlu melakukan program perlindungan terhadap hak IP mereka. Dalam hal ini, perlindungan IP memiliki dua komponen, yaitu komponen pertahanan (defence) dan komponen penyerangan (offence).

Komponen pertahanan berbentuk tindakan proaktif untuk menghindarkan suatu perkara hukum IP terjadi, atau setidaknya membuat organisasi dalam posisi paling kuat dan memungkinkan untuk mempertahankan hak IP mereka. Komponen penyerangan merujuk pada tindakan proaktif untuk melindungi diri bila organisasi menemukan adanya pihak yang menggunakan hak IP mereka secara ilegal.

Kedua komponen di atas umumnya digunakan secara bersamaan dalam praktik pengelolaan risiko IP, baik yang berdasarkan strategi pengelolaan risiko dengan penekanan mitigasi pada tingkat kemungkinan-kejadian, maupun yang berdasarkan strategi pengelolaan risiko dengan penekanan mitigasi pada tingkat dampak dari suatu peristiwa risiko.

 

A. Strategi Pengelolaan Risiko IP – Pengurangan Kemungkinan-kejadian (Rencana A)

Di bawah ini adalah beberapa strategi pengelolaan risiko proaktif – pengurangan tingkat kemungkinan-kejadian (sering disebut rencana A) yang dapat dipertimbangkan oleh suatu korporasi dalam melindungi diri terhadap risiko IP mereka:

  1. Paten, merek dagang, hak cipta adalah contoh penggunaan strategi proaktif untuk melindung kekayaan intelektual korporasi. Walau kadang biaya untuk memperolehnya cukup mahal, manfaatnya akan jauh lebih besar bila diperbandingkan dengan biaya yang dapat timbul bila korporasi tidak melakukannya.
  2. Pemastian adanya klausula berikut dalam perjanjian kerja dengan karyawan: pernyataan bahwa setiap individu tidak boleh membawa masuk IP pihak ketiga ataupun organisasi di mana mereka bekerja sebelumnya.
  3. Pastikan semua karyawan menandatangani perjanjian kerahasiaan yang menyatakan bahwa mereka tidak akan membuka rahasia korporasi termasuk IP bila mereka meninggalkan organisasi. Juga perlu dinyatakan bahwa apa pun yang diciptakan selama mereka bekerja di korporasi akan menjadi hak eksklusif organisasi.
  4. Bila korporasi harus menjaga IP pihak lain, misal organisasi kita memiliki penggunaan atau lisensi hak IP pihak tertentu, pastikan semua karyawan terlatih dan sadar bagaimana membuat IP tersebut terlindungi. Selain itu, batasi akses penggunaan IP kepada karyawan yang memang perlu mengetahuinya.
  5. Perjanjian dengan pihak ketiga harus ada batasan tanggung jawab organisasi kita terhadap kerusakan yang timbul sehingga membuat kita terlindungi dan terhindarkan dari kemungkinan tertarik ke dalam perkara hukum oleh pihak lain terhadap pelanggaran IP yang digunakan dalam perjanjian lisensi antar organisasi.
  6. Dalam perjanjian dengan pelanggan, pastikan ada kejelasan mengenai kewajiban korporasi untuk melindungi mereka bila terjadi tuntutan pelanggaran IP tekait dengan produk dan jasa yang disediakan oleh korporasi untuk mereka. Bila korporasi terpaksa harus mengambil riisko ini, mereka perlu mempertimbangkan penggunaan asuransi untuk proteksi diri terhadap biaya yang dapat timbul selama proses terkait.

 

B. Strategi Pengelolaan Risiko IP – Pengurangan Dampak (Rencana B)

Strategi pengelolaan risiko – pengurangan dampak dikenal juga sebagai ‘Rencana B’ dalam pengertian bila benar-benar terjadi di mana korporasi kalah dalam perkara pengadilan terhadap pelanggaran IP, apa yang harus dan bisa mereka lakukan untuk pengurangan dampak terhadap organisasi? :

  1. Waspada terhadap ‘patent trolls’. Mereka adalah korporasi yang mematenkan suatu ide inovasi dengan detail, namun tidak membuat nyata menjadi suatu produk, melainkan menjadikan paten sebagai jebakan dan menggunakannya untuk ‘memeras’ pihak atau korporasi lain yang membuat suatu produk yang sesuai dengan paten. Mereka umumnya menggunakan litigasi untuk memastikan hak paten terhadap korporasi kecil yang tidak ingin atau tidak mampu untuk berkelahi dalam pertempuran di pengadilan. Begitu beberapa korporasi kecil terselesaikan, mereka akan menyasar ke korporasi besar bahkan sampai dengan pelanggan dan pemasok mereka juga diburu. Bila korporasi kita menerima surat dari ‘patent troll’, segera tindaklanjuti dengan serius dengan mengkomunikasikan surat tersebut kepada pengacara korporasi IP dan minta mereka memberikan advis mengenai tindakan apa yang patut diambil.
  2. Pastikan korporasi memiliki perjanjian dengan klien mengenai hak IP. Tetapkan dari awal siapa pemilik IP yang ada dalam perikatan bisnis dengan pelanggan, dan hak-hak apa yang dimiliki korporasi dalam rangka IP tersebut.
  3. Monitor aktivitas berbagai pihak di pasar secara proaktif dan ases apakah mereka melakukan pelanggaran terhadap IP korporasi. Bertindak awal akan memberikan posisi kuat untuk memastikan hak IP kita terlindungi.

 

C. Strategi Pengelolaan Risiko – Transfer Risiko

Selain 2 strategi di atas, strategi pengelolaan risiko hak IP dapat dilakukan dengan transfer risiko, di antaranya:

  1. Perjanjian dengan pemasok harus memasukkan klausula yang menyatakan bahwa mereka tidak akan membawa/menggunakan IP pihak lain ke dalam organisasi, dan bila mereka melakukan hal tersebut dan ternyata mengakibatkan perkara hukum (lawsuit) kepada organisasi, maka pemasok yang harus mempertahankannya dan memberikan jaminan perlindungan kepada organisasi kita terhadap dampak ikutan apa pun. Tentu saja, praktik ini hanya akan berjalan baik bila sumber keuangan pemasok cukup untuk menutupi biaya pertahanan perlindungan IP mereka. Untuk ini, korporasi dapat meminta pemasok memiliki asuransi agar memiliki dukungan keuangan yang cukup bila terjadi permasalahan pelanggaran IP.
  2. Pertimbangkan penggunaan polis asuransi yang dapat menyediakan dana cukup untuk mempertahankan atau memperkuat perlindungan hak IP kita, dan sekaligus membantu menyamakan tingkat permainan (level of playing field) korporasi kita dengan perusahaan lain yang memiliki sumber keuangan jauh lebih kuat. Ada dua jenis asuransi yang dapat digunakan:
  • Intellectual Property Defense Insurance Coverage”, yaitu polis asuransi yang tersedia untuk penggantian biaya litigasi dalam mempertahankan tuduhan terhadap pelanggaran IP.
  • Intellectual Property Abatement Insurance Coverage”, yaitu polis asuransi yang menyediakan penggantian biaya litigasi dalam rangka memaksakan hak IP korporasi terhadap pelanggar.

 

Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat.