Rantai pasokan global saat ini menghadapi tantangan besar dengan terjadinya gangguan di Laut Merah—salah satu rute pelayaran tersibuk dan paling berbahaya di dunia. Gangguan ini tidak hanya sekadar menghambat pergerakan kapal, tetapi juga menjadi tantangan strategis yang mengubah aturan perdagangan global.
Poin-Poin Penting
- Kerentanan Rantai Pasokan Global: Gangguan di Laut Merah menyoroti kerapuhan rantai pasokan global, terutama pada titik-titik penting, yang menyebabkan peningkatan biaya dan tantangan operasional yang lebih besar.
- Dampak Langsung: Dampak jangka pendek termasuk kenaikan harga makanan, gangguan pada sektor ritel akibat waktu pengiriman yang lebih lama, dan peningkatan profitabilitas perusahaan pengiriman.
- Perubahan Jangka Panjang: Potensi perubahan masa depan meliputi adaptasi asuransi maritim, preferensi terhadap angkutan udara untuk barang bernilai tinggi, dan tren nearshoring untuk mengurangi risiko rantai pasokan. Nearshoring adalah strategi bisnis di mana perusahaan memindahkan proses produksi atau operasi bisnisnya ke negara yang lebih dekat secara geografis dengan pasar utamanya, daripada mengalihkannya ke negara yang jauh (offshoring).
- Rekomendasi Strategi Bisnis: Untuk mengatasi gangguan ini, perusahaan harus fokus pada pemantauan rantai pasokan secara real-time, analisis risiko yang komprehensif, dan peningkatan ketahanan rantai pasokan.
Selama ini, rantai pasokan global dianggap sebagai sistem yang andal dan efisien, menghubungkan produsen dan konsumen di seluruh dunia. Namun, krisis di Laut Merah telah mengungkap kerentanannya. Konflik geopolitik yang sedang berlangsung dan ancaman terhadap pengiriman komersial telah memaksa banyak perusahaan pelayaran utama menghentikan perjalanan kapal mereka melalui rute ini dan memilih jalur alternatif yang lebih panjang melalui Tanjung Harapan. Perubahan ini menambah tujuh hingga sepuluh hari pada waktu pengiriman antara Asia dan pasar utama di Barat, yang berdampak signifikan terhadap ekonomi global.
Data dari Shanghai Containerized Freight Index (SCFI) menunjukkan lonjakan tarif pengiriman hingga 179 persen sejak pertengahan Desember, yang menekan perusahaan untuk menyeimbangkan antara menyerap biaya yang lebih tinggi atau meneruskannya kepada pelanggan. Situasi ini menekankan perlunya perusahaan untuk mengevaluasi ulang dan memperkuat strategi manajemen risiko rantai pasokan mereka.
Bergantung pada durasi gangguan, berikut beberapa dampak yang mungkin terjadi:
- Risiko Pasokan Makanan dan Kenaikan Harga: Gangguan di Laut Merah memiliki dampak langsung terhadap pasokan makanan global, terutama produk yang mudah rusak. Waktu transit yang lebih lama meningkatkan risiko pembusukan dan pemborosan, yang berujung pada penurunan ketersediaan produk segar dan kenaikan harga.
- Gangguan Ritel: Sektor ritel sangat rentan terhadap gangguan rantai pasokan. Banyak perusahaan ritel bergantung pada arus barang yang lancar dari pabrikan di Asia. Gangguan ini menyebabkan waktu pengiriman yang lebih lama dan berdampak pada siklus ritel, dari pengisian stok hingga peluncuran produk baru.
- Peningkatan Profitabilitas Perusahaan Pengiriman: Di sisi lain, perusahaan pengiriman justru mengalami peningkatan profitabilitas akibat permintaan yang tinggi dan tarif kontainer yang meningkat drastis. Ini menciptakan ketidakseimbangan dalam rantai pasokan, di mana beberapa sektor dapat mengambil keuntungan dari gangguan sementara yang lain kesulitan beradaptasi.
Jika gangguan di Laut Merah berlanjut, kita dapat melihat beberapa dampak jangka panjang seperti:
- Penyesuaian Asuransi Maritim: Gangguan jangka panjang dapat merombak lanskap risiko pengiriman melalui wilayah berbahaya, memberi peluang bagi perusahaan asuransi untuk menawarkan produk yang lebih spesifik untuk menghadapi risiko tersebut.
- Pergeseran ke Angkutan Udara untuk Barang Premium: Mengingat tantangan maritim yang berkepanjangan, angkutan udara dapat menjadi alternatif yang lebih dapat diandalkan untuk barang-barang bernilai tinggi. Meski biaya lebih tinggi, kecepatan dan keandalan angkutan udara menjadikannya pilihan yang menarik bagi produk dengan margin tinggi.
- Penekanan pada Nearshoring: Gangguan berkelanjutan dapat mempercepat tren nearshoring, yaitu memindahkan bisnis manufaktur atau pemasok ke negara-negara tetangga yang lebih dekat dengan pasar konsumen. Strategi ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada rute pengiriman jarak jauh yang berisiko dan untuk mencapai kontrol yang lebih besar atas manajemen rantai pasokan.
Menentukan Arah Terbaik ke Depan
Untuk menghadapi tantangan ini, perusahaan dapat meningkatkan kemampuan manajemen risiko rantai pasokan dengan langkah-langkah berikut:
- Pemantauan Secara Real-Time: Memanfaatkan teknologi canggih dan alat analitik untuk memantau peristiwa global secara real-time. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk segera mendeteksi gangguan dan merespons secara proaktif.
- Fokus pada Analisis Risiko Rantai Pasokan: Menyusun kerangka kerja analisis risiko yang mencakup seluruh rantai pasokan, dari pemasok utama hingga pemasok tingkat bawah, dan mempertimbangkan berbagai faktor risiko seperti ketegangan geopolitik dan volatilitas ekonomi.
- Membangun Ketahanan Rantai Pasokan: Diversifikasi pemasok dan mitra logistik, eksplorasi moda transportasi alternatif, dan investasi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan adalah langkah penting dalam menciptakan rantai pasokan yang lebih tangguh.
Krisis di Laut Merah bukan hanya sekadar tantangan sementara, tetapi juga panggilan bagi para pemimpin bisnis untuk mengadaptasi strategi rantai pasokan mereka agar tetap tangguh dan kompetitif di tengah ketidakpastian global yang terus meningkat. Dengan menerapkan pemantauan real-time, analisis risiko yang mendalam, dan membangun ketahanan, perusahaan dapat menghadapi tantangan hari ini dan siap menghadapi gangguan di masa depan.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Kearney pada 26 Januari 2024, dengan judul The Fragility Of Global Supply Chains And The Imperative Of Real-Time Risk Monitoring. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.