Oleh: Haris Firmansyah, SE & Sekretariat IRMAPA

Kerangka kerja risiko sering dianggap sebagai alat penting untuk mengelola risiko dalam organisasi. Namun, hanya memiliki kerangka kerja saja tidak cukup untuk melindungi dari masalah atau bencana. Banyak kerangka kerja yang dibuat tidak sesuai dengan kebutuhan utama organisasi, sehingga malah jadi tidak efektif. Artikel ini akan menjelaskan beberapa kelemahan umum dalam kerangka kerja risiko dan cara mengatasinya.

  1. Terlalu Birokratis

Kerangka kerja risiko sering berubah menjadi sistem yang kaku dan tidak sesuai dengan tujuan organisasi. Banyak yang dibuat hanya untuk memenuhi syarat audit atau kepatuhan, sehingga lebih fokus pada aturan tertulis daripada esensi sebenarnya. Akibatnya, kerangka kerja ini sering mengabaikan situasi yang lebih rumit atau tidak pasti, yang sebenarnya membutuhkan fleksibilitas dan keputusan yang bijak.

  1. Tidak Siap Menghadapi Kompleksitas

Banyak kerangka kerja hanya mampu menangani masalah sederhana atau yang sudah jelas solusinya. Padahal, dalam dunia nyata, ada situasi kompleks seperti perilaku manusia atau perubahan pasar yang sulit diprediksi. Di sini, pendekatan yang lebih fleksibel seperti “coba, pelajari, dan adaptasi” biasanya lebih efektif. Namun, kerangka kerja tradisional sering hanya fokus pada daftar risiko dan solusi standar yang tidak cukup untuk masalah kompleks.

  1. Menciptakan Rasa Aman yang Salah

Kerangka kerja yang terlalu lengkap sering membuat organisasi merasa semua risiko sudah dikelola dengan baik, padahal ancaman terbesar biasanya datang dari hal-hal tak terduga. Selain itu, sistem yang terlalu birokratis bisa membuat individu merasa tidak perlu bertanggung jawab atas risiko, yang akhirnya mengurangi kepedulian atau bahkan memicu penolakan terhadap kerangka kerja tersebut.

  1. Melihat Risiko Hanya Sebagai Biaya

Banyak kerangka kerja risiko memandang risiko sebagai sumber masalah dan biaya. Padahal, risiko juga bisa membawa peluang untuk menciptakan nilai. Manajemen risiko yang baik seharusnya membantu organisasi mengurangi dampak negatif sekaligus memaksimalkan manfaat dari risiko yang ada.

Peran Budaya dan Teknologi

Budaya Organisasi

Budaya organisasi sangat berperan dalam keberhasilan kerangka kerja risiko. Jika budaya organisasi tidak mendukung, maka kerangka kerja tersebut tidak akan berjalan efektif. Penting untuk membangun budaya yang mendorong kerja sama, empati, dan pemahaman tentang bagaimana individu atau kelompok menghadapi risiko.

Teknologi

Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dapat membantu mengelola risiko sederhana atau yang sudah jelas polanya. Namun, untuk risiko yang lebih kompleks, penilaian dan pengalaman manusia tetap sangat dibutuhkan.

Kerangka kerja risiko bisa sangat membantu jika dirancang dengan baik. Namun, penting untuk memastikan kerangka kerja ini tidak terlalu kaku atau menghalangi fleksibilitas dan keputusan strategis. Organisasi perlu memastikan kerangka kerja yang digunakan sesuai dengan budaya mereka, berorientasi pada penciptaan nilai, dan siap menghadapi tantangan kompleks di dunia nyata.

Artikel ini telah diterbitkan oleh PRMIA, dengan judul Risk Frameworks are Evil.