Oleh: Haris Firmansyah, SE & Sekretariat IRMAPA

Tata kelola yang solid adalah kunci utama bagi kesuksesan jangka panjang perusahaan di era modern ini. Dalam lingkungan bisnis yang semakin memperhatikan keberlanjutan, penting bagi perusahaan untuk tidak hanya memasukkan prinsip-prinsip ini ke dalam operasional mereka, tetapi juga untuk memastikan bahwa tujuan strategis terkait keberlanjutan terwujud.

Namun, dengan evolusi regulasi seperti CSRD (Corporate Sustainability Reporting Directive), ESRS (European Single Reporting Standard), dan inisiatif serupa lainnya, terjadi pergeseran paradigma. Perusahaan harus kembali meninjau cara mereka mengelola risiko, audit internal, dan tata kelola secara menyeluruh.

Perusahaan sekarang harus secara cermat mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial dari kegiatan operasional mereka, dari produksi hingga produk dan layanan yang mereka tawarkan. Hal ini mendorong dewan direksi untuk mengubah pendekatan mereka. Bahkan perusahaan kecil yang terlibat dalam rantai nilai perusahaan besar harus mengungkapkan secara jujur risiko ESG (Environmental, Social, and Governance) yang mereka hadapi.

Dalam konteks ini, peran manajer risiko dan auditor internal semakin vital. Mereka tidak hanya harus mengidentifikasi dan mencegah praktik greenwashing, tetapi juga memastikan bahwa perusahaan benar-benar memperhatikan dampak ESG secara menyeluruh. Melalui pertanyaan-pertanyaan kritis dan dukungan aktif dalam proses peninjauan perusahaan, mereka berkontribusi pada pondasi keberlanjutan perusahaan.

Perlindungan bagi dewan juga menjadi prioritas. Mereka harus memastikan bahwa mereka memahami sepenuhnya dampak ESG dalam model bisnis perusahaan dan menggunakan informasi eksternal secara menyeluruh. Keselarasan dalam penggunaan bahasa dan pemahaman tentang rantai nilai membantu dewan dalam mencapai tujuan keberlanjutan.

Kerjasama erat antara manajer risiko, auditor internal, dan dewan adalah kunci dalam memastikan perusahaan dapat memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman mereka secara optimal. Mereka harus memiliki pemahaman yang sama tentang risiko dan peluang keberlanjutan, serta membangun budaya perusahaan yang memprioritaskan manajemen risiko di semua tingkatan.

Kesimpulannya, perusahaan harus beralih dari sekadar “melaporkan” menjadi “bertindak” dalam hal keberlanjutan. Ini menuntut kerjasama antar profesi di dalam perusahaan. Manajer risiko, auditor internal, dan dewan harus bekerja bersama-sama, memanfaatkan keahlian mereka untuk membangun ketahanan perusahaan. Mereka harus memanfaatkan peluang dari perubahan menuju praktik ramah lingkungan, dan mematuhi standar keberlanjutan dengan pendekatan yang terintegrasi.

Artikel ini telah diterbitkan oleh FERMA, dengan judul Corporate Sustainability: Risk Managers and Internal Auditors must work closer with Boards of Directors. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.