Tanggal 18 Juli 2017 adalah hari bersejarah bagi perjalanan penerapan manajemen risiko berbasis SNI ISO 31000 di Indonesia. Pada hari tersebut diresmikan peluncuran aplikasi e-learning manajemen risiko berbasis SNI ISO 31000 pertama di Indonesia.
Sejalan dengan visi-misi IPC (Indonesia Port Corporation, dahulu dikenal dengan nama Pelindo II) yang mendorong penggunaan digital dalam berbagai proses bisnis mereka, IPC menjadi pelopor dalam adopsi penggunaan e-learning untuk peningkatan dan perawatan kompetensi manajemen risiko para profesional mereka. Untuk hal ini, IPC menyediakan fasilitas 100 pengguna (userse-learning dengan platform ‘RisqEd e-learning‘ yang dikembangkan oleh CRMS Indonesia dan SkyTree Corp.
Peluncuran e-learning dipimpin oleh direktur teknik IPC Dani Rusli Utama. Turut menyaksikan Tumpak Panggabean (komisaris utama) dan Elvyn G Massaya (direktur utama), serta ketua umum Indonesia Risk Management Professionals Association (IRMAPA – www.irmapa.org) Dr. Antonius Alijoyo.
Selain disaksikan oleh semua anggota direksi dan dewan komisaris IPC, peluncuran aplikasi tersebut juga dihadiri oleh sekitar 100 praktisi dan profesional komunitas manajemen risiko di Indonesia yang bernaung di bawah bendara IRMAPA. Di antara para hadirin ada perwakilan dari industri perbankan, pertambangan, pengembang, infrastruktur, manufaktur, pupuk, asuransi, perminyakan dan gas, serta perkebunan.
Direktur utama IPC menyatakan bahwa keberadaaan aplikasi e-learning manajemen risiko berbasis SNI ISO 31000 akan sangat membantu IPC dalam memastikan adanya penyebaran yang lebih luas serta peningkatan kompetensi karyawan yang lebih tinggi dalam bidang manajemen risiko, sedemikian rupa sehingga menjadi lebih efektif dan lebih efisien.
E-learning lebih efektif karena:
a) menjangkau lebih banyak jumlah karyawan di berbagai wilayah;
b) pembelajaran materi lebih mudah terserap;
c) pelaksanaan pembelajaran lebih fleksibel dari segi waktu peserta latih;
d) materi ajar dan proses pembelajaran terstandarisasi dan terukur.
E-learning lebih efisien karena:
a) menghemat biaya perjalanan peserta latih;
b) menghemat biaya proses pengadaan pelatihan;
c) Bagian sumber daya insani dapat memonitor kemajuan peserta latih dalam proses pembelajaran mereka secara sentral dan hemat waktu.
IPC telah mempelopori langkah penting dalam proses pembelajaran manajemen risiko di Indonesia secara umumnya dan di BUMN secara khususnya. Mudah-mudahan langkah mereka menjadi inspirasi bagi BUMN lainnya dalam pengembangan kompetensi para karyawan mereka untuk bidang manajemen risiko.
Penulis: Dr. Antonus Alijoyo, ERMCP, CERG, CCSA, CFSA, CRMA, CGAP, CGEIT, CFE