Oleh: Haris Firmansyah, SE & Sekretariat IRMAPA

Konflik di Gaza dan Israel menyebabkan penderitaan besar dan berpotensi berdampak luas pada ekonomi Timur Tengah dan Afrika Utara. Ekonomi kawasan ini sudah diprediksi melambat, dari 5,6% pada 2022 menjadi 2% pada 2023. Dampak konflik bergantung pada durasi dan intensitasnya. Meskipun dampak ekonomi terbesar dirasakan oleh Israel dan wilayah Palestina, negara tetangga seperti Mesir, Yordania, dan Lebanon juga merasakan efek negatif, terutama pada sektor pariwisata yang vital.

Harga energi dan pasar keuangan relatif stabil meskipun mengalami fluktuasi awal. Harga minyak sempat naik, tetapi kini kembali ke level sebelum konflik, sementara harga gas alam turun setelah lonjakan awal. Yield obligasi pemerintah meningkat, tetapi dampak keseluruhannya masih terbatas.

Ketidakpastian terkait konflik dapat menurunkan kepercayaan konsumen dan perusahaan, yang berdampak pada pengeluaran dan investasi. Krisis ini juga bisa memperburuk kerentanan ekonomi, terutama bagi negara dengan utang tinggi. Negara-negara rentan seperti Somalia, Sudan, dan Yaman mungkin mengalami penurunan bantuan internasional.

Jika konflik meluas, dampaknya bisa merambat ke negara-negara seperti Irak, Iran, dan Suriah. Produksi minyak dan gas yang terganggu juga bisa memengaruhi pasar global. Meski begitu, negara-negara penghasil minyak di kawasan ini memiliki kapasitas cadangan untuk menanggulangi lonjakan harga.

IMF berencana untuk memperbarui proyeksi ekonomi kawasan dan siap memberikan dukungan melalui kebijakan, bantuan teknis, dan pembiayaan. Negara-negara yang mendapatkan dukungan IMF seperti Mesir, Yordania, dan Maroko dapat memanfaatkan program ini untuk mengatasi dampak krisis. Reformasi struktural yang tepat juga penting untuk mendukung pertumbuhan jangka panjang dan ketahanan ekonomi.

Artikel ini telah diterbitkan oleh IMF Blog, dengan judul Middle East Conflict Risks Reshaping the Region’s Economies. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.