Oleh: Haris Firmansyah, SE & Sekretariat IRMAPA

Dalam dunia bisnis modern, risiko tidak pernah berdiri sendiri dan selalu berubah cepat. Mulai dari ketegangan geopolitik, gejolak ekonomi, sampai gangguan rantai pasok global, semua saling terhubung dan menuntut perusahaan lebih gesit serta tangguh. 

Salah satu contoh yang sering muncul di berita adalah perubahan tarif impor yang bisa muncul tiba-tiba, dicabut, atau diganti begitu saja. Hal ini membuat biaya naik, hubungan dengan pemasok berubah, dan strategi pengadaan harus direvisi mendadak.

Dalam kondisi penuh ketidakpastian seperti ini, peran manajer risiko adalah membantu para pemimpin eksekutif (C-suite) memahami risiko secara utuh—bukan hanya fokus pada satu isu yang sedang ramai. Tanpa konteks yang tepat, perusahaan bisa terburu-buru mengambil keputusan dan justru menciptakan kerentanan baru.

Melihat Risiko Secara Menyeluruh

Tarif adalah salah satu contoh risiko yang terlihat besar di permukaan, tetapi sebenarnya hanya satu bagian dari ekosistem risiko yang jauh lebih luas. Jika perusahaan memindahkan pemasok untuk menghindari tarif, langkah itu mungkin memunculkan risiko baru: kualitas pemasok yang belum terbukti, regulasi baru, kapasitas logistik yang berbeda, hingga celah keamanan siber. Karena itu, komunikasi risiko ke pemimpin eksekutif harus menekankan keterkaitan antar-risiko, bukan sekadar reaksi terhadap satu isu.

Eksekutif sering dibanjiri informasi dan cenderung ingin mengambil keputusan cepat. Namun keputusan tunggal—misalnya buru-buru mengganti pemasok karena isu tarif—bisa menambah biaya jangka panjang atau mengganggu strategi bisnis.

Manajer risiko perlu memberikan konteks dengan mengajukan pertanyaan yang tepat: seberapa besar kemungkinan risiko meningkat? Dalam jangka waktu apa? Apa konsekuensi jika bereaksi terlalu cepat? Apa peluang atau risiko tambahan dari setiap pilihan? Pendekatan ini membantu pemimpin eksekutif melihat gambar besar.

Kolaborasi Antar Departemen

Untuk menyampaikan risiko secara efektif, manajer risiko membutuhkan pandangan lintas fungsi. Dampak tarif, misalnya, tidak hanya dirasakan tim pengadaan, tetapi juga teknik, operasional, IT, keamanan siber, keuangan, hukum, dan kepatuhan. Dengan mengumpulkan data dan masukan dari berbagai tim, analisis risiko menjadi lebih akurat dan relevan untuk tujuan perusahaan. Ini juga menunjukkan bahwa tim risiko terlibat dalam strategi, bukan hanya menyampaikan daftar masalah.

Menyampaikan Risiko dengan Jelas dan Strategis

Setelah gambaran risiko menyeluruh terkumpul, risikonya harus disampaikan ke pemimpin eksekutif dengan bahasa bisnis yang jelas dan mudah dipahami. Beberapa prinsip komunikasi yang efektif meliputi:

  • Mengaitkan risiko dengan tujuan bisnis, seperti pertumbuhan, profitabilitas, dan reputasi. 
  • Menggunakan visual, seperti peta risiko atau dashboard, untuk menunjukkan hubungan antar risiko. 
  • Menyampaikan pilihan dan trade-off, bukan hanya ancaman. Keputusan apa pun selalu punya konsekuensi. 
  • Menyeimbangkan tindakan cepat dan strategi jangka panjang, misalnya menyusun rencana mitigasi jangka pendek sambil menyiapkan transisi pemasok yang bertahap. 

Peran Manajer Risiko yang Terus Berkembang

Tarif mungkin menjadi isu utama hari ini, tetapi besok bisa saja muncul risiko baru seperti sanksi, bencana iklim, aturan tenaga kerja dalam rantai pasok, atau kepatuhan terkait AI. Manajer risiko modern harus mampu menavigasi semua risiko ini dan menerjemahkannya menjadi wawasan strategis bagi C-suite. Dengan pendekatan lintas fungsi dan komunikasi yang terarah, fungsi risiko dapat menjadi mitra strategis yang selalu dibutuhkan, bukan hanya saat krisis.

Artikel ini telah diterbitkan oleh RIMS, dengan judul Communicating Risk to the C-Suite. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.