Oleh: Haris Firmansyah, SE & Sekretariat IRMAPA

Bank punya pilihan penting saat ingin membuat sistem pemodelan risiko: pakai model statistik atau cukup mengandalkan intuisi manusia? Meskipun kelihatannya sepele, pilihan ini sebenarnya menyimpan risiko besar.

Dua Gaya Pengambilan Keputusan

Bayangkan dua bank fiktif. Keduanya punya data lengkap dan tim profesional yang hebat.

  • Bank pertama mengandalkan intuisi manusia sepenuhnya dalam menilai risiko pinjaman, tanpa bantuan model statistik. 
  • Bank kedua tetap menggunakan intuisi, tapi didukung model statistik dari tim analis. Model ini bisa saja diabaikan, tapi hanya jika ada alasan kuat. 

Meski sederhana, perbandingan ini menunjukkan satu hal: model yang baik akan selalu membantu mengurangi risiko. Bahkan jika tidak selalu akurat, model tetap memberi panduan yang bisa dikaji dan diuji ulang. Sementara intuisi manusia, meski kadang tepat, seringkali bias dan tidak bisa didokumentasikan.

Otak vs Komputer

Saat manusia membuat keputusan, sebenarnya mereka juga menggunakan “model” dalam pikirannya. Kita menyaring informasi, menimbang faktor tertentu, lalu mengambil tindakan. Namun, model di otak tidak bisa ditelusuri seperti kode komputer. Kita tidak bisa tahu pasti apakah keputusan itu berdasarkan data, intuisi, atau sekadar tebakan.

Dengan model formal, meskipun rumit, setidaknya ada dokumentasi, bisa diaudit, dan dievaluasi. Itulah kenapa pendekatan tanpa model bisa lebih berisiko.

Apakah Model Buruk Lebih Baik dari Tidak Ada Model?

Model yang buruk memang bisa membawa risiko, apalagi jika dibuat asal-asalan, tanpa validasi, atau bahkan dimanipulasi. Tapi di banyak kasus, tidak memakai model sama sekali justru lebih berbahaya.

Contohnya:

  • Data sulit dimodelkan (misalnya: kerugian dari pinjaman besar yang jarang terjadi) tetap butuh pendekatan sistematis. 
  • Model “asal-asalan” pun masih lebih baik jika bisa didokumentasikan dan dipakai dengan bijak. 
  • Model yang dimanipulasi untuk menyembunyikan data sebenarnya adalah yang paling berbahaya. Dalam kasus ini, memang lebih baik tidak pakai model. 

Saat ini, banyak bank terpaksa membuat model karena regulasi. Tapi proses membuat model sangat rumit dan mahal, mulai dari dokumentasi, uji validasi, sampai monitoring. Akibatnya, beberapa bank malah memilih tidak membuat model karena bebannya terlalu besar.

Solusinya? Regulasi harus lebih fleksibel. Jangan sampai niat baik untuk mengontrol model justru menghambat pemakaian model yang bisa berguna. Risiko dari tidak memakai model seharusnya juga jadi perhatian utama dalam manajemen risiko.

Artikel ini telah diterbitkan oleh GARP, dengan judul To Model or Not to Model?. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.