Oleh: Haris Firmansyah, SE & Sekretariat IRMAPA

Budaya risiko kerap dipahami sebagai budaya organisasi secara keseluruhan, yang secara spesifik berkaitan dengan cara orang berpikir dan berperilaku dalam mengelola risiko. Menilai perilaku sebagai bagian dari tinjauan pengawasan budaya organisasi/risiko merupakan pendekatan yang pertama kali diperkenalkan oleh DNB (regulator Belanda) pada 2010. Anggapan ini juga telah dipertimbangkan oleh regulator lain di seluruh dunia.

Dengan meningkatnya fokus pemangku kepentingan terhadap budaya risiko yang sehat, akan sangat membantu untuk kita memahami target budaya risiko di suatu organisasi. Terdapat empat elemen kunci yang membangun budaya risiko tersebut.

  1. Tujuan dan Kepemimpinan Risiko
  2. Tata Kelola dan Keputusan
  3. Kompetensi
  4. Sistem dan Kontrol

Peta Jalan Budaya Risiko yang Sehat

  1. Melakukan diagnostik budaya risiko dengan kombinasi berbagai metode, termasuk survei dan wawancara karyawan
  2. Membayangkan kondisi target yang sejalan dengan strategi bisnis untuk jangka menengah dan jangka panjang
  3. Melakukan analisis kesenjangan.
  4. Mengembangkan strategi budaya risiko dan peta jalan implementasi yang terperinci
  5. Mendapatkan komitmen dewan dan manajemen untuk dukungan jangka panjang
  6. Implementasi strategi budaya.
  7. Melaksanakan peta jalan terperinci melalui pendekatan bertahap dengan melakukan orientasi tim
  8. Secara berkala meninjau, memvalidasi ulang, dan memperbarui strategi transformasi budaya risiko

Tantangan Utama Budaya Risiko yang Sehat

  1. Pendekatan “satu ukuran untuk semua” di dalam organisasi tidak akan berhasil karena tingkat perubahan dan kesiapan karyawan berbeda-beda, sedangkan analisis untuk memahaminya sering kali tidak dilakukan.
  2. Resistensi terhadap perubahan di seluruh organisasi akibat perilaku manusia yang dipengaruhi oleh bias-bias yang sulit untuk diubah.
  3. Kesulitan dalam mengukur budaya disebabkan oleh indikator konvensional tidak benar-benar mengukur budaya sehingga sulit untuk mengetahui kondisi budaya risiko saat ini.
  4. Sebagian besar organisasi cenderung menghadapi ekspektasi dan kebutuhan pemangku kepentingan yang saling bertentangan.
  5. Karena prioritas organisasi yang saling bersaing, mungkin ada kesulitan dalam memprioritaskan inisiatif budaya risiko.
  6. Dewan direksi sering kali tidak memiliki keahlian dalam hal perilaku dan budaya, para pemimpin tidak cukup mematuhi nilai-nilai yang mereka dukung, dan langkah-langkah yang diusulkan tidak cukup untuk mencapai perubahan yang diinginkan.

Faktor-Faktor Keberhasilan Kritis

  1. Dukungan dan advokasi yang kuat dari manajemen tingkat atas dan menengah merupakan kekuatan pendorong bagi setiap inisiatif perubahan. Perilaku kepemimpinan yang dapat diamati adalah salah satu pengaruh terkuat untuk mendorong perubahan organisasi.
  2. Pendekatan yang disesuaikan untuk perubahan dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang lanskap organisasi, dengan dibantu oleh alat ilmu perilaku.
  3. Akar penyebab kelemahan selama fase diagnostik budaya risiko diamati dan diatasi. Tindakan harus dimasukkan dalam peta jalan implementasi yang terperinci.
  4. Ketergantungan utama di seluruh organisasi harus dipahami dan komitmen lintas fungsi perlu dibangun untuk mendukung inisiatif transformasi budaya risiko.
  5. Sistem informasi manajemen baru perlu dikembangkan untuk menilai hasil budaya, termasuk indikator berwawasan ke depan yang bermakna.
  6. Penghargaan dan insentif terhadap perilaku target risiko perlu diberikan, dengan mencakup penyeimbangan kartu penilaian kinerja dan perilaku pengambilan risiko yang hati-hati.

Secara keseluruhan, budaya risiko yang efektif mendorong budaya organisasi yang sehat. Manfaat nyata, dengan demikian, dapat dicapai, misalnya mengubah pola pikir manajemen risiko yang reaktif menjadi proaktif, membangun kapabilitas organisasi, meningkatkan ketahanan staf terhadap perubahan, meningkatkan keterlibatan sosial, mengurangi risiko reputasi, dan memenuhi ekspektasi regulator. Dengan banyaknya manfaat yang ditawarkan, tidak ada alasan untuk tidak memulai perjalanan transformasi budaya risiko.

Artikel ini telah diterbitkan oleh PRMIA, dengan judul “Creating and Sustaining A Healthy Risk Culture” pada Februari 2024.