Ancaman siber menduduki urutan pertama dalam daftar risiko bisnis. Aspek lainnya dalam peringkat yang sama adalah gangguan bisnis—setidaknya begitu disebutkan dalam Barometer Risiko Tahunan Allianz. Risiko fisik juga muncul dalam beberapa bentuk, misalnya bencana alam, kebakaran dan ledakan, serta perubahan iklim.
Laporan dari Allianz menyebutkan, banyak dari risiko-risiko tersebut terjadi di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah cuaca ekstrem, serangan ransomware, dan konflik regional yang menguji ketahanan rantai pasokan dan model bisnis. Adanya laju perubahan yang cepat dan sifat risiko yang saling terkait pada akhirnya mengharuskan pergeseran bagi sejumlah perusahaan dalam hal manajemen risiko ke arah yang lebih baik.
Kelemahan-Kelemahan
Para ahli manajemen risiko mengatakan bahwa kekhawatiran utama adalah terhadap gangguan bisnis yang disebabkan oleh serangan siber. Penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) secara inventif mendorong peretas untuk memproduksi bentuk-bentuk serangan baru. Mereka justru akan menemukan cara-cara untuk mengeksploitasi kelemahan lama secara cerdas.
Survei oleh Allianz mengatakan, responden memandang pembobolan data dan peretasan infrastruktur dan aset fisik sebagai hal yang sangat memprihatinkan. Jika dilihat dari konteks geopolitik yang bergejolak dan ketergantungan yang pada perangkat digital, terdapat potensi penutupan infrastruktur penting sebagai sebuah risiko yang signifikan dan mengkhawatirkan bagi bisnis pada masa mendatang.
Gangguan-Gangguan
Sifat dunia bisnis saat ini saling terhubung. Alhasil, gangguan bisnis tampak terkait erat dengan beberapa risiko utama yang disebutkan dalam survei. Gangguan-gangguan ini juga memiliki kategori tersendiri.
Laporan tersebut menjelaskan jenis tindakan yang umum dilakukan oleh bisnis untuk mengurangi risiko rantai pasokan. Beberapa di antaranya adalah mengembangkan pemasok alternatif, meningkatkan manajemen kelangsungan bisnis, dan mengidentifikasi serta memperbaiki hambatan rantai pasokan.
Perusahaan konsultan Protiviti melakukan survei terpisah. Dari hasil survei tersebut, diketahui bahwa para eksekutif bisnis menempatkan faktor melemahnya kondisi ekonomi dan kurangnya tenaga kerja sebagai dua risiko utama sepanjang 2024.
Jangka Panjang
Masih disebutkan dalam survei Protiviti, para eksekutif memperkirakan ancaman siber akan menguasai daftar peringkat risiko—menjadi pemilik posisi pertama—lalu diikuti faktor lain, yaitu manajemen talenta, adopsi digital, dan inovasi yang mengganggu. Kondisi ini setidaknya akan terjadi dalam satu dekade.
Kepentingan untuk menavigasi laju inovasi digital dan menemukan cara untuk memanfaatkan wawasan dari volume data yang harus dievaluasi oleh perusahaan kini menjadi sorotan khusus bagi para eksekutif. Hal ini berlaku setidaknya saat mereka membayangkan apa yang akan terjadi pada perusahaan dalam satu dekade mendatang.
Artikel ini telah diterbitkan oleh Institute of Risk Management, dengan judul “Cyber Threat and Business Interruption Loom Large in 2024” pada 23 Januari 2024. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.