Oleh: Haris Firmansyah, SE & Sekretariat IRMAPA

Dalam beberapa tahun terakhir, gelombang besar peraturan terkait keberlanjutan (sustainability) mulai bermunculan seiring dengan upaya negara-negara di seluruh dunia untuk mengatasi tantangan nol karbon. Beberapa peraturan, seperti Standar Pelaporan Keuangan Internasional (International Financial Reporting Standards), berkaitan dengan persyaratan pengungkapan dan memengaruhi industri secara keseluruhan. Survei kami terhadap para manajer aset menemukan bahwa 80% dari mereka menempatkan keberlanjutan dan inisiatifnya sebagai prioritas utama perusahaan.

Ekosistem informasi keberlanjutan dipenuhi oleh perusahaan data, perangkat lunak, konsultan, firma akuntansi, dan lain-lain. Perusahaan mulai mengambil langkah-langkah untuk mengatasi tekanan dan meningkatkan peringkat keberlanjutan. Namun, mereka menghadapi berbagai masalah dalam prosesnya. Sebagai contoh, beberapa fungsi, seperti pemasaran dan akuntansi, menggunakan data yang sama untuk membuat laporan yang menghasilkan kesimpulan yang sangat berbeda, Hal ini menimbulkan redundansi dan ketidakkonsistenan. Untuk mengatasi masalah tersebut, banyak perusahaan membentuk kantor terpisah yang dikepalai oleh seorang chief sustainability officer (CSO). 

Praktik Utama 

Sejumlah perusahaan layanan informasi bereksperimen di bidang keberlanjutan selama beberapa tahun. Namun, hanya sedikit yang membangun aliran pendapatan keberlanjutan yang besar. Untuk menghindari jebakan yang menghambat, ada tiga praktik yang menjadi kunci utama.

1. Mulai dengan Persona Pelanggan yang Sudah Dikenal

Penyedia layanan informasi harus mengatasi tantangan keberlanjutan yang dihadapi pelanggan saat ini, bukannya menargetkan persona baru. Strategi ini memiliki dua keuntungan utama, yaitu (1) kebutuhan peningkatan keterampilan untuk staf perusahaan menjadi lebih memungkinkan karena perusahaan berfokus pada topik, pengguna, dan alur kerja yang sudah ada serta (2) risiko akuisisi yang buruk atau pengembangan produk yang salah menjadi jauh lebih kecil.

2. Penyelarasan pada Jenis Penciptaan Nilai Tertentu

Karena keberlanjutan merupakan topik yang kompleks, penyedia layanan informasi sering kali tidak dapat mengartikulasikan nilai kepada pelanggan. Akibatnya, kecocokan antara produk dan pasar menjadi kurang, meskipun permintaannya kuat. Maka, penting bagi penyedia layanan informasi untuk mengidentifikasi proposisi nilai yang spesifik untuk setiap segmen target. 

3. Mengantisipasi Dampak Peraturan Baru

Untuk mengantisipasi dampak regulasi, perusahaan layanan informasi direkomendasikan untuk menerapkan dua praktik terbaik. Pertama, membangun kemampuan pemantauan yang kuat. Hal ini berhubungan dengan pengembangan kapasitas untuk melakukan pemindaian terhadap peraturan, panduan, dan pembaruan. Kedua, mengoptimalkan operasi dan kontrol internal. Dengan meningkatnya permintaan akan transparansi, kemampuan ini dibutuhkan untuk mengungkapkan metodologi.

Seluruh pihak yang terlibat dalam layanan informasi perlu bergerak cepat untuk mendukung penciptaan nilai tambahan dalam jangka pendek (2024—2025), jangka menengah (2025—2028) dan jangka panjang (2028—2030 dan seterusnya).

Dalam jangka pendek, banyak pelanggan layanan informasi berfokus pada hal-hal mendasar untuk memenuhi permintaan investor dan pelanggan. Mereka mengukur kinerja mereka serta menetapkan, menyempurnakan, dan mengomunikasikan target keberlanjutan. Sementara itu, dalam jangka menengah, kebutuhan pelanggan akan layanan informasi akan meningkat dan menyebabkan gelombang penggunaan yang lebih canggih. 

Dalam jangka panjang, materialitas keberlanjutan akan menjadi arus utama. Pelanggan layanan informasi akan membutuhkan bantuan untuk meningkatkan kemampuan agar menjadi sistem yang kuat.

Artikel ini telah diterbitkan oleh BCG, dengan judul “Sustainability Data Is a Big Opportunity in Information Services” pada 14 Februari 2024. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.