Oleh: Haris Firmansyah, SE & Sekretariat IRMAPA

Lembaga keuangan semakin mengintegrasikan faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) ke dalam proses inti mereka. Meskipun begitu, masih ada kesenjangan antara aspirasi dan hasil yang diinginkan.

Bain & Company bersama International Association of Credit Portfolio Managers (IACPM) melakukan survei terhadap 55 lembaga keuangan global untuk memahami respons mereka terhadap tekanan ESG dari regulator, pemegang saham, dan pelanggan. Ada perbedaan pendapat apakah ESG lebih sebagai risiko yang harus dikelola atau sebagai peluang yang bisa dimanfaatkan untuk menciptakan nilai strategis.

Beberapa lembaga melihat ESG sebagai risiko defensif yang harus diatasi, sementara yang lain melihatnya sebagai peluang untuk menciptakan nilai strategis. Ini mempengaruhi bagaimana lembaga-lembaga tersebut merencanakan strategi jangka panjang untuk menjawab tuntutan ESG.

Salah satu tantangan utama adalah kurangnya konsensus tentang kerangka kerja dan metodologi ESG, serta ketidakjelasan mengenai hak keputusan dan prioritas regulasi di berbagai wilayah. Ada empat area yang perlu diperhatikan: menyelaraskan pemangku kepentingan untuk dekarbonisasi, menentukan prioritas finansial transisi, mengatasi permintaan pelanggan, dan meningkatkan kemampuan analisis data risiko iklim.

Kesimpulannya, lembaga keuangan harus lebih fokus dalam strategi, pengambilan keputusan, dan kemampuan analisis untuk menghasilkan nilai nyata dari produk, layanan, dan saran terkait iklim.

Artikel ini telah diterbitkan oleh Bain, dengan judul How Financial Services Firms Are Wrestling with ESG Challenges and Opportunities. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.