Dalam beberapa tahun terakhir, lembaga keuangan global berada di bawah tekanan untuk meningkatkan kegiatan lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environment, Social, Governance/ESG) serta keberlanjutan. Risiko iklim, terutama terkait perubahan iklim fisik dan transisi, menjadi perhatian utama yang mendorong bank dan perusahaan asuransi merencanakan langkah-langkah baru.
Huruf “E” dalam ESG, yang menyoroti aspek lingkungan, menjadi tantangan besar bagi eksekutif keuangan. Bankir dan investor juga harus memahami dan memenuhi persyaratan serta harapan ESG, yang turun hingga ke pelanggan mereka.
Pemerintah dan regulator di seluruh dunia memperkenalkan aturan pelaporan bagi perusahaan di berbagai sektor. Securities and Exchange Commission (SEC) Amerika Serikat, misalnya, mewajibkan perusahaan publik melaporkan risiko iklim, sementara Uni Eropa dengan Corporate Sustainability Reporting Directive (CSRD)-nya mempengaruhi lebih dari 50.000 perusahaan mulai tahun 2024.
Perusahaan di semua sektor harus mengumpulkan, menganalisis, dan mengungkapkan data keberlanjutan dan ESG secara lebih terstruktur dan dapat diaudit. Aspek-aspek penting melibatkan:
- Emisi: Perusahaan harus melaporkan emisi karbon dan gas rumah kaca dari seluruh rantai nilai, mulai dari produksi hingga pembuangan produk.
- Materialitas Ganda: Tanggung jawab sosial perusahaan perlu diperluas untuk menilai dampak perusahaan pada lingkungan dan sebaliknya.
- Perspektif dan Strategi ke Depan: Perusahaan harus proaktif melaporkan bagaimana emisi dan perubahan iklim akan memengaruhi mereka, serta strategi untuk mengurangi dampak tersebut.
- Net Zero dan Keselarasan dengan Perjanjian Paris: Beberapa kerangka kerja mendorong perusahaan untuk mengungkapkan strategi dekarbonisasi dan rencana mencapai jejak karbon neto nol pada 2050.
- Standarisasi dan Verifikasi: Investor membutuhkan standar pelaporan seragam untuk membandingkan eksposur perusahaan terhadap ESG. Pelaporan juga harus diaudit secara eksternal.
Climate-Related Financial Disclosures (TCFD), yang awalnya sukarela, telah menjadi standar de facto untuk pelaporan iklim. Fokusnya pada manajemen risiko iklim dan pengukuran. Hal ini mempengaruhi perubahan pada kerangka kerja pelaporan yang sudah ada.
Perusahaan, terutama yang bukan lembaga keuangan, harus meningkatkan manajemen risiko terhadap ancaman fisik dan transisi yang dapat merugikan. Analisis skenario menjadi kunci untuk mengukur dampak perubahan iklim pada kinerja masa depan.
Gelombang baru dalam pengungkapan ESG, risiko iklim, dan keberlanjutan mendorong perusahaan untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap risiko yang dihadapi. Investasi dalam kemampuan baru pun membantu perusahaan meramalkan dampak peristiwa terkait iklim dan membuat keputusan yang tepat dalam menghadapi ketidakpastian di masa depan.
Artikel ini telah diterbitkan oleh ERMA, dengan judul Navigating the ESG and Climate Risk Landscape. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.