Oleh: Haris Firmansyah, SE & Sekretariat IRMAPA

Topik penciptaan nilai berkelanjutan (sustainable value) mencakup seluruh spektrum masalah tata kelola lingkungan, sosial, dan perusahaan (environmental, social, and governance/ESG). Di Asia Tenggara, topik ini diposisikan di bagian atas agenda dewan direksi, bahkan saat ini menjadi pusat daya saing perusahaan dan kemampuan operasi organisasi.

Dewan direksi terus menghadapi tantangan dari investor dan pemangku kepentingan untuk menjadi lebih proaktif dalam mendorong penciptaan nilai yang berkelanjutan. Harapan investor meningkat dengan meluasnya pengakuan bahwa faktor ESG memberikan wawasan penting tentang bagaimana suatu organisasi mendorong dan melindungi nilainya. Namun, jika pengungkapan tidak dilaksanakan dengan efektif, investor tidak dapat menilai risiko tersebut secara efektif pula.

Bagi dewan direksi dan tim manajemen, memiliki seperangkat metrik ESG yang konsisten tidak hanya akan menunjukkan komitmen, tetapi juga memungkinkan pengukuran kinerja. Hal ini akan membantu mereka berkomunikasi dengan pemangku kepentingan tentang pertimbangan keberlanjutan yang diintegrasikan dengan strategi, manajemen risiko, dan operasi.

Empat Pilar Paradigma Baru

A. Prinsip-Prinsip Tata Kelola

Karena fokus tujuan korporasi bergeser ke arah penciptaan nilai jangka panjang dan dampak ekonomi, lingkungan, dan sosialnya, organisasi semakin diharapkan untuk mendefinisikan tujuan mereka dengan cara yang mengintegrasikan dampak sosial ini ke dalam inti bisnis mereka, dan menanamkan tujuan mereka ke seluruh strategi dan operasi mereka.

Sesungguhnya, konsep-konsep ini menjadi semakin menonjol dengan menyebarnya pandemi global COVID-19, yang telah membuat hubungan timbal balik antara perusahaan, komunitas, karyawan, pelanggan, dan pemangku kepentingan lainnya menjadi sangat jelas. Pandemi memudahkan kita untuk memahami bahwa tidak ada cara untuk bertahan dan berkembang tanpa pemangku kepentingan. Yang terpenting, pandemi memunculkan ketegangan antara kebutuhan pemegang saham dan pemangku kepentingan sekaligus mengelola tujuan finansial dan nonfinansial serta menyeimbangkan kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang.

B. Planet

Melindungi planet dari degradasi merupakan prioritas mendesak untuk mendukung kebutuhan generasi sekarang dan masa depan. Seiring dengan meningkatnya visibilitas dampak bisnis pada planet dan meluasnya tanggung jawab perusahaan, risiko bisnis yang terkait dengan kegagalan menunjukkan pemahaman yang baik dan respons terhadap dampak lingkungan pun meningkat.

Salah satu tren yang dipercepat oleh Covid-19 adalah meningkatnya kesadaran bahwa organisasi perlu fokus lebih intens pada isu lingkungan dan iklim. Namun, untuk memahami relevansi dampak lingkungan terhadap penciptaan nilai jangka panjang dan kelangsungan komersial, organisasi perlu mempertimbangkan dampak di luar rantai nilai tempat mereka beroperasi. Mereka juga perlu memperluas fokus ke seluruh rantai nilai produk dan layanan untuk mempertahankan keberhasilan komersial

C. Manusia

Tenaga kerja menciptakan nilai finansial dan nonfinansial yang penting bagi kinerja bisnis dan keunggulan kompetitif organisasi. Mereka juga memungkinkan mengurangi risiko, mempertahankan lisensi untuk beroperasi, dan memperkuat hubungan dengan pemangku kepentingan.

Hubungan manusia dan keberadaan Covid-19 menghasilkan keadaan yang baru. Pandemi mempercepat cara-cara kerja yang lebih fleksibel serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental di tempat kerja. Selain itu, organisasi diharapkan untuk menegakkan hak asasi manusia (HAM), membina tempat kerja yang beragam dan inklusif, serta menawarkan penciptaan nilai, kesempatan untuk berkembang, dan kemajuan nyata di setiap bidang.

D. Kemakmuran

Pertumbuhan ekonomi harus dibangun atas dasar lapangan kerja yang layak, produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, serta inovasi dan transformasi model bisnis untuk menciptakan nilai bersama bagi semua. Bisnis tidak akan berhasil dalam masyarakat yang sedang gagal. Oleh karena itu, organisasi memiliki peran penting dalam mencapai visi untuk menumbuhkan ekonomi yang kuat, inklusif, dan transformatif.

Kini, makin banyak pemimpin bisnis menyadari bahwa nilai sejati organisasi terletak pada banyak aset tak berwujud.. Namun, banyak pula organisasi yang tidak sepenuhnya menangkap aset ini dalam pengukuran dan pelaporan. Kurangnya pemahaman ini dapat mengakibatkan kesalahan perhitungan yang serius. Sebaliknya, dengan meningkatkan pengukuran dan pelaporan metrik serta pengungkapan, organisasi dan pemangku kepentingan dapat menerjemahkan nilai ini ke dalam bahasa bisnis dengan lebih baik.

Penciptaan Nilai Berkelanjutan

Fungsi dewan direksi secara tradisional telah dan tetap menjadi salah satu fungsi pengawasan dan pengelolaan. Pertimbangan cermat terhadap kebutuhan pemangku kepentingan yang lebih luas akan mendorong nilai bagi pemegang saham. Para direktur harus menggunakan kesempatan tersebut untuk mempromosikan keterlibatan yang efektif dan transparan dengan investor.

Untuk itu, nilai keberlanjutan harus ditetapkan terlebih dahulu. Ada lima langkah utama yang harus diambil oleh dewan direksi untuk merangkul penciptaan nilai berkelanjutan, yaitu

  1. mulai dengan tujuan,
  2. atur dari bagian atas,
  3. fokus pada prioritas utama keberlanjutan,
  4. tanamkan keberlanjutan dalam praktik tata kelola dewan, serta
  5. buat komitmen untuk keterlibatan dan komunikasi terbuka.

Secara umum, komitmen terhadap penciptaan nilai berkelanjutan memerlukan penyediaan pengungkapan yang transparan dan berkualitas tinggi. Di situlah letak peluang nyata untuk merangkul keberlanjutan, yaitu dengan memungkinkan dewan dan manajemen berkomunikasi lebih baik. Sebagai permulaan, dewan direksi hendaknya mempertimbangkan penyusunan pemikiran mereka di sepanjang empat pilar utama.

Artikel ini telah diterbitkan oleh Deloitte, dengan judul “Embracing sustainable value creation in the boardroom” pada April 2021. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.