Oleh: Haris Firmansyah, SE & Sekretariat IRMAPA

Perubahan iklim mengancam perusahaan dan ekonomi global melalui dua jenis risiko utama: fisik dan transisi. Risiko fisik mencakup kejadian cuaca ekstrem seperti gelombang panas, banjir, dan badai, serta perubahan jangka panjang seperti kenaikan permukaan laut dan suhu rata-rata. 

Di sisi lain, risiko transisi berasal dari peralihan ke ekonomi rendah karbon yang memerlukan dukungan pemerintah dan biaya tinggi. Walaupun ada peluang pertumbuhan, perusahaan yang bergantung pada industri padat karbon, terutama di negara-negara seperti Tiongkok dan India yang masih mengandalkan batu bara, menghadapi tantangan besar.

Tindakan global yang terkoordinasi sangat penting dalam mengelola risiko perubahan iklim. Inisiatif seperti Satuan Tugas Pengungkapan Keuangan Terkait Perubahan Iklim atau Task Force on Climate-related Financial Disclosures (TCFD) dan Jaringan untuk Penghijauan Sistem Keuangan atau Network for Greening the Financial System (NGFS) membantu perusahaan dan lembaga keuangan mengungkapkan dan mengelola risiko ini. Panduan dari TCFD membantu perusahaan mengidentifikasi dan mengungkapkan dampak finansial dari risiko perubahan iklim melalui empat bidang utama: tata kelola, strategi, manajemen risiko, dan metrik serta target.

Pengujian stres risiko terkait iklim menjadi langkah penting bagi perusahaan keuangan. Ini melibatkan analisis sektor, distribusi geografis, dan jangka waktu portofolio menggunakan skenario iklim untuk menggambarkan dampak risiko fisik dan transisi. Melalui analisis portofolio, perusahaan dapat menentukan sektor dan aset yang paling rentan terhadap risiko iklim, sementara skenario iklim dari NGFS memberikan panduan untuk memodelkan jalur transisi yang berbeda dan mengukur dampaknya.

Setelah memilih skenario referensi, perusahaan harus menyesuaikannya agar relevan dengan aktivitas bisnis, dengan fokus pada sektor prioritas. Mengubah skenario umum menjadi narasi sektoral untuk analisis granular dimulai dengan mengidentifikasi dampak risiko perubahan iklim pada tiap sektor dan mempertimbangkan evolusi sektor dalam skenario yang dipilih. Setelah narasi sektoral disusun, risiko fisik dan transisi dipetakan ke risiko pasar, kredit, atau operasional untuk memahami dampak finansialnya.

Pemodelan uji stres menggunakan pendekatan top-down (analisis makro) dan bottom-up (analisis mikro). Pendekatan top-down menilai kualitas kredit pada tingkat portofolio, sementara pendekatan bottom-up menilai kerentanan di tingkat pihak lawan. Proses kalibrasi memastikan koherensi antara asumsi dan hasil akhir uji stres dengan menggunakan data sektoral internal atau penilaian ahli. Jika data internal kurang, sumber eksternal harus dicari.

Setelah validasi, hasil uji stres didokumentasikan dan dibagikan dengan manajemen, serta pengungkapan publik ditentukan sesuai dengan persyaratan TCFD dan ekspektasi investor. Tantangan yang dihadapi meliputi kesenjangan data untuk analisis skenario iklim, terutama untuk risiko transisi dan fisik, serta variasi risiko sektoral yang harus diperhitungkan. Lembaga keuangan juga harus menyesuaikan diri dengan cakrawala waktu yang lebih panjang untuk menilai risiko iklim, yang memerlukan perubahan dalam proses dan pola pikir jangka pendek. 

Perusahaan harus mengembangkan metodologi dan proses yang dapat bertahan dalam jangka panjang, dengan keahlian dalam data iklim dan pemodelan yang sangat penting untuk mendukung analisis. Asia Pasifik menghadapi dampak perubahan iklim yang sangat besar, dengan fragmentasi yurisdiksi dan variasi data yang menambah kompleksitas.

Perubahan iklim menimbulkan risiko nyata bagi lembaga keuangan dan memerlukan tindakan mendesak untuk mengelola risiko ini serta memenuhi ekspektasi peraturan dan investor. Tantangan ini juga merupakan peluang untuk membangun bisnis yang lebih tangguh dan berkontribusi pada perbaikan masyarakat. Lembaga keuangan harus siap mendukung kebutuhan strategis melalui analisis skenario dan uji stres iklim, yang pada akhirnya akan memperkuat ketahanan dan keberlanjutan perusahaan.

Artikel ini telah diterbitkan oleh Deloitte, dengan judul Climate-Related Risk Stress Testing. Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.